Strategi Baru Jokowi Taklukkan Indonesia

Oleh : Saefuddin Sae

Pemilu 2014 dinyakini oleh banyak pihak tidak sebagus tahun 2009. Ada 3hal yang memebedakan dengan tahun 2009: Pertama, pemilu 2014 syarat dengan masifnya money politik, Kedua, adanya indikasi penyelenggara baik KPU dan Panwaslu terlibat dalam permainan suara, dan Ketiga, adanya mobilisasi caleg dari berbagai dimensi latar belakang  idiologi dan profesi  bahkan kepentingan parpol dan ekonomi (pengusaha).

Mereka atau partai tertentu tidak menginginkan kualitas dan kapasistas bahkan latar belakang caleg yang diusungnya,yang penting suara dapat diraih sebanyak mungkin dengan dorongan dana yang juga sangat kuat. Dengan cara seperti ini Partai akan menjadi mesin atau pengendali pemikiran dan keinginan caleg terutama terkait agen agenda kepentingan sponsor partai tersebut.

Mereka, tidak menginginkan lembaga legislatif, eksekutif dan bahkan yudikatif kuat dan bersih karena bagi mereka itu sangat membahayakan dan tidak akan memberikan keleluasaan dalam mengolkan agenda agenda besarnya. Selama pemerintahan SBY mereka sudah melakukan rencana rencana besarnya namun tidak berjalan mulus akibat resistensi dari kuat legislatif dan eksekutif. Mereka telah sukses membangun opini penegak hukum lemah dan tidak bisa dihandalkan yaitu polisi dan pengadilankemudian membesarkan dan menjaga KPK sebagai satu satunya pintu mereka melampiaskan keinginanya.

Melalui KPK mereka sangat mudah mematahkan lembaga/institusi bahkan sekaligus personal yang dalam jangka panjang membahayakan rencana rencanaya. Maka, sangat jelas terlihat bagaimana KPK memandang dan menyelesaikan kasus korupsi berdasarkan kaca matanya sendiri. walaupun mendapatkan kritikkan dari pakar hukum pidana dan ketatanegaraan KPK tidak pedulikan. SOP sebagai acuan kerja KPK dianggap tidak relevan dijadikan satu satunya alat untuk melihat dan mengeksekusi kasus korupsi, dimana syarat syarat hukum lainya harus di acu. KPK menangani kasus apapun terutama kasus korupsi besar, eksekusinya disesuaikan dengan momentum politik. Lihat saja kasus century dan hambalang. Kasus yang sebenarnya sdh terjadi di tahun 2009, tapi baru di proses 2014 saat saat pemilu mau digelar dan selama 2 tahun kasus korupsi yang melibatkan demokrat di jadikan festivaslisasi di publik melalui media. Tentu banyak kasus kasus yang lain. Terakhir, KPK menuai kritik, namaun yang mengkritik di klaim sebagai anti KPK.

2014 ini tahun mati matian mereka (kapitalis dan sosialis) untuk meraih RI 1. Kendaraan mereka adalah Jokowi. Berbagai cara dilakukan karena mereka memiliki investor dan pihak yang berkentingan baik domestik atau internasional. Perang opini sduah dimulai dari tahun 2004, dimana PDIP memposisikan diri sebagai partai oposisi, dengan harapan dengan posisi ini PDIP dikesankan sebagai partai yang dikucilkan atau tidak terlibat dalam segala permasalahan Indonesia, sehingga jika ada permasalahan akibat kesalahan pemerintah/partai pemenang dan para anggota koalisisnya. Makanya yang mendapatkan keuntungan suara pemilu 2014 adalah PDIP. Suara tanpa kerja mesin partai dan kaderisasi tapi karena dengan figur caleg dan modal besar.

Mengapa investor dan pihak yang berkentingan terhadap Indonesia memilih PDIP sebagai kendaraan?karena bagi mereka PDIPlah yang paling mudah dikendalikan. Makanya , mereka habis habisan untuk menutupi borok dan kelemahan PDIP dengan opini di media elektronik dan sosial media. PDIP adalah sarang dan tempat yang paling nyaman untuk komunitas kapitalis dan sosialis, hal ini terlihat dari tokoh tokoh atau caleg yang bersarang dipartai banteng bermoncong putih ini.

Untuk menuju RI 1 tentu mereka tidak akan mulus, karena secara kasat mata sudah kelihatan siapakah sebenarnya dibelakang PDIP dan apa agenda yang diinginkan untuk Indonesia yaitu berbau idiologi dan motif ekonomi.

