Surat edaran tersebut mengatur penggunaan seragam sekolah di tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah di seluruh DKI Jakarta. Dalam salah satu aturan seragam pada surat itu, Kadisdik Provinsi DKI Jakarta, Lasro Marbun mengumumkan bahwa pakaian muslim yang biasa digunakan setiap hari Jum’at berubah menjadi pakaian khas Betawi.
Sepintas tidak ada yang salah dalam peraturan tersebut, namun seorang guru sekaligus orang tua pengguna media sosial Whatsapp pada Kamis (24/7/2014) menyatakan bahwa ia khawatir akan timbul penurunan moral para siswa. Pasalnya, para siswa akan semakin minim kesempatan berpakaian menutup aurat, sebab di hari lain, kebanyakan siswi mengikuti cara berpakaian seragam yang serba mini dan ketat, seperti dicontohkan pada berbagai sinetron.
Terlebih DKI Jakarta merupakan ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia, maka dikhawatirkan akan menjadi peluang bagi ibukota provinsi lainnya dalam pemberlakuan aturan seragam sekolah yang kian liberal ini. “Naudzubillahi mindzalik,” ujarnya.
Tak berharap ada keberpihakan dari Ahok (Wakil Gubernur DKI Jakarta), pengguna media sosial lainnya berdoa agar kebijakan tersebut dapat diintervensi oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, sehingga para warga akan menginisiasi petisi agar kebijakan itu dapat direvisi kembali. Diharapkan Kadisdik DKI Jakarta tetap menjadikan Jum’at sebagai hari berpakaian Muslim dan pakaian Betawi dapat dialihkan ke hari lain. Hal tersebut juga terjadi di Kota Bandung, yang menjadikan Jum’at sebagai hari berpakaian Muslim dan hari Rabu sebagai hari berpakaian khas Sunda, sekaligus berbahasa Sunda, yang biasa disebut oleh Walikota Bandung, Ridwan Kamil sebagai Rebo Nyunda.
Sementara para pengguna medsos asal Daerah Istimewa Yogyakarta berharap pemerintahan DIY memiliki prinsip memegang syari’at yang baik, sehingga terhindar dari kebijakan liberal seperti itu. Laa hawla walaa quwwata illabillahil ‘aliiyil adziim. (adibahasan/arrahmah.com)
0 komentar:
Post a Comment