Mengapa Erdogan Selalu Jadi Presiden Turki?
PRESTASI yang dicapai oleh Partai Keadilan dan Pembangunan (PKP) Turki pada pemilihan umum 3/11/2002, atau hampir satu dekade lalu, dengan merebut 363 kursi parlemen dari 550 kursi yang ada, telah mengakhiri tradisi gonjang ganjing pemerintah koalisi pada dekade terakhir ini. Pemilu yang diikuti oleh 18 partai dan hanya memunculkan dua partai besar yaitu PKP dan Partai Rakyat Republik adalah kemenangan bagi politik bersih dan peduli.
Dalam kampanye, PKP tidak banyak mengumbar janji. Yang utama dalam program politiknya adalah memberikan solusi bagi persoalan ekonomi, politik dan sosial Turki yang lebih baik serta masa depan penduduk beretnis Kurdi. Berbagai jajak pendapat dilakukan oleh PKP untuk mengetahui secara lebih dalam prioritas tuntutan masyarakat dari partai yang berdiri pada tahun 2001 ini nanti bila dipercaya memimpin negeri yang pernah menjadi pusat Khilafah Islamiyah ini. Langkah-langkah ini turut mengkatrol popularitas PKP dan pimpinannya, Recep Tayeb Erdogan sebagai alternative partai yang menjanjikan masa depan lebih baik.
Apa yang menjadi dasar pemikiran PKP? Apa strategi interaksinya dengan militer? Dan bagaimana masa depannya?
Dasar Pemikiran
PKP menawarkan pemikiran beberapa solusi terutama persoalan ekonomi, politik dan sosial yang rasional. Bagi PKP, Turki dapat menyelesaikan persoalan-persoalan tersebut dengan tidak terlalu sulit. Hal ini didasari dengan fundamen-fundamen bahwa negeri ini punya kekayaan alam yang berlimpah, penduduk yang berusia muda dan dinamis, khazanah pemerintahan yang dalam dan kaya, letak geostrategisnya mungkin mendukung negeri ini untuk memainkan peran vital di kawasan, industri pariwisata yang eksotik baik dari sejarah maupun geografis, kepribadian nasional yang agamis dan solider, serta berbagai prestasi yang dicapai turut mendukung optimisme partai ini untuk menawarkan solusi bagi masa depan.
Partai Keadilan dan Pembangunan berusaha memberikan solusi mendasar dan permanent bagi problema-problema kronik Turki yang tak kunjung dapat diselesaikan oleh berbagai pemerintahan selama ini. PKP menjadikan target pelayanan umum mendasarnya adalah melaksanakan aktifitas-aktifitas politik dalam program nilai-nilai demokrasi kontemporer, dan bukan bagian dari program ideologis.
Dengan dasar ini, maka sesungguhnya PKP memandang persamaan dan keadilan bagi seluruh rakyat Turki tanpa memandang latar belakang etnis dan keyakinan mereka. Dengan pemahaman pluralis seperti ini, PKP melihat target-target fundamentalnya adalah mengembangkan kesadaran nasionalistik dan partisipatif seluruh komponen bangsa. Artinya rakyat di masa mendatang dapat betul-betul punya sense of belonging terhadap Turki yang menjadi tanah kelahiran dan tumpah darah mereka. Maka prinsip utama PKP dapat digambarkan dengan adagium bahwa “Kalau bukan semua orang hidup merdeka, maka tidak seorangpun yang merdeka.” PKP menganggap bahwa misi utama politiknya menancapkan demokrasi dengan cara mendemokratisasi individu dan memfasilitasi perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM).
Secara singkat, PKP memandang Turki sebagai negeri yang harus berdiri di atas sekularisme, demokrasi, hukum, aktifitas-aktifitas sosial, cultural, kebebasan beragama, dan mendapat kesempatan yang sama. Retorika agama betul-betul “ditanggalkan” oleh PKP yang menjadi atribut utama bagi Partai Virtue (penerus Partai Refah). PKP konsisten menggunakan retorika yang sejalan dengan realitas local, regional dan internasional. PKP punya cabang (DPC) di 81 wilayah dan 3 ribu kepengurusan ranting, serta anggota 3 juta orang.
