Cara Belanda Menghentikan Perjuangan Bangsa Indonesia: Hentikan Khilafah dan Pemikirannya!
Sudah menjadi rahasia umum di antara orang-orang Belanda, bahwa banyak Sultan Indonesia yang berbaiat kepada Khalifah di Istanbul, yang berarti bahwa semua Muslim berada di bawah kekuasaan Sultan tersebut akan menjadi warga negara Khilafah Islamiyyah.
Umat Islam di Aceh sangat menyadari status mereka. Surat kabar Sumatra Post menulis tentang hal ini pada tahun 1922:
“Sesungguhnya orang Mohammed Aceh mengakui Khalifah di Istanbul”.
Tapi tidak hanya itu, mereka juga menyadari fakta bahwa tanah mereka adalah bagian dari Khilafah Islamiyyah. Inilah salah satu alasan perlawanan sengit mereka terhadap Belanda, sebagaimana yang diakui oleh surat kabar Sumatra Post pada tahun 1922:
“Hari ini, serangan terjadi sebagai hasil dari mentalitas yang dipengaruhi oleh gagasan Perang Suci”.
“Ada kontak langsung antara penduduk asli Aceh dan pemerintah Turki. (…) Tidak kurang dari 68 bangsawan (…) memohon (…) kepada Khalifah selama tahun 1868 untuk ‘membebaskan mereka dari pendudukan asing, yaitu Belanda’. Karena, kata mereka, ‘[pendudukan mereka] semakin besar dan berbahaya dari hari ke hari, dan akan tiba saatnya mereka mengendalikan seluruh Aceh’. Karena itu, mereka, orang Aceh, meminta ‘pengiriman tentara dan pejuang, dan untuk mengumumkan kepada semua orang asing bahwa kita (orang Aceh) berada di bawah perlindungan dan merupakan warga Khalifah’.”
Tetapi Khalifah hanya berada di sisi orang Aceh. Surat kabar Nieuw Tilburgsche Courant melaporkan pada tahun 1899 bahwa Khilafah memberikan pendidikan kepada anak-anak dari berbagai sultan, untuk mendukung perlawanan mereka terhadap Belanda:
“Selama beberapa hari terakhir, seorang koresponden di Constantinopel melaporkan bahwa tujuh anak laki-laki bangsawan telah sampai di sana dan diperkenalkan ke menteri pendidikan, karena mereka harus mengikuti kursus pendidikan tinggi. (…) Orang-orang Muslim dari Jawa, menurut laporan koresponden, telah mengirim surat kepada Sultan (Khalifah) yang berisi ucapan terima kasih karena telah membawa anak-anak mereka ke sekolah-sekolah di Khilafah. (…) Sebagai konsekuensinya, empat belas pemuda dari Indonesia menerima pendidikan Mohammedan yang keras, dengan dibayar penuh oleh Sultan Constantinopel. Begitu mereka kembali ke tanah air, setelah mendalami ajaran Islam, mereka akan menjadi pejuang alami untuk Al-Quran, melawan ‘anjing-anjing Kristen’ yang memerintah negara mereka. (…)Di sini, lihatlah bahaya pan-Islamisme di provinsi Timur kita. (…) Belanda sendiri turut bersalah atas tersebarnya masalah yang diinpirasi oleh paham pan-Islamisme. Sebab, sudah terlalu lama mereka ragu untuk mendukung penyebaran agama Kristen, satu-satunya metode yang efektif melawan Islam.”
Khalifah juga mengirim perwakilan ke Indonesia untuk mendukung kaum Muslimin. Surat kabar Het Nieuws van den Dag, misalnya, melaporkan mengenai konsul Khalifah di Batavia yang mendukung gerakan pan-Islamisme:
“Di Indonesia hanya ada satu konsul, di Batavia, dan dia telah menunjukkan cukup banyak antusiasme terhadap pan-Islamisme. Oleh karena itu, pemerintah memintanya untuk diganti.”
Surat kabar yang sama menginformasikan pembacanya pada tahun 1912 bahwa Khalifah mengirim misi rahasia ke Indonesia untuk mendukung Muslim Indonesia:
“Konsul Belanda di Konstantinopel telah memperingatkan pemerintahnya bahwa utusan Mohammed telah Dikirim dari Turki ke Belanda Indonesia, dengan tugas memotivasi orang-orang Mohammed (untuk memberontak).”
Kerjasama juga terjadi sebaliknya. Mengenai keputusan Khalifah untuk membangun kereta api Hejaaz, surat kabar Het Nieuws van den Dag mengatakan pada tahun 1905:
“Raja Boni telah memberi 200 poundsterling untuk mendukung pembangunan kereta api Hijaz ke tempat-tempat suci Islam . (…) Pada saat yang sama, utusan tersebut memberi surat dari penguasa Boni kepada (Khalifah), di mana dia meminta Khalifah untuk mendukung dirinya dan sekutunya, dalam kesulitan mereka melawan penguasa Belanda”.
“Saya khawatir orang-orang Mohammedan [di wilayah yang kita kuasai] akan merasakan ketidakadilan yang sedang dilakukan saat ini. Pemberontakan dan ketidakpuasan akan semakin meningkat, di Belanda juga Indonesia.”
0 komentar:
Post a Comment