Untuk menjaga dan menguatkan legalitasnya mereka saat ini sangat berhati hati dan berhitung dalam berkoalisi. Dimana Nasdem partai yang lebih awal di rekrut untuk berkoalisi karena ada Metro TV agar mudah membangun opini. Metro TV sejak Nasdem berkoalisi dengan PDIP sudah rutin dan rajin membesar besar Nasdem dan Opini PDIP dengan meminimalkan berita partai partai lain.

Tentu PDIP dan nasdem tidak berminat koalisi dengan PAN dan PKS apalagi Golkar dan Demokrat, karena partai tersebut masih banyak diisi orang orang yang idialisi dan kritis. PDIP lebih memilih PPPdan PKB, bukan karena jumlah suara mereka yang besar saja, tapi keinginan PDIP merangkul PPP dan PKB agar dapat legalitas dari ummat Islam khususnya para Kyai. INILAH STRATEGI MEREKA. Ditambah PKB dan PPP NGEBET DAN HAUS kekuasaan/jabatan, maka paslah pertemuan mereka setelah tidak mungkin merapat ke Gerindra.Bukan hanya soal jabatan tapi uang tidak menjadi masalah jika dikemudian hari posisitif koalisi sebagai biaya kampanye.

Makannya, menurut pengamatan saya pemilu dan pilpres 2014 ini bukan hanya pertarungan  olitik tapi juga idiologi.Untuk, mengelabui dan memuluskan langkah langkah mereka mereka memanfaatkan seluruh sarana baik serangan uadara dan darat. Jika, hal ini benar benar terjadi (Jokowi Presiden), maka di indikasikan Indonesia akan semakin dikangkangi oleh berbagai kepentingan pihak pihak luar dan dalam. Indonesia akan di ekspolitasi.

3 kepentingan yang mereka golkan yaitu idiologi, politik dan ekonomi jika jokowi terpilih adalah:

Pertama, Indonesia sebagai jumlah umat Islam terbesar di dunia dan didalamnya telah tumbuh banyak intelektual muslim  dengan berbagai profesi dan keahlianya akan turut melebur dalam politik dan kekuasaan, tentu jika langkah mereka tidak terbendung akan merugikan kepentingan mereka dalam jangka panjang, apalagi intelektual tersebut memiliki pemikiran yang komprehensif tentang Islam, negara dan politik. Untuk itulah target mereka membendung laju pergerakan dan pertumbuhan ummat Islam jika masuk ke wilayah politik.

Kedua, target politik mereka adalah?akan menekan laju pergerakan partai politik agar tidak menjadi partai yang besar dan eksis. Mereka akan mengangkat dan memberikan jabatan/ruang yang cukup besar terhadap orang orang mereka, dengan memeberikan ruang gerak/jabatan terbatas bagi orang orang diluar mereka.

Ketiga, motif ekonomi akan mengarah pada pengusaan sumberdaya alam dan aset aset asing dan dalam negeri yang selama in i telah mereka miliki agar tetap eksis. Pada masa Megawati mereka telah mendapat ruang dan kesempatan untuk menikmatinya, namun terganjal oleh rakyat. Privatisasi yang saat itu dilegalkan Megawati kandas karena aroma kepentingan dan keterlibatan asing kentara. Saat itu posisi Megawati sangat lemah dan eforia reformasi masih kuat, makanya mudah untuk dijatuhkan. Penguasaan pasar saat ini sudah sangat besar mereka raih, tapi tidak cukup aman untuk jangka panjang, makanya dibutuhkan Presiden yang mudah dipengaruhi dan dikendalikan, yaitu Jokowi.

Opini opini yang selama ini dibangun tentang Jokowi tidak mencerminkan kondisi riil PDIP sebagai sebauh partai, bahakn Megawati sebagai ahli waris PDIP dan Soekarno tumbang popularitasnya terhadap Jokowi. Tentu, akan sehat kita mengatakan, tidak mungkin Jokowi berdiri sendiri tanpa ada pihak lain dibelakangnya.

PDIP telah sukses menghantarkan anggota legilatifnya ke senayan sesuai keinginan mereka. Satu langkah lagi mereka ingin mendudukkan Jokowi sebagai presiden kemudian menyusun kabinet kabinetnya. Setelah itu semua terbentuk mereka menjalankan agenda agendanya asing menyetujuinya. Maka 2014-1019 wajah Indonesia akan berubah baik secara pandangan idiologi, politik dan ekonomi.Maka, sangat tepat jika Jokowi dikatakan sebagai presiden Boneka, sementara PDIP sebagai rumah kardus. DVD MURATTAL
Share on Google Plus

About MUSLIMINA

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Post a Comment