Politik non-Konfrontatif
ERDOGAN paham betul bahwa ada tiga aspek dalam sistem sosio-politik di Turki yang menyebabkan constant tension antara kelompok sekularis-Kemalis (dengan motor militer) versus Islamis. Pertama, ideologi modernisasi yang tak terbantahkan di Turki menghindari terjadinya debat terbuka yang dapat menggiring lahirnya kontrak sosial baru dan inklusif yang mengakui diversitas kultural Turki. Kedua, ideologi ini tidak mentolerir artikulasi identitas dan lifestyle yang berbeda di tengah public guna mewujudkan “al-madinah al-fadhilah” versi Kemalis. Ketiga, politik dianggap sebagai sebuah proses guided development and engineering of a new society.
Dengan demikian, para Kemalis memandang perbedaan politis bukan bagian integral dari demokrasi, namun sebagai sumber instabilitas dan ancaman kesatuan nasional (Karem M.Kamel, Turkey’s Turbulent Times, iol 10/12/2002).
Untuk itu Erdogan harus dapat menjauhkan diri dari identitas Islamis yang dianggap anti sekularisme Kemalis. Maka ia kerap menegaskan jatidirinya dalam banyak kesempatan : “I have said that we are not a party based on religion…No one can call us a religious party or a party based on religion.” Dan bahkan Erdogan “bersumpah” untuk tidak mengusik lifestyle-nya orang-orang Turki, sebagaimana ditakutkan banyak pihak. Kondisi ini yang membuat para jenderal baik di markaz besar militer atau yang berada di National Security Council (NSC) ber-husnu al-dhan bahwa Erdogan memang bukan Erbakan yang kena sanksi tidak boleh terlibat politik praktis seumur hidup. Bahkan George W.Bush dan petinggi-petinggi Uni Eropa antri mengundang Erdogan cs, hal yang tidak terjadi terhadap gurunya, Erbakan di tahun 1996.
Pemerintahan PKP
Pada level politik dalam negeri, Erdogan melakukan beberapa langkah kongkret berikut :
Pertama, menegakkan demokrasi, sekularisme dan rule of law yang menjadi dasar-dasar prinsipil negara republik. PKP meyakini bahwa kemajuan dan kemakmuran berdiri di atas realisasi tiga prinsip-prinsip tersebut secara utuh, dan transparansi merupakan prinsip bagi dinamika sebuah pemerintahan. PKP memandang, sector public adalah sector yang dibiayai oleh rakyat, maka rakyat berhak untuk mengetahui mana dan bagaimana dana tersebut dikelolah. Dalam konteks ini, PKP harus melakukan perubahan-perubahan dalam konstitusi dan sistem peradilan untuk memperkuat demokrasi dan mengokohkan transparansi dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.
Kedua, setiap warga Turki berhak atas segala kebebasan berpendapat, berkeyakinan dan berpikir. PKP mendukung memberdayakan rakyat agar mendapatkan kebebasan ini.
Ketiga, PKP berusaha menjamin hak warga untuk berasosiasi agar tetap melestarikan kebudayaan-kebudayaan lokal mereka sebagaimana dikehendaki. Tidak ada diskriminasi atas dasar kelamin, asal, etnis, agama dan bahasa.
Keempat, tidak ada partai politik yang berdiri di atas agama atau nasionalisme, karena keduanya menjadi nilai universal yang dimiliki oleh rakyat. Agama merupakan nilai yang secara kolektif dianut oleh masyarakat. Agama berada di atas semua konsen-konsen politis.
Kelima, menjadikan Turki sebagai negeri bertaraf negeri maju. Untuk mewujudkan ini, harus ada reformasi-reformasi structural yang fundamental pada sector public dan ekonomi. Ini dapat berwujud pada ekonomi pasar, yang bebas, privatisasi, dan peningkatan efektifitas sector umum sebagai tujuan terpenting dari PKP.
