Tertahan di Perbatasan, Muslim Rohingya: “Tolong Kami, Kami Tinggal di Sini atau Dibunuh”
Penduduk minoritas Muslim Rohingya di Rakhine, Myanmar, melarikan diri dari kekerasan yang dilakukan pihak keamanan negara itu ke perbatasan Myanmar-Bangladesh.
Tetapi, penjaga perbatasan Bangladesh memaksa mundur pengungsi yang hendak menyelamatkan diri tersebut. Pengungsi pun banyak yang tertahan di wilayah pinggir Myanmar dekat Sungai Naf.
Kekerasan terhadap Warga Muslim itu meletus sesaat setelah kelompok pejuang Rohingya menyerang 30 kantor polisi pada Jumat (25/8) lalu. Bentrokan pun berlanjut pada keesokan harinya. Lebih dari 100 orang dilaporkan terbunuh.
Rakhine, wilayah termiskin di Myanmar yang juga disebut Burma, adalah rumah bagi lebih dari satu juta orang Muslim Rohingya.
Selama bertahun-tahun Muslim Rohingya mengalami kekerasan dari kelompok mayoritas Budha di Myanmar, selain dari upaya pembatasan dan penindasan.
Puluhan ribu orang Rohingya sebelumnya telah melarikan diri ke Bangladesh, dan menganggap penguasa Myanmar telah melakukan pembersihan terhadap etnis tersebut.
Dilansir BBC pada Senin (28/8), polisi Bangladesh mengatakan bahwa mereka telah memaksa 70 orang Rohingya kembali ke Myanmar pada Sabtu (26/8) setelah mencoba masuk ke sebuah kamp pengungsi dan perbatasan Bangladesh di daerah Ghumdhum.
Namun diperkirakan sekitar 3.000 warga Rohingya berhasil melintasi perbatasan dan masuk ke kamp pengungsi maupun kampung-kampung di kawasan perbatasan Bangladesh.
Seorang warga, Mohammad Zafar, berusia 70 tahun, yang berada di kamp pengungsi di Balukhali menjelaskan kepada kantor berita AFP bahwa dua anaknya ditembak mati di lapangan terbuka.
“Mereka menembak begitu dekat sehingga saya tak bisa mendengar apapun sekarang,” Kata Zafar.
Warga lain yang mengungsi ke sebuah kampung di dekah Ghumdhum mengatakan akan dibunuh jika kembali ke kampungnya. “Tolong selamatkan kami. Kami ingin tinggal di sini atau kami dibunuh,” katanya kepada kantor berita Reuters.
Sementara itu, sekitar 4.000 penduduk Rakhine yang bukan Muslim sudah dievakuasi oleh tentara Myanmar agar tidak terperangkap dalam kekerasan.
Kekerasan terbaru ini marak setelah pada Oktober 2016, sembilan polisi tewas dalam serangan di pos perbatasan. Serangan ini memicu operasi militer besar-besaran yang menyebabkan ribuan Muslim Rohingya mengungsi.
Rezim Myanmar menegaskan operasi dilancarkan untuk memburu para militan Rohingya. Kendati demikian PBB sendiri sedang menyelidiki dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang dilakukan aparat keamanan Myanmar. (Nizar Malisy/Salam-Online)
Sumber: BBC
0 komentar:
Post a Comment