Kudeta Mesir: Mengapa Sikap Salafy Pecah?

By: Nandang Burhanudin
*****

Menarik untuk dicermati, Salafy sebagai organisasi yang bermanhaj kepada jejak-jejak Salafusshalih dan "mengklaim" paling dekat dengan tuntunan Al-Qur'an dan Sunnah Rasul. Namun kini, di tataran realita suka atau tidak suka, setuju atau tidak setuju, mengalami friksi yang cukup parah.

Sebagai contoh, Salafy di Mesir antara Salafy versi Syaikh Hazim Ismail-Syaikh Muhammad Hassan dengan Salafy Syaikh Brahmini-Hizb An-Nur yang nampak bertolak belakang 180 derajat. Syaikh Hazim Ismail menolak tegas kudeta dan tetap mendukung Presiden legal hasil pemilu, Dr. Mursi. Sementara Syaikh Brahmini-Hizb An-Nur bersikukuh mendukung kudeta dan pro terhadap perubahan konstitusi yang dilakukan secara inskonstitusional. Lebih parah lagi, memiliki ijtihad yang "menoleransi" pembantaian terhadap masyarakat sipil yang tengah shalat-puasa-dan demonstrasi.

Menurut Syaikh Al-Qardhawi, sejak lama Salafy itu pecah. Beliau membagi ke dalam lima kelompok. Namun hal ini belum akan disampaikan pada tulisan ini. Saya tertarik memahamkan dulu, sebab-sebab perpecahan dan timbulnya friksi di kalangan Salafy.

Dr.Raghib As-Sirjani menyampaikan analisanya, minimal ada 10 penyebab Salafy itu pecah. Namun saya hanya ingin menyampaikan 3 dulu, karena diyakini yang 3 ini pun akan mengundang perdebatan panjang.

1. Ikhtilaf dalam pemahaman yang diiringi ta'asshub terhadap pendapat.
Jika ikthilaf dalam masalah yang amalan sunnah penyempurna saja, Salafy begitu gigih dan kukuh dengan pendapatnya. Maka tak aneh, bila mereka pun kukuh dengan pendapat menganggap Ikhwan sebagai Khawarij dan keluar Sunnah. Anehnya saat diminta untuk menunjukkan, mereka tak mampu menunjukkan kesalahan-kesalahan itu. Selain karena doktrin yang telah mendarah daging. "Pokoknya salah! Titik!" Bagi tipe ini, mendukung penguasa zhalim yang ahli maksiat lebih baik daripada mendukung pemimpin adil yang "menurutnya" keluar Sunnah. Sebuah pendapat ta'asshub! Tak ayal membuat pandangan Salafy tipe ini sangat gulita menafsirkan realita!

2. Hubburriyasah wazh-zhuhur (Cinta Tahta dan popularitas).
Saya pikir, jika seseorang sudah benar-benar menjaga sunnah, itu akan melahirkan ketulusan dan keikhlasan luar biasa. Namun ternyata dugaan itu salah. Justru ketika itulah, mereka gelisah jika suatu masjid belum dipimpin oleh imam mereka.
Episode Mesir, membuka tabir semua itu. Bagaimana Mursi dan IM berjibaku sendiri, menghadapi gempuran dari kaum sekuler-liberal-muslim ambigu. Padahal Mursi sudah membagi beberapa jabatan strategis keapada kader-kader Salafy. Namun IM ditikung dari belakang. Dr. Nader Bakkar ternyata sudah diberitahukan, Mursi akan dikudeta dua hari sebelum terjadi.

3. Klaim Paling benar dan kelompok Salafy lah kelompok paling benar.
Memang tidak semua beranggapan seperti itu. Namun hampir kebanyakan saudara-saudara muslim yang bermanhaj Salafy, akan menganggap musli yang lain sebagai muslim abu-abu.
Kalangan NU dianggap ahli bid'ah. Kalangan Muhammadiyah+Persis dianggap Ahlus Sunnah yang remang-remang. Bahkan organisasi sekelas Ikhwanul Muslimin saja dianggap sebagai Khawarij.
Maka jangan berharap pintu dialog bisa terbuka. JIka pun dialog ada, maka jangan berharap bisa lapang dada menerima kenyataan kita ini kepala sama hitam tapi pendapat bisa berlainan. Stigma-stigma miring akan mudah dilontarkan; Kafir, Munafik, mubtadi', ahlunnar, ahlus syahwat, ahlum ma'shiat, dan julukan yang membuat kita bertanya, betulkan mereka sudah dijamin masuk surga?

Sungguh, saya pribadi tidak antisalafy. Bahkan dari serangkaian buku yang ditelaah, maka dipastikan saya membaca -walaupun mungkin tidak sempat talaqqi- buku-buku karya ulama Salafy yang makruf. Namun fatwa-fatwa dan ijtihad yang disampaikan di buku-buku itu, menjadi "bias" setelah sikap Salafy An-Nur tentang kudeta di Mesir. Wallahu A'lam.

DVD MURATTAL
Share on Google Plus

About MUSLIMINA

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Post a Comment