Oleh: Rudi Hendrik, wartawan Mi’raj Islamic News Agency (MINA).
Setelah satu per satu kekejaman menerpa fisik dan psykis para tahanan di berbagai negara konflik, kini giliran tahanan Mesir yang mencoba berkisah kepada dunia tentang kekejaman pemerintah dan militernya dalam memperlakukan manusia yang dianggapnya sebagai “ancaman”.
Setelah satu per satu nyawa para tahanan terenggut dalam mimpi buruk siangnya, kini giliran tahanan Mesir yang mencoba menitipkan nyawanya pada video ponsel yang dibuatnya dan diselundupkan hingga jatuh ke tangan wartawan Al Jazeera.
Dengan menjaga kerahasiaan para tahanan pembuat video dan tahanan yang bersaksi di dalamnya, Al Jazeera mempublikasikan rekaman video dan beritanya pada 9 Maret 2014.
Rekaman video tahanan itu berisi gambaran sel tahanan yang tidak layak di penjara Mesir dan membeberkan gambaran penangkapan dan penyiksaan sewenang-wenang serta pengakuan paksa oleh aparat penjara.
Video tersebut direkam dengan ponsel yang diselundupkan keluar dari penjara dan diperoleh wartawan. Ini adalah rekaman bukti pertama yang menunjukkan tahanan memberikan penjelasan tentang kondisi penjara dari dalam sel-sel mereka.
Ini adalah link video tersebut:
http://www.aljazeera.com/news/middleeast/2014/03/videos-from-egypt-prisons-paint-bleak-picture-2014388433904126.html
"Mereka menyiksa saya dengan cara yang tidak bisa saya jelaskan. Mereka memaksa saya menghafal pengakuan, mereka mengatakan kepada saya, 'Kamu akan berdiri di depan seseorang dan kamu harus mengatakan apa yang kami beritahu kepadamu kata demi kata'," kata seorang pria muda yang mengaku sebagai mahasiswa.
"Mereka bertanya kepada saya tentang hal-hal yang saya tidak mengetahuinya dan tentang orang-orang yang saya tidak kenal. Mereka mengatakan, mereka akan membawa ibu saya ke sini dan memperkosanya di depan saya. Karena semua penyiksaan dan ancaman yang mereka buat, saya mengatakan kepada mereka, ‘Saya akan mengatakan apa pun yang Anda inginkan’," kata sang tawanan.
Ia mengatakan bahwa ia dipukuli setiap kali ia menahan diri untuk menjawab.
Penyiksaan di penjara 'tidak mungkin'
Ketika ditanyakan oleh Al Jazeera, baik Kementerian Dalam Negeri dan Informasi Mesir, keduanya menolak berkomentar.
Namun, Menteri Dalam Negeri Mohamed Ibrahim membantah klaim adanya penyiksaan di penjara Mesir.
Dalam wawancara di sebuah talk show di saluran swasta pada 20 Februari lalu, Ibrahim mengatakan, "Tidak mungkin ada setiap bentuk penyiksaan terjadi di penjara Mesir."
Ia juga menegaskan bahwa tidak ada orang yang ditangkap secara sewenang-wenang di Mesir, baik pelaku protes non-damai atau yang memiliki senjata.
Dalam salah satu laporan yang bocor, tahanan menjelaskan bagaimana ia ditangkap di bulan November tahun lalu.
"Saya melihat seorang pria mengenakan pakaian sipil. Saya bertanya, 'Apa yang terjadi?’ Namun ia meminta saya untuk menyebut organisasi saya. Saya katakan, saya bukan milik organisasi mana pun," katanya dalam video itu.
"Ia kemudian menarik keluar tongkatnya dan memukuli saya. Ia memaksa saya berlutut dan ketika saya membalikkan wajah, saya melihat seorang mahasiswa jatuh ke tanah saat ditembak wajahnya dengan birdshot. Temannya yang sedang berjalan dengannya, wajahnya juga telah berlumuran darah, tapi polisi masih memukulinya," tambah sang tawanan.
Al Jazeera tidak dapat memverifikasi keaslian laporan itu, namun kesaksian itu menguatkan pengakuan mantan tahanan yang berbicara kepada Al Jazeera tentang penangkapan dan kondisi mengerikan di pusat-pusat penahanan Mesir.
