Yang Ditakuti Itu “Islam Sebagai Doktrin Politik”

Oleh : Ibnu Fatkan

Tahun 2013 memang tahun yang fenomenal bagi umat Islam. Kejadian-kejadian yang dialami umat Islam dengan segala seluk beluknya di penjuru dunia telah membuka mata setiap orang untuk memberikan penilain masing-masing. Di Indonesia ada kasus daging sapi yang dialami oleh LHI yang notabene adalah seorang ustadz tokoh muslim petinggi sebuah partai dakwah (PKS) yang mengusung keislaman sebagai jalan politiknya. Seiring dengan berjalannya waktu opini-opinipun terbentuk bahwa Partai Islam tidaklah merepresentasikan Islam itu sendiri, sehingga hal itu menjadi kampanye terselubung untuk mengatakan : “Parpol tidak usah bawa nama-nama Islam toh di dalamnya juga ada yang korupsi”  dengan kata lain : “Pisahkan Islam dengan perpolitikan (baca : sekuler)”

Di Mesir, kudeta militer yang memakan banyak korban juga menjadi ajang tebar pesona. Berbagai pihak dengan kekuatan medianya berusaha menyudutkan Al-Ikhwanul Al-Muslimun ( IM) sebagai satu-satunya pihak yang bersalah atas tragedi berdarah di negeri Kinanah. Opinipun terbentuk bahwa IM yang mengusung keislaman lewat jalur politik telah melakukan kejahatan sehingga cap teroris pantas disematkan kepada tokoh-tokohnya. Dan kampanye “Islam jangan memasuki ranah politik” sedang berlangsung baik disadarai atau tidak.

Kemudian kasus Miss World yang begitu heboh sampai-sampai bisa saja menimbulkan pertempuran berdarah dalam puputan antara dua kubu yaitu ormas-ormas Islam (kontra MW)  vs para pecalang (pro MW). Kalau dalam sejarahnya puputan itu selalu melawan pihak asing (penjajah) yang ingin menguasai Bali, dalam episode ini lain cerita. Pertempuran sesama satu bangsa. Ditengarai oleh MW yang dipersepsikan berbeda menurut ideologi masing-masing.

——–

Dalam sejarahnya, Islam sebagai doktrin  politik memang lebih dikhawatirkan daripada Islam sebagai agama. Islam sebagai doktrin politik telah melahirkan berbagai perlawanan terhadap penjajah di pelosok negeri yang sangat merepotkan dan merugikan aspek moril dan materil penjajah. Perang Aceh dan perang Diponegoro contohnya, meskipun dalam buku sejarah perang Diponegoro digambarkan hanya karena masalah tanah leluhur padahal ada hal lain yang lebih prinsipil dari itu.

Untuk mematahkan perlawanan umat Islam nusantara, Snouck Hurgronje, penasihat pemerintah kolonial Belanda, tokoh orientalis yang menguasai dunia keislaman pernah menyampaikan sarannya kepada pemerintah kolonial Belanda (Dutch Islamic Policy) bahwa : “Yang harus ditakuti pemerintah (baca : pemerintah Belanda) bukanlah Islam sebagai agama, tetapi Islam sebagai doktrin politik. Biasanya dipimpin kaum minoritas yang fanatik, yakni ulama yang membaktikan hidupnya terhadap cita-cita Pan Islamisme. Golongan ulama ini lebih berbahaya kalau pengaruhnya meluas ke desa-desa. Karena itu disarankan supaya pemerintah bertindak lemah lembut terhadap Islam sebagai agama dan sebaliknya bertindak tegas terhadap Islam sebagai doktrin politik.”

Mengikuti saran ini, pemerintah Belanda berusaha menyempitkan ruang gerak dan pengaruh Islam. Hal ini dapat dicapai salah satunya melalui kerjasama kebudayaan antara Indonesia dan Belanda untuk membentuk pola pikir yang kebarat-baratan. Kemudian pemerintah Belanda juga memperalat golongan priyayi yang selalu berdekatan dengan pemerintah (karena mayoritas dari mereka menjabat sebagai pamong praja) agar terus mendukung kebijakan pemerintah meskipun sering merugikan kaum pribumi dengan iming-iming materi.

Selain itu, pemerintah Belanda juga merangkul para pemangku adat agar mereka melawan gerakan Islam dengan membenturkan kedua belah pihak dalam sebuah konflik sensitif berbungkus tradisi lokal vs Islam universal yang dipersepsikan sebagai Wahabi yang akan mengganti budaya lokal dengan budaya Arab.

Stretegi pecah belah terus dijalankan agar ideologi-ideologi yang berbahaya tidak tumbuh dan mengancam pemerintah. Ulama-ulama yang bisa dibeli dimanfaatkan untuk mempengaruhi rakyat agar mereka terus duduk manis menikmati penjajahan.

———-

Sejarah yang berulang masih berlaku. Saat ini, ideologi Islam yang diusung oleh berbagai elemen masih menjadi ancaman besar yang harus segera diantisipasi sebelum akhirnya menjadi bom waktu yang akan meledak kapan saja. Kampanye besar-besaran untuk menyingkirkan Islam sebagai doktrin politik sedang digalakkan melewati berbagai aspek kehidupan diantaranya lewat HAM, emansipasi wanita dan demokrasi. Perang pemikiran sedang berlangsung. Media-media menjadi alatnya agar Islam itu hanya dipahami sebagai sebuah tatanan yang terbatas pada aspek ritual semata.

Wallahu a`lam… DVD MURATTAL
Share on Google Plus

About MUSLIMINA

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Post a Comment