Dialog Yusuf Qardhawi dengan Aktivis HT Tahun 1953 (Bag. 2)
Para aktivis HT menyampaikan kritikan kepada Ikhwan, menurut mereka Ikhwan terlalu disibukkan melakukan aktivitas yang sesungguhnya merupakan tugas sebuah negara Islam, seperti pekerjaan sosial dan kemasyrakatan di antaranya mendirikan klinik kesehatan dan rumah sakit serta rumah-rumah panti asuhan, membantu masyarakat banyak serta menebar amal sosial lainnya. Menurut mereka pekerjaan seperti ini dapat melenakan kaum muslimin dari kewajiban mendirikan sebuah negara dan menegakkan khilafah, karena ia akan terlalu banyak menyita waktu masyarakat untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan sosial daripada tugas berdakwah.
Yusuf Qaradhawi kemudian mengomentari kritikan mereka sebagai berikut.
Pertama, sesungguhnya melakukan kebajikan adalah salah satu kewajiban dan tugas yang harus diemban setiap muslim, karena setiap muslim diperintahkan untuk selalu melakukan kebajikan seperti halnya mereka diperintah untuk melaksanakan ibadah (mahdhah) dan jihad. Allah SWT berfirman,
“Wahai orang-orang yang beriman, ruku’, sujud dan sembahlah Tuhan kalian, serta kerjakanlah kebajikan agar kalian menjadi orang yang beruntung.” (Q.S. Al-Haj: 77)
Kedua, sesungguhnya para fuqaha telah bersepakat bahwa menghilangkan marabahaya dari setiap muslim seperti kelaparan, kekurangan pakaian serta menghilangkan penyakit yang menimpa mereka, merupakan sebuah kewajiban kolektif terhadap semua muslim. Jika seluruh umat Islam tidak ada yang melakukannya, maka mereka semua berdosa. Dalam salah satu hadits disebutkan,
“Beri makanlah mereka yang kelaparan dan bebaskanlah mereka yang tengah kesulitan.” (HR. Bukhari)
Ketiga, sesungguhnya menyebarkan dakwah tidak efektif dilakukan hanya dengan perkataan atau hanya dengan banyak menulis berbagai buku atau makalah belaka. tetapi bersamanya harus dilakukan pula aktivitas-aktivitas kongkrit yang mampu meningkatkan kecintaan terhadap Islam dan para juru dakwahnya di tengah-tengah manusia. teori inilah yang banyak dipraktekkan oleh para misionaris. Mereka mendirikan rumah sakit-rumah sakit, sekolah-sekolah, panti asuhan serta berbagai klub yang mampu memikat masyarakat untuk bergabung dengan agama mereka.
Keempat, sesungguhnya dakwah memiliki beberapa target jangka panjang dan jangka pendek. Jangka panjang diantaranya mendirikan negara Islam. Sedang jangka pendek, misalnya turut andil memberikan kontribusi–kendati secara parsial–dalam memperbaiki masyarakat. Tentu saja tujuan-tujuan tersebut satu sama lain tidak bertentangan. Ibaratnya, seperti orang yang hendak menanam kurma dan zaitun. Kedua tanaman tersebut tidak akan pernah berbuah, kecuali setelah beberapa tahun. Akan tetapi seorang petani yang cerdas, adalah mereka yang mampu memanfaatkan lahan kosong yang terdapat di antara pohon kurma dan zaitun tadi. Dimana mereka manfaatkan untuk menanam tanaman-tanaman yang cepat tumbuh dapat dipetik hasilnya dalam tempo yang sangat singkat, seperti sayur-mayur. Dengan cara demikian, mereka mampu mengoptimalkan tanah, kerja kerasnya tidak sia-sia serta waktunya bermanfaat. Dimana mereka tidak hanya duduk dan berpangku tangan menjadi seorang penganggur, hanya karena menunggu pohon kurma dan zaitun berbuah dalam waktu yang sangat lama.
Kelima, dalam setiap kelompok, kemampuan dan sumber daya yang dimiliki biasanya sangat beragam dan berbeda-beda. Ada yang pakar dalam bidang pemikiran, yang lainnya mahir dalam berdakwah, yang lain tidak ahli dalam keduanya tapi sukses dalam berinteraksi sosial. Oleh sebab itu, kenapa potensi yang sangat beragam ini tidak diikat agar semuanya dapat dimanfaatkan untuk membantu masyarakat dan meringankan beban mereka. Sedang Allah Taála akan menolong seseorang, selama ia mau menolong saudaranya.
Inilah ringkasan jawaban yang disampaikan Yusuf Qaradhawi kepada rekan-rekan dari HT yang mendebatnya. Di antara mereka adalah Ustadz As’ad Bayudh At-Tamimi, khatib Masjid Al-Aqsha yang beberapa waktu kemudian mengundurkan diri