Lebih 21 ribu orang
Menurut Wiki Thawra, lembaga yang diprakarsai oleh Egypt Centre untuk Hak Ekonomi dan Sosial yang mendokumentasikan peristiwa di Mesir sejak revolusi 25 Januari 2011, lebih dari 21.317 orang ditahan atau menghadapi penangkapan oleh pasukan keamanan Mesir antara Juli hingga Desember 2013.
Pemerintah Mesir telah berjanji bersikap keras terhadap pengunjuk rasa anti-kudeta yang sebagian besar adalah pendukung mantan Presiden Muhammad Mursi dan Ikhwanul Muslim, yang juga bertekad terus melakukan protes setiap hari di ibukota dan di tempat lainnya.
Pemerintah Mesir menganggap, apa yang dilihatnya sebagai ancaman terhadap keamanan nasional, sehingga pada tanggal 25 Desember pemerintah menetapkan Ikhwanul Muslimin sebagai “kelompok teroris” dan semakin banyak orang yang bisa dibawa ke penjara.
Seiring penetapan itu, disahkan pula undang-undang anti-protes yang mendorong anggota oposisi liberal turun ke jalan, semakin menjadi alasan bagi para tahanan politik bermalam di lebih 24 pusat tahanan Mesir serta penjara kepolisian.
Hukuman mati atau seumur hidup
Sebuah keputusan yang dikeluarkan oleh Presiden Sementara Adly Mansour pada September lalu mengatakan bahwa setiap tersangka yang didakwa dengan kejahatan, akan membawa kepada ancaman hukuman mati atau penjara seumur hidup, serta dapat dikunci dalam penahanan pra-sidang tanpa batas.
Kelompok-kelompok HAM menilai keputusan itu bukan hanya sebatas tahanan hukum, tapi juga memberikan sumbangan “inflasi” bagi jumlah tahanan politik.
Menurut Wiki Thawra, sebanyak 4.809 orang ditahan selama masa jabatan satu tahun Mursi, namun tidak ada catatan laporan jumlah tahanan di tahun-tahun sebelumnya.
Sel penuh sesak
Dalam video lain, seorang tahanan muda menjelaskan bagaimana dirinya dihukum.
Ia dibawa ke markas Keamanan Nasional dan ia mengatakan bahwa ia dan 16 tahanan lainnya diminta untuk mengakui "kami memiliki organisasi".
Setelah memperpanjang penahanan mereka selama 15 hari, pemuda itu mengaku, "Mereka (keamanan) membawa kami ke penjara dan di sana kami diadili. Itu adalah pengadilan kangguru, tidak ada bukti yang disajikan, tidak ada saksi, bahkan tidak ada jaksa penuntut yang hadir."
"Hakim memvonis kami dua setengah tahun penjara. Saya mengajukan banding putusan, tapi tiga bulan telah berlalu sekarang, dan saya dihukum karena tidak melakukan kesalahan apa pun," katanya.
Semua tahanan bersaksi di depan kamera menceritakan bagaimana sempitnya sel mereka.
"Sel saya kecil, meskipun banyak tahanan yang dipenjara di sini. Kami tidur dengan kaki kami sendiri satu sama lain," kata seorang tawanan yang lebih tua di dalam video.
Sementara itu, tahanan politik melaporkan bahwa mereka ditahan di sel yang sama dengan tahanan penjahat.
"Kami dimasukkan ke dalam sel tahanan bersama sekitar 70 atau 80 tahanan lainnya. Itu penuh dengan asap, kami tidak bisa bernapas dengan udara bersih," kata salah seorang tahanan politik.
"Kami menghirup asap rokok dan ganja, asap obat yang belum pernah terhirup atau bahkan terlihat sebelumnya dalam hidup saya," katanya. "Itu adalah pengalaman yang sangat aneh karena saya tahu setiap jenis obat yang ada di Mesir."
"Setiap jenis obat yang beredar di Mesir ada di dalam sel polisi dan di bawah hidung Kementerian Dalam Negeri," tambahnya.
Perjuangan tahanan di Hari Perempuan Internasional
Berbeda dengan Mesir, kasus-kasus siksaan tahanan Palestina di penjara-penjara Israel, sudah lama terbongkar dan sudah lama menjadi sorotan masyarakat internasional. Dan tidak pernah berhenti pula para tahanan Palestina memperjuangkan hak-hak dan kebebasannya meski dari balik jeruji besi.
Pada tanggal 9 Maret, sekitar seribu tahanan Palestina menginformasikan pada pengelola penjara Negev, Israel, tentang niat mereka untuk terus melakukan mogok makan bulan depan sebagai bentuk perlawanan.
Klub Tahanan Palestina dalam pernyataannya yang bertepatan pada Hari Perempuan Internasional, 8 Maret, mengatakan aksi mogok yang para tahanan lakukan adalah bentuk protes terhadap inspeksi memalukan dan penghinaan kepada keluarga para tahanan dan penundaan jam berkunjung.
Klub juga mengatakan, para tahanan mengeluh terhadap kelalaian layanan medis.
Klub menyebutkan, Israel menahan 22 tahanan wanita Palestina di penjara wanitanya.
Menurut catatan, 15 tahanan perempuan dijatuhi hukuman, sementara tujuh lainnya ditahan tanpa pengadilan. Sebanyak 17 dari mereka dipenjara di Hasharon (Telmond), penjara di pusat Israel.
Dalam pernyataan juga diungungkapkan, tahanan tertua bernama Leina Jarbouni (38) dari kota Arab, Arabeh di Israel dan yang termuda adalah Maram Hassouneh (18) dari kota Nablus, Tepi Barat.
Para wanita Palestina itu ditangkap karena menentang pendudukan Israel. Beberapa dari mereka menderita diabetes, tekanan darah tinggi, nyeri otot dan sendi, ginjal dan masalah mata.
Kelompok itu menyeru masyarakat internasional untuk memikul tanggung jawab mengenai para tahanan Palestina di penjara-penjara Israel dan menekan Israel untuk membebaskan mereka.
Masalah tahanan perempuan telah mendapatkan banyak perhatian sejak pelaksanaan tahap pertama dari kesepakatan pertukaran tahanan pada Oktober 2012, membebaskan 1.027 tahanan pria dan wanita Palestina yang ditukar dengan tentara Israel Gilad Shalit.
Menurut statistik Palestina baru-baru ini, Israel menahan 4.900 tahanan Palestina di 23 penjara dan kamp penahanan di Israel dan Tepi Barat, di antaranya 234 anak-anak, 15 anggota DPRD Palestina, 135 di tahan tanpa proses pengadilan dan ratusan menderita karena kelalaian medis.
Kejamnya penjara Suriah
Dunia internasional sempat diguncang oleh berita kematian Abbas Khan, dokter asal Inggris yang melakukan misi kemanusiaan dalam konflik Suriah.
Abbas adalah seorang pekerja kemanusiaan yang melakukan perjalanan ke Suriah sebagai relawan, sebelum pada akhirnya ditangkap dan dimasukkan ke dalam penjara.
Namun, kematiannya diumumkan pada bulan Desember lalu, hanya beberapa hari sebelum tanggal pembebasannya.
Pemerintah Suriah mengatakan, Abbas bunuh diri di penjara dengan cara mencekik dirinya menggunakan piyama. Namun Fatima Khan, ibu sang dokter, menuduh rezim telah membunuh anaknya.
Tahanan politik
Beberapa hari sebelum perundingan Jenewa pada akhir-akhir Januari, sebuah laporan muncul yang bertujuan menunjukkan bukti-bukti penyiksaan dan pembunuhan sistematis terhadap sekitar 11.000 tahanan.
Namun para pejabat pemerintah Suriah di Jenewa membantah keaslian laporan tersebut. Mereka menuding “permusuhan” Qatar berada di balik pembuatan foto itu dan telah merekayasa laporan.
Organisasi HAM internasional yang berbasis di New York mengatakan bahwa penahanan dan penyiksaan sewenang-wenang telah menjadi "bisnis yang biasa bagi pasukan keamanan Suriah".
Wartawan di Jenewa meminta Wakil Menteri Luar Negeri Suriah, Faisal Maqdad, memberi keterangan tentang daftar puluhan ribu nama dan foto tahanan yang diungkapkan oleh oposisi Suriah kepada PBB.
"Ketika kami memeriksa daftar tersebut, kami menemukan bahwa 60 sampai 70 persen dari orang-orang di dalamnya, belum pernah di penjara. Dua puluh persen orang dalam daftar sudah dibebaskan dari penjara. Dan sisanya, kami tidak tahu apa-apa tentang mereka," jawab Maqdad.
Sumber:
Mi’raj Islamic News Agency (MINA).
Al Jazeera, Anadolu Agency, Saudi Gazette
- Blogger Comment
- Facebook Comment
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
0 komentar:
Post a Comment