Obor Rakyat, Tabloid Monitor dan Tempo
Oleh Alfian Mujani
Laporan utama majalah Tempo: Prahara Obor Rakyat perlu dikomentari. Pertama, tulisan yang tak lebih dari sebuah pembelaan terhadap pasangan capres-cawapres Jokowi-Kalla itu, telah mengait-ngaitkan percetakan InilahKoran dengan tabloid Obor Rakyat yang menurut majalah Tempo telah memfitnah Jokowi.
Kedua, seandainya benar Obor Rakyat dicetak di percetakan InilahKoran, tanggungjawab percetakan adalah pada kualitas fisik barang cetak, bukan pada content. Perkara content sepenuhnya tanggungjawab penerbit dan pengelola di dalamnya.
Jadi, apa urusannya majalah Tempo menyerang percetakan dan pemiliknya? Kecuali percetakan ini memproduksi uang palsu dan menggandakan ajaran komunisme yang secara nyata mengancam ideologi Negara.
Karena kelakuan majalah Tempo sudah berlebihan – mungkin sudah tak kuat menyembunyikan sikap partisannya di balik sikap pura-pura independen, hal-hal yang tak begitu relevan dengan isu Obor Rakyat diserang juga. Ini memberi kesan kepada saya sebagai salah satu nama yang disebut di berita itu, majalah Tempo sebetulnya telah mengabaikan independensi dan obyektivitas yang selama ini mereka agung-agungkan sebagai sebuah rukun iman berita.
Mungkin kita masih ingat kasus tabloid hiburan Monitor milik penerbit Kelompok Kompas Gramedia yang telah diberangus karena terbukti melakukan penodaan agama Islam. Tabloid yang dipimpin Arswendo Atmowiloto itu telah menghina Nabi Muhammad melalui survei tokoh yang dikagumi. Hasil survei tabloid Monitor ini diumumkan 15 Oktober 1990. Dari 50 nama teratas yang dikagumi tercantum nama Nabi Muhammad di urutan ke-11.
Dalam kasus tabloid Monitor yang telah memicu kemarahan umat Islam pada 1990 itu, tidak ada satu pun pihak yang menghubungkan atau menyentuh percetakan PT Gramedia sebagai tempat dicetaknya tabloid tersebut. Juga tidak ada satu pun aparat hukum yang mengusik Jakob Oetama sebagai pemilik percetakan dan pemilik tabloid tersebut.
Padahal semua orang tahu bahwa Pak Jakob Oetama adalah penganut Katholik, yang bisa saja dikaitkan antara tabloid Monitor yang menghina Nabi Muhammad dengan keberagamaan pemilik Kelompok Kompas Gramedia. Tapi kan itu tidak dilakukan. Sebab, yang patut diminta pertanggungjawabab adalah Arswendo Atmowiloto sebagai pemimpin redaksi.
Lalu, mengapa majalah berita mingguan Tempo itu begitu bernafsu menghubungkan antara tabloid Obor Rakyat, percetakan PT Mulia Kencana SemestaInilah Printingdan Muchlis Hasyim sebagai salah satu pemilik percetakan itu? Sementara Setiyardi Budiono justru hanya dikupas singkat.
Saya jadi bertanya-tanya, ada masalah apa antara para pemimpin majalah Tempo dengan Muchlis Hasyim? Jika yang melatar belakangi sikap majalah Tempo itu, adalah masalah pribadi dengan Muchlis, betapa kecilnya majalah Tempo.
Saya pernah membaca tulisan Tempo edisi Jumat Februari 2012 berjudul: Ipar Wartawan Senior Ditangkap. Wartawan yang dijelaskan di berita Tempo adalah Muchlis Hasyim sebagai pendiri sekaligus pemilik situs berita online www.inilah.com. Muchlis juga disebut-sebut Tempo edisi Selasa, Februari 2012 terlibat kasus narkoba. Berita Tempo ini tak pernah diralat dan juga tak pernah minta maaf kepada Muchlis Hasyim.
Kasus penyerangan Tempo terhadap Muchlis Hasyim lewat berita Obor Rakyat ini bukan kali pertama. Lantas, ada masalah serius apa antara Muchlis Hasyim dengan orang-orang Tempo?
Apalagi Muchlis Hasyim Jahja alias MHJ pernah jadi wartawan MBM Tempo pada 1989-1990 yang tentu dia tahu persis agenda setting yang biasa dilakukan majalah ini. MHJ juga tahu persis siapa saja pemimpin dan orang-orang di balik Tempo.
So, sangat tidak pantas majalah sebesar Tempo mengajukan dua pertanyaan ke saya, Apa benar Pak Muchlis pemilik PT Mulia Kencana Semesta dan apa benar Obor Rakyat dicetak di percetakan InilahKoran?via telepon lalu dijadikan sumber untuk menurunkan laporan utama: Prahara Obor Rakyat. Sesama orang media tak sepantasnya begitu. Jangan pikir media kecil akan diam membisu.
Mengapa dalam tulisan ini direview lagi kasus SARA yang ditiupkan Kelompok Kompas Gramedia pada 1990? Ini sekadar mengingatkan bahwa kasus Monitor adalah kasus yang telah memiliki kekuatan hukum. Arswendo sudah mempertanggungjawabkannya sebagai pemimpin redaksi.
Dalam kasus Obor Rakyat, kita belum tahu persis apa bentuk pelanggaran hukum yang dilakukan tabloid ini, tapi sudah divonis SARA oleh Tempo. Perkara SARA yang digembar-gemborkan sebagai dosa terbesar Obor Rakyat, itu kan baru tuduhan.
Tuduhan tersebut belum dibuktikan secara hukum atau secara apapun. Apalagi semua isu yang diangkat Obor Rakyat itu bukan isu baru, tetapi merupakan hasil penulisan ulang dari berbagai sumber yang selama ini sudah bertebaran di banyak media. Sebagai contoh isu tentang Jokowi berdarah Tionghoa. Isu ini pernah juga ditulis di harian Rakyat Merdeka yang dikembangkan dari sosial media dan tanpa komfirmasi. Mengapa ini tidak dipersoalkan Tempo?
Kalau kita boleh jujur, pemberitaan Tempo juga bau SARA. Coba lihat di alinea 8 halaman 34 Tempo edisi terbaru dengan meminjam mulut KH Ahmad Ulinnuha, pengasuh Pondok Pesantren Azzahro, Desa Nanggulan, Kendal, Jawa Tengah yang mengaitkan antara Hatta Rajasa dengan disokong Partai Keadilan Sejahtera, yang menurut tulisan Tempo berafiliasi ke Al-Ikhwan al-Muslimun Mesir.
Kutipannya ini: Menurut Ulinnuha, pesantren di Kendal condong memilih Jokowi karena Prabowo menggandeng Hatta Rajasa, seorang Muhammadiyah, dan pencalonannya disokong Partai Keadilan Sejahtera, yang berafiliasi ke Al-Ikhwan al-Muslimun Mesir.
Tulisan Tempo ini bukan hanya berbau SARA, tetapi saya menangkap ada semangat mengadu domba antar umat Islam. Jadi, apa yang ditulis Tempo dalam soal keperpihakan terhadap capres-cawapres tertentu dan mengaitkan dengan isu keagamaan beda-beda tipis saja dengan Obor Rakyat.
Bukan kapasistas saya untuk membela Obor Rakyat. Saya tak punya urusan dengan Obor Rakyat. Tetapi di era pers bebas ini, akan lebih baik dan bijaksana jika media-media mainstream seperti Tempo, Kompas, Media Indonesia, Metro TV tak menjadi hakim atas penerbitan apapun bentuknya. Percayalah, media-media yang merasa besar dan hebat itu sama sekali bukan penentu kebenaran dari apapun soal isi penerbitan, termasuk soal Obor Rakyat. [inilah.com]
Topeng
ReplyDelete#citraEditan