Pada 3 Oktober 2013 lalu, Al-Hiwar TV melakukan wawancara dengan seorang kerabat Hamdi Kamal Hussein. Hamdi adalah salah satu sniper (penembak jitu) yang terlibat dalam pembantaian para demonstran di Masjid Rabbia Al Adawiya Juli-Agustus 2013 lalu. Hamdi sendiri dan adiknya akhirnya ditembak mati oleh Polisi ketika aparat rezim gila Mesir itu menyerang desa Hamdi.
Berikut adalah transkrip wawancara yang dimuat oleh Middle East Monitor pada Rabu (8/10) kemarin:
Al-Hiwar (H): Sekarang kita bersama Osman Hamidah, kerabat dari Hamdi Husein, salah satu sniper (penembak jitu) pada pembubaran kamp di Masjid Rabbia Al Adawiya. Ia berada di Bani Suef Mesir dan diwawancarai melalui telepon:
Osman (O): Hamdi adalah seorang pemuda dari desa. Ia dikenal sebagai pemuda yang baik di desanya. Ia biasa duduk bersama kami di desa, dan bercerita kepada kami bagaimana ia sangat sedih dan menyesal telah terlibat membunuhi para demonstran damai di Rabia.
Dia mengatakan kepada kami bahwa ia telah diancam oleh delapan orang. Salah satunya adalah atasannya yang mengatakan kepadanya, “Jika Anda tidak membunuh mereka (para demonstran), kamilah yang akan membunuh Anda, dan tidak akan ada yang tahu tentang Anda.”
Hamdi bekerja di badan intelijen kepolisian Mesir. Dan ia harus mematuhi apa yang mereka perintahkan kepadanya. Dan apa yang ia lakukan, selalu ada yang memantau. Pada awalnya Hamdi dikenal di desanya sebagai penembak burung yang akurat, kemudian ia meniti karir sebagai sniper (penembak jitu) yang handal. Di kementerian dalam negeri, ia dijuluki “si penembak merpati “.
Nama lengkapnya Hamdi Kamal Hussein Hamid. Pada hari yang sama ia terbunuh, adik kembar perempuannya bernama Ridha juga terbunuh. Insiden tersebut terjadi pada 23 September 2013 lalu, dimana tiba-tiba polisi menyerang desanya. Banyak orang di desanya diserang oleh polisi, termasuk seorang pria tua cacat yang dikenal bernama Sheikh Sya’ban Ibrahim, yang merupakan paman Hamdi sendiri. Dia adalah saudara kandung ayahnya Hamdi.
Padahal Sheikh Sya’ban tidak berafiliasi pada partai politik mana pun. Dia adalah seorang tua yang cacat. Putranya, Imad, juga ditangkap oleh polisi dan diseret dari rumah hanya beberapa hari setelah pernikahannya. Polisi Mesir datang ke desa ini secara tiba-tiba lalu menahan seseorang berjenggot yang mereka temukan di jalan tanpa surat perintah dan tanpa diketahui apa kesalahannya—hanya karena ia berjenggot dan dicurigai sebagai anggota militan Islam.
Kemarin, polisi menahan dua orang guru bernama Muhammad Lamlum dan Abdul Jawad Sabir, yang sangat dihormati di desa ini. Polisi juga menahan Abul Hasan dan seorang insinyur bernama Alaa Salah bersama-sama dengan ayahnya. Mereka ditahan bersama Issam, Radwan, dua guru yang sangat dihormati, serta Samir Abu Al-Askari, orang baik dan sangat dihormati di desa. Mereka juga menahan Abdel Jawad Abdel Wali, guru dan muazin desa. Mereka juga menahan Muhammad, guru yang sangat dihormati . Mereka menahan siapapun yang mereka inginkan, tidak peduli apakah ia seseorang yang memiliki afiliasi politik atau tidak. Mereka ingin menghancurkan desa-desa di Mesir, terutama yang dicurigai mendukung Presiden Mursi. Mereka tidak berniat untuk mengelola atau membangun Mesir. Mereka adalah pelaku kudeta brutal yang destruktif.
H: Mengapa Hamdi dibunuh? dan bukannya ditangkap?
O: Itu pertanyaan yang sangat tepat. Pertama-tama, ketika mereka (polisi) menangkapnya, Hamdi masih hidup, tapi polisi membunuh adiknya. Mereka membunuhnya ketika ia mencoba membela kakaknya, meskipun ia tidak menyerang polisi. Adiknya hanyalah bertanya, “Mengapa Anda (Polisi) membawanya?”
Polisi membawa Hamid yang sedang ada di desa karena setelah selesai dari dinas intelijen, dan telah diberi sertifikat penghargaan untuk tugasnya di Rabia Al-Adawiya. Hamid juga diberi imbalan uang. Namun tiba-tiba polisi menyerag desa dan menangkapnya.
Ketika adiknya Ridha memprotes kenapa kakaknya ditangkap? Polisi melepaskan tembakan dan menembaknya. Padahal saat itu adik perempuannya itu sedang menggendong anaknya yang berusia 8 bulan namun Polisi tetap menembaknya.
Adiknya itu sebenarnya tinggal di Alexandria dan hanya datang ke desa ini untuk kunjungan 2 hari. Mereka juga menembak Hamdi, namun hanya menembak di kakinya. Mereka membawa Hamdi dalam keadaan masih hidup dengan kaki terluka. Namun ketika keluarganya hendak mengambil mayat adiknya di rumah sakit umum, di sana mereka juga menemukan Hamdi, yang sudah tak bernyawa.
Kepala Hamdi dihancurkan dan ditemukan peluru di hatinya. Ketika keluarga meminta izin tertulis untuk menguburkan jasadnya, jaksa mengatakan kepada orangtuanya bahwa jika mereka ingin mengambil kedua mayat kakak beradik itu, mereka harus menandatangani laporan yang menyatakan bahwa dua kakak beradik kembar itu telah membunuh satu sama lain dalam perseteruan keluarga. Mereka (polisi) ingin melenyapkan (Hamdi ) agar tidak berbicara tentang operasi di Rabia.
Mereka juga ingin membunuh Sya’ban, pamannya dan bukan sekadar menangkapnya karena dia mengetahui banyak rahasia dan polisi tidak ingin ada yang tahu tentang rahasia tersebut. Itulah sebabnya mereka menembaknya.
H: Mengapa penahanan dilakukan pada saat ini? Saat pembunuhan Hamdi?
O: Ini karena mereka ingin menghapuskan bukti orang-orang yang terlibat untuk mencegah mereka bercerita atau berbicara kepada media. Selain itu, mereka ingin membungkam demonstran di Sumista Center dan desa-desa sekitarnya.
Itulah sebabnya mereka menyerang rumah serta kebun di sekitar desa. Mereka menembak untuk menakut-nakuti orang dan menangkap orang-orang yang berjalan di jalan-jalan. Mereka tidak menggunakan kendaraan polisi atau militer, melainkan mobil bertanda sipil biasa, mereka gunakan untuk menculik orang dari jalan.
Saya diberitahu oleh seorang polisi yang berasal dari desa saya, yang mendampingi militer, bahwa mereka telah memukuli tahanan, menyiksa mereka dengan listrik, menelanjangi, memukuli, mempermalukan, dan mencukur jenggot mereka. (Abu Akmal/salam-online)
0 komentar:
Post a Comment