Mesir; Daya Tarik yang Tiada Habisnya!
By: Nandang Burhanudin
*****
Membicarakan Mesir, ibarat menghitung pasir di lautan. Mesir menjadi sangat menarik, bukan karena bangunannya, atau monorail, bukan pula karena yacht yang bersandar di sungai Nil. Tapi Mesir semakin menarik, karena sejarahnya yang lengkap. Memotret kehidupan dari segala penjuru dan watak manusia.
Sungguh, berbicara tentang Mesir, maka ia berbicara tentang perjalanan dunia dan kehidupan alam semesta ini. Kitab-kitab Samawi seakan sepakat menjadikan Mesir sebagai ensiklopedi kehidupan. Mencatat lengkap orang-orang shalih yang senantiasa berhadapan dengan penguasa-penguasa jahat. Kehadiran para nabi di masa lalu hingga alim ulama yang dikenal sepanjang sejarah. Namun Mesir pun juga sangat kaya dengan jiwa-jiwa "sok tahu" bahkan pribadi-pribadi ganda yang mudah dimanfaatkan pemangku kebijakan. Oleh karena itu, sangat wajar bila sejarah "penguasa" baik di Mesir selalu berjalan singkat. Tidak pernah lama, selama dinasti-dinasti jahat.
Kekurangan Mesir ini, menurut hemat saya, justru menjadi kelebihan Mesir itu sendiri. Abdun Nasser misalnya, saat ia mengkudeta Jenderal Muhammad Naguib, ia menampilkan diri sebagai sosok Islamis. Diba'iat di hadapan Mursyid Ikhwan. Berdiri di samping makam Asy-Syahid Hasan Al-Banna sembari berikrar menjadi penyambung perjuangan, Islam. Saat itulah ia pun membebaskan banyak tahanan politik dari Ikhwan. Namun tak perlu lama, Syaikh Al-Ghazali menuturkan, Nasser berubah 180 derajat. Ia memecah rakyat menjadi 2 kelompok; Ikhwan dan Dirinya. Ia pun memilih kebijakan anomali. Mendukung India dalam perang melawan Pakistan, Eriteria melawan Ethiopia muslim, Cyprus Kristen vs Cyprus Islam, mengundang pemimpin Katholik Balkan yang merestui pembantaian muslim, dan banyak lagi.
Kebjikan "posmoaneh" ini pun berdampak buruk; kalah di perang Israel (1965). Mesir pecah. Mesir yang saat Nasser menerima mandat menjadi Presiden adalah bernama Mulkiyyah Mashr was Sudan (Kerajaan Mesir Sudan) dan mencakup wilayah Gaza. Namun tak lama setelah tragedi 1965, Sudah merdeka, Sinai dikuasai Israel, dan Gaza pun lepas. Kondisi Mesir pun terus terpuruk. Menjadi bulan-bulanan Israel. Gerakannya tak lincah lagi.Terlebih kedua kaki depannya ditelikung tali Camp David.
Maka benar, sepanjang sejarah pula, Mesir belum pernah merasakan menjadi superpower dunia.Keberadaanya penting. Namun tidak terlalu lama dipilih menjadi jantung peradaban dunia. Entah mengapa. Analisa sementara, erat kaitannya dengan watak kebanyakan rakyat Mesir, yang kurang pandai mengkomunikasikan hasratnya dengan gejolak-gejolak yang ada.
Bisa jadi karena posisi Mesir sebagai Ummuddunya (Ibu peradaban dunia). Hal yang membuat rakyat Mesir cenderung "terlewat" percaya diri hingga tak jarang menganggap orang lain sebagai "terbelakang". Tengoklah soal penamaan taman saja. Di Indonesia, TMII yang berhektar-hektar besarnya, hanya dinamai Taman MINI Indonesia. Sedangkan di Mesir, taman yang besarnya di Indonesia sebesar alun-alun Kabupatten saja dinamai HADIQAH DUWALIYAH/DAULIYAH (Taman DUnia).
Maka dari itu, kendati sudah renta, Mesir selalu percaya diri.
0 komentar:
Post a Comment