Krisis Turki di tahun 2000 yang menyebabkan ambruknya ekonomi, distribusi kekayaan yang timpang, korupsi yang merajalela, keterpaksaan negara menguasai banyak bank-bank swasta karena ulah pemilik bank yang opurtunis, sebabkan kerugian negara mencapai 30 juta dollar Amerika.
Kini pemerintahan Erdogan rubah undang-undang yang menjadikan pemilik bank bertanggung jawab atas kebijakan-kebijakan mereka yang buruk. Pemerintah bekerjasama dengan IMF untuk menekan turunnya inflasi dan suku bunga. PKP meyakini bahwa ekonomi Turki kini stabil. Ekspor dan impor bergerak ke arah yang lebih baik, dan pertumbuhan ekonomi mencapai 5% per tahun.
Gebrakan Erdogan
DI samping itu, Erdogan melakukan beberapa gebrakan. Pertama, dengan mengurangi jumlah pasukannya. Hal ini merujuk kepada trend di negara-negara anggota Pakta Pertahanan Nato yang mengurangi jumlah pasukan mereka. Kedua, menciptakan system membayar sebagai kompensasi tidak mengikuti wajib militer. Hal ini menjadi sumber income bagi negara. Ketiga, mengurani jumlah kementerian dari 37 menjadi 24 kementerian. Keempat, menjual ribuan rumah dan vila pemerintahan yang digunakan oleh para birokrat. Kelima, menjual ribuan mobil-mobil pemerintah yang menjadi beban bagi anggaran. Keenam, Erdogan meminta kepada seluruh wakilnya untuk tidak menggunakan fasilitas 550 vila mewah yang diperuntukkan mereka. Ia berharap dapat menjual vila-vila ini yang dapat bernilai milyaran dollar.
Dengan pendekatan memberikan pelayanan prima kepada rakyat dan prestasi-prestasi yang dicapai, PKP maju nyaris tanpa oposisi. Oposisi yang paling keras selama ini dihadapi oleh partai berhaluan Islam yaitu militer, kini bagai berada dalam kerangkeng. Kartu trup “berbagung dengan Uni Eropa” (UE) benar-benar menjadi penghalang militer untuk menghalau laju Erdogan, karena syarat mutlak keanggotaan UE adalah perbaikan iklim demokrasi. Ini artinya bila militer maju, harapan rakyat dan militer untuk menjadi anggota UE akan semakin jauh dari kenyataan.
Kini PKP melaju di jalan tol dalam mewujudkan agendanya. Riak-riak oposisi terhadap PKP dalam amandemen undang-undang tidak banyak berarti. Karena bagi rakyat Turki, PKP adalah partai yang harus didukung, apapun program dan agenda yang dibawanya. Menurut pengamat, itu dikarenakan rakyat tidak mendapatkan alternative yang lebih baik dari partai Erdogan. Dan sisi lain, PKP berinteraksi dengan rakyat dengan perilaku mulia dan menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapi secara rasional.
Kesuksesan PKP sebagai sebuah partai bergaris Islamis di kancah politik modern dan sampai pada kursi kekuasaan dengan jalur demokratis merupakan eksperimen tersendiri. Keberhasilan PKP adalah kesuksesan mengemas program dan agendanya dengan ijtihad politik, social dan ekonomis yang berakar dari interaksi positif dan shahih antara fikr, akidah, tsaqafah dan dakwah yang bergerak di tengah realita, lingkungan, dan variable-variable yang ada. Dengan kata lain bahwa keberhasilan PKP adalah kesuksesan keselarasannya dengan bahasa “waktu dan tempat” yang tepat. Dan lebih dari itu, semua didukung oleh sosok Erdogan yang memang siap menjadi “sayyidul qaumi khaadimuhum”, pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka. [ahmad dumyathi bashori/majalah saksi]
0 komentar:
Post a Comment