*****
Kini 50000 angka pendukung konstitusional dan antikudeta, mengisi sel-sel penjara. Jangan tanya soal fasilitas. Nampaknya, penjara Israel jauh lebih "standar HAM" daripada penjara yang ada di Mesir.
Jumlah 50 ribu berdasarkan jumlah anggota keluarga yang ditangkap dengan tuduhan variatif, suka-suka junta militer.
Tragisnya, tawanan politik Ikhwan dan antikudeta ditempatkan di penjara kriminal. Dicampur dengan tawanan kasus-kasus pidana: maling, pemerkosa, narkoba, pembunuhan, dll. Tujuannya, anggota Ikhwan ini disiksa secara mental dan fisik tentunya.
Namun keajaiban justru terjadi. Baru sebulan saja tahanan kasus kriminal ini disatukan dengan tawanan politik Ikhwan, para penjaga dan kepala penjara mengeluh, "justru tawanan kriminal terbawa kebiasaan Ikhwan: tilawah, shalat malam, tahajjud, shaum." Hingga ada keanehan, saat pembesuk datang, para tawanan kriminal meminta: mushaf, sajadah, pakaian untuk shalat, dan tasbih. MaasyaAllah.
Kini di penjara Mesir terjadi Ikhwanisasi. Nampaknya, demonstrasi besar-besaran tak digubris. Junta militer berhasil meyakinkan Yahudi Israel. Salah satunya dengan mengurung Gaza, menyerang Arab Badui di Sinai, dan memberangus aktivis Islam. Konpensasinya, Israel sukses melobi dunia untuk tutup mata dengan pelanggaran HAM, pelecehan agama Islam, penghapusan demokrasi yang digembar-gemborkan AS, hingga pembunuhan dan penangkapan yang dilindungi konvensi Jenewa.
Anehnya, gerakan Islam yang "rajin" menyerang Mursi dan Ikhwan "serakah" dengan Ikhwanisasi di pemerintahan, kini malah terdiam saat Ikhwanisasi di penjara. Sebagian malah berbahagia, Ikhwan diberangus. Padahal, Ikhwan adalah "madrasah". Nyawa bisa dimatikan peluru atau bulozer. Tapi fikroh itu tak akan pernah mati. Itu yang dikatakan kepala penjara.
Saya menyayangkan. Mesir sebagai Ummuddunya, harus mundur 30 tahun lagi ke belakang. Sedang Indonesia sebagai Abuddunya, masih sibuk dengan konvensi ketua partai demokrat, yang kasus korupsinya membuat Indonesia sekarat.
0 komentar:
Post a Comment