Sempat Digugat, Arkeolog dan Pengadilan India Tetapkan Taj Mahal Milik Muslim
Salah satu situs bersejarah dunia, yakni Taj Mahal, didaulat sebagai warisan umat Islam. Kesimpulan ini didapatkan setelah sejumlah arkeolog pemerintah yang terhimpun dalam the Archeological Survey of India (ASI) kembai melakukan penelusuran sejarah Taj Mahal.
Dari hasil penelitian yang diperdengarkan di pengadilan India pada pekan lalu, disebutkan bahwa harta karun dunia versi Unesco itu dibangun oleh Kaisar Mughal pada abad ke-17.
Penelitian ini kembali digelar menyusul petisi yang ditandatangani enam pengacara yang mengklaim bahwa Taj Mahal bukanlah seperti yang saat ini diyakini dunia—yakni masjid serta makam istri dari Kaisar Mughal, Mumtaz Mahal—melainkan sebuah bangunan berupa kuil umat Hindu.
The Guardian melansir, ASI menolak sejumlah klaim keenam pengacara Hindu tersebut yang juga menyatakan bahwa nama asli dari bangunan Taj Mahal adalah Tejo Mahalaya yang pembangunannya didedikasikan sebagai persembahan kepada Shiva sang dewa penghancur. Petisi ini pun didukung oleh organisasi-organisasi Hindu, revisionis, serta kalangan ekstremis.
‘Proyek ambisius’ yang dianggap banyak kalangan sebagai upaya mengubah alur sejarah ini telah mengemuka di India sejak tahun 1989 setelah seorang penulis bernama PN Oak menyatakan dalam bukunya yang berjudul The True Story bahwa Taj Mahal dibangun sebelum kaum Muslimin menaklukkan tanah India dan berkuasa selama lebih dari 900 tahun.
Klaim Oak ini dimentahkan oleh Pengadilan Tinggi India pada tahun 2000 dan bahkan dipandang sebagai “seseorang yang asyik sendiri dengan obsesinya”.
Peneliti the Centre for Policy Research dari New Delhi, Seema Mustafa, mengatakan, wacana Hinduisasi Taj Mahal ini kembali menemukan tempatnya setelah Perdana Menteri India Narendra Modi serta partai yang ia pimpin berkuasa di India.
“Advokasi semacam ini (Hinduisasi Taj Mahal) mengemuka ke publik setelah PM Modi yang berasal dari partai Hindu nasionalis, Partai Bharatiya Janata (PBJ), mulai berkuasa di tahun 2014,” terangnya.
“Dengan dukungan PBJ, kelompok pengacara ini seperti mendapatkan legitimasi dari para pendukungnya dengan berupaya mencemarkan (citra) Muslim yang merupakan penguasa India selama lebih dari 900 tahun hingga kedatangan penjajah Inggris pada abad ke-18,” tambah Mustafa.
Selain itu, Profesor Aditya Mukherjee dari Universitas Jawaharlal Nehru di New Dehli memandang kritis langkah yang ditempuh pemerintahan Hindu nasionalis yang dipimpin Modi. Ia bahkan menyatakan bahwa apa yang dilakukan pemerintah India beserta keenam pengacaranya hanyalah bagian dari apa yang ia sebut sebagai “balas dendam sejarah”. Klaim kelompok ini menurutnya mengawang-ngawang alias tanpa dasar fakta sejarah.
“Tidak masalah jika terdapat beda pandangan (dalam menyikapi sejarah Taj Mahal). Tetapi, Anda tidak mungkin menjadikan imajinasi sebagai landasan sejarah,” jelasnya seperti dikutip The Telegraph. (al-Fath/Salam Online)
Sumber: The Guardian, The Telegraph
0 komentar:
Post a Comment