Perang Gaza dan Makna Politiknya
Majed Kayale
Waktu sebulan mengagresi Gaza jauh lebih lama dibanding perang 'Israel' di tahun 1967 yang kala itu 'Israel' berhasil menaklukkan dan mencaplok tiga wilayah dari tiga negara Arab; Palestina (Jalur Gaza, Tepi Barat dan Al-Quds), Suriah (dataran tinggi Golan) dan Mesir (Sinai). Wilayah jajahan dalam perang 67 ini jauh lebih luas di banding dengan perang tahun 1948. Namun dalam agresi ke Gaza yang waktunya jauh lebih lama, 'Israel' mendapatkan perlawanan keras yang tidak pernah mereka prediksi. Tak seorang tahu bagaimana dan kapan peperangan atas Gaza berhenti dan bagaimana berakhir nasib Palestina atau 'Israel'.
Masalah – buat 'Israel' – perang sejenis seperti ini adalah ketiga kalinya dalam enam tahun (2008, 2012 dan 2014 ini. Ini berarti Palestina sangat sulit ditaklukkan dan dipatahkan, meski pembunuhan dan penghancuran begitu massif mereka lakukan.
Gaza bukanlah sebuah imperium dan negara kuat. Gaza hanyalah tempat yang sangat sulit untuk bertahan hidup karena iklim, sumber daya alamnya yang miskin, dan karena penduduknya yang padat. Di tambah lagi ini wilayah yang diblokade sejak tujuh tahun lalu. Nemun demikian, wilayah ini selalu menjadi target militer 'Israel'.
Luas Gaza hanya 360 km persegi atau hanya 1,33 % dari keseluruhan wilayah Palestina dan hanya 6 % dari wilayah asumsi negara Palestina (bersama Tepi Barat). Ia hanyalah jalur sempit di pantai selatan sepanjang 41 km dan seluas antara 5 dan 15 km dan dihuni oleh sekitar satu juta warga Palestina, sebagian besarnya adalah pengungsi dari wilayah Palestina jajahan 1948.
Dari realita yang ada, tanpaknya Hamas yang diwakili oleh Brigade Izzudin Al-Qassam bersama perlawanan Palestina lainnya mempersiapkan diri jauh lebih baik dari dua perang sebelumnya dari persenjataan, keahlian, dan memenej perang sampai bisa melepaskan serangan roket ke jantung 'Israel'. Saat menghadapi pasukan elit 'Israel', kelompok perlawanan pun sangat hebat tanpa diduga dan mampu memberikan pukulan yang merugikan mereka.
Bagi Hamas, perang ini adalah perang atas eksistensi dan posisi. Sebab dalam kondisi sulit setelah sebelumnya dikucilkan pasca Ikhwan naik di Mesir. Sumber dana Hamas pun mengecil di tambah blockade.
Bagi Hamas tanpaknya perang ini adalah peperangan memperjuangkan nasib. Tidak ada pilihan lain bagi Hamas kecuali mengubah perimbangan kekuatan agar memiliki posisi kuat di hadapan 'Israel'.
Agaknya, factor positif yang berpihak kepada Hamas dalam perang karena pertempuran ini terjadi setelah kesepakatan Palestina dicapai untuk membentuk pemerintahan koalisi nasional mengakhiri perpecahan.
Bagi 'Israel', perang ini ingin dijadikan untuk menundukkan Palestina dan membunuh semangat perlawanan dan sebagai pertempuran mempertahankan citranya sebagai negara menakutkan di kawasan.
Tentu taka da penyebab yang perlu meyakini bahwa 'Israel' akan berusaha mengakhiri kekuasaan Hamas di Gaza selama perang sebab perpecahan Palestina, dan pemisahan Tepi Barat dari Jalur Gaza adalah untuk kepentingan 'Israel'. Sehingga tujuan utama dan langsung perang dalah usaha melemahkan kemampuan Hamas secara militer tanpa menyingkirkannya secara politik.
Di sisi lain, Hamas memiliki tiga masalah; pertama, perbedaan besar antara kekyatan dan persenjataan dengan 'Israel'. Kedua, Hamas memasuki perang sendirian kecuali bersama kelompok perlawanan tanpa pendukung. Sementara dunia internasional dan Arab hanya absen atau bahkan mendukung 'Israel'. Ketiga, 'Israel' sengaja membidik sipil dan fokus menghancurkan rumah-rumah dan fasilitas umum sebagai tekanan kepada perlawanan.
Di perang pertama “Cast Lade” ke Gaza tahun 2008-2009, 'Israel' membunuh 1400 warga Palestina melukai ribuan lainnya di Jalur Gaza, sementara hanya sembilan warga 'Israel' yang tewas. Di perang kedua “Pillar of Claud” tahun 2012, tercatat 191 warga Palestina gugur, 1500 luka, dan ganya enam warga 'Israel' tewas dan 222 orang lainnya luka meski kelompok perlawanan melepaskan 1700 roket ke 'Israel'.
Namun dalam perang saat ini, sebanyak 1900 warga Palestina gugur, 10 ribu luka, dan 64 warga 'Israel' (sesuai sumber 'Israel') atau 100 lebih berdasarkan sumber Palestina.
Artinya, perbandingannya dari pertama hingga ketiga adalah 1 banding 150, 1 banding 31, dan 1 banding 25. Dengan kata lain perbandingan kerugian di kalangan Palestina dan 'Israel' mengalami penurunan. Namun Intifadah tahun 2000 – 2004 kerugian nyawa 'Israel' lebih banyak sebanyak karena hanya 1 banding 4 dimana selama rentang Intifadah sebanyak 1022 'Israel' tewas berbanding 4000 warga Palestina.
Yang menarik, heroisme dan ketegaran Gaza dan perlawanannya memberikan persepsi saya yang merugikan; penggambaran bahwa Hamas bersama faksi perlawanan menjadi kekuatan militer dengan roketnya seakan sejajar dengan militer 'Israel'. Kedua, Jalur Gaza memungkinkan menjadi wilayah atau pangkalan militer untuk membebaskan Palestina.
Kesan pertama tidak benar dan menyesatkan serta asumsi berlebihan sebab tidak didasarkan kepada realita kemapuan Palestina dan keterbatasannya.
Kesan kedua membebankan kepada Jalur Gaza yang dihuni sekitar 1 juta warga di 1,3 % wilayah Palestina tanggungjawab membebaskan Palestina dan mengalahkan 'Israel'. Padahal Jalur Gaza diblokade dan tidak memiliki sumber daya yang cukup dan mengandalkan pasokan listrik dari 'Israel'.
Dua gambaran salah ini akhirnya menutupi citra 'Israel' sebagai penjahat, kekuatan colonial, rasis dan penebar permusuhan. Seakan menyamakan antara korban yang lemah tak berdaya.
Sebagai hasil dari spirit kemenangan bisa diterima kesan semacam ini, namun itu tidak cukup dalam strategi konflik melawan 'Israel' serta tidak mempengaruhi perimbangan kekuatan. (at/Infopalestina.com)
0 komentar:
Post a Comment