Terkait krisis politik Mesir, ada sebuah pertanyaan menggelitik dibenak saya terkait sikap kaum sekuler dan liberalis di Mesir, AS dan Indonesia yang selama ini berkoar - koar mengusung sistem demokrasi.
“Mengapa begitu alergi dengan referendum rakyat yang halal dan terhormat sebagai cara memakzulkan presiden sah dan memilih kudeta militer yang sangat diharamkan dan dinistakan disistem demokrasi yang mereka usung?”
Ketika militer mesir menggulingkan Morsi, mereka semua kompak berteriak itu bukan Kudeta militer karena pemerintahan transisi dikuasai sipil (padahal sangat jelas hanya pemerintahan boneka militer yg terbukti dengan seruan pembubaran dan pembunuhan demonstran justru diinisiasi dan dikomandoi pihak militer) mungkin mereka masih merasa debatable karena itu bisa jadi penilaian subjektif karena tidak memperhatikan bagaimana proses pemakzulan presiden sah dalam sistem demokratis dan hanya melihat siapa pemegang kekuasaan pemerintah transisi secara de jure (walaupun defactonya berbeda).
Namun perkembangan terkini yang tak mengubah pandangan mereka tentu sangat aneh karena merekalah yang begitu getol menyuarakan dan “Menuhankan” sistem demokrasi sebagai sistem politik terbaik dimuka bumi.
Ketika kudeta berlanjut pada penangkapan semena - mena militer mereka diam.
Ketika militer membredel media sebagai pilar penting negara demokrasi mereka tetap tak bergeming.
Ketika militer Mesir membunuh wartawan yang meliput demo, yang bahkan bukan dalam situasi perang merekapun tetap diam seribu bahasa.
Ketika militer membunuhi demonstrasi damai yang bahkan juga balita, yang seharusnya dijamin dalam sistem demokrasi mereka tak bergeming dan justru dengan lantangnya berteriak tetap mendukung langkah militer Mesir.
Entah sistem demokrasi macam apa yang mereka usung yang menghalalkan campur tangan militer, penangkapan semena - mena, pembredelan media, pembunuhan wartawan dan balita?
Bukankah sistem demokrasi sesungguhnya mengharamkan campur tangan militer apalagi sampai sejauh itu membunuhi rakyatnya sendiri seperti halnya dalam Islam misal tentang pengharaman Miras dan daging Babi?
Mengapa mereka para pengusung sistem demokrasi itu tak mendorong Mesir melakukan referendum rakyat untuk memakzulkan presiden sah yang sesuai dan elegan dalam sistem demokrasi tapi justru memilih militer keluar barak yang amat sangat diharamkan dan menistakan oleh sistem demokrasi yang mereka usung dan yakini?
Ibarat mengaku Islam tapi lebih memilih miras untuk menghangatkan diri, padahal masih ada bajigur dan bandrek yang halal hanya karena mengamini AS yang memang adanya Miras dan tak mengenal Bajigur dan Bandrek?
Ibarat pula mengapa lebih memilih daging babi yang diharamkan daripada rendang sapi hanya karena mengekor AS selaku majikan dan inspirator mereka?
Entahlah mengapa para penyeru sistem demokrasi itu tiba - tiba lebih memilih peran militer daripada referendum walaupun itu sama saja menistakan nilai sistem demokrasi yang mereka usung dan sekaligus membuka topeng kepalsuan mereka sendiri?
Ya, mereka hanya akan mendukung demokrasi selama menguntungkan tapi juga tak segan menghianati, menistakan dan melanggar nilai essensial sistem demokrasi yang mereka usung dan yakini jika demokrasi tak menguntungkan mereka lagi.
Timbul sebuah pertanyaan, sebenarnya kaum sekuler dan liberalis itu memang mengusung sistem demokrasi atau sistem democrazy? Yang hakekatnya hanya mementingkan kepentingan mereka walau itu menginjak - injak sistem demokrasi itu sendiri.
Dan akhirnya itu menjadi sangat jelas ketika mereka membuka topeng kepalsuan mereka sendiri, sejelas melihat matahari dihari yang cerah disiang hari.
Dan kini setelah pemerintah bentukan kudeta militer melakukan genosida terhadap ratusan (versi lain mengatakan ribuan) rakyat sipil, pria, wanita, anak - anak dan wartawan secara brutal, terbuka dan tak pandang bulu mereka tetap tak bergeming sekaligus tetap menunjukkan topeng kepalsuan demokrasinya.(wah yudi/kompasiana)
0 komentar:
Post a Comment