DI ERA ERDOGAN, KAUM YAHUDI TIDAK BETAH HIDUP DI TURKI
Memburuknya hubungan diplomatik antara Turki dengan Israel memberikan tekanan kepada 15.000 anggota komunitas Yahudi di Turki dan mendorong para pemudanya untuk emigrasi.
Wakil Asosiasi Yahudi Turki di Israel Nesim Guvenis kepada Hurriyet Daily News hari Senin (21/10/2013) mengatakan, pernyataan anti-Semit yang dilontarkan oleh pemerintah Turki mendorong pemuda-pemuda Yahudi ingin pindah ke Eropa atau Amerika Serikat.
Ketidaknyamanan tersebut menurut Guvenis sudah dirasakan sebelum insiden Mavi Marmara Mei 2010, di mana saat pertemuan di Davos Januari 2009 Perdana Menteri Recep Tayyip Erdogan cekcok “satu menit” dengan Presiden Israel Shimon Peres.
Ketika pertemuan Forum Ekonomi Dunia (WEF) di Davos itu Erdogan meminta waktu tambahan satu menit kepada moderator untuk menuntaskan pidatonya, di mana dia mengkritik kebijakan Israel atas Jalur Gaza.
“Apakah Peres adalah seseorang yang pantas di'satu menit'kan? Di dunia dia dikenal sebagai pria damai,” kata Guvenis, mengingat perkataan Erdogan yang menuding Peres “sangat paham bagaimana caranya membunuh.”
Guvenis merupakan salah satu dari 80.000 Yahudi Turki yang pindah ke Israel tahun 1981. Alasan utamanya pindah adalah karena kedua anaknya tidak betah sekolah di Turki pada akhir tahun 1970an.
“Mereka tidak ingin ke universitas-universitas di mana kaum kiri atau kelompok lainnya menekan mereka agar berpihak di sekolah. Mereka ingin ke universitas di Israel dan kamipun harus pindah lagi setelah beberapa tahun. Dua tahun pertama di Israel sangat sulit dan kami harus belajar bahasanya. Tapi kami tidak menyesalinya,” kata Guvenis.
Pernyataan para pemimpin di Turki tentang Yahudi tidak mewakili pandangan rakyat Turki. Para pengusaha Israel sekarang juga ragu-ragu untuk berinvestasi di Turki, dibanding dulu ketika hubungan Turki masih erat, kata pria Yahudi yang mengklaim dirinya lebih “Turki” ketimbang orang-orang lain itu.(hidayatullah)
0 komentar:
Post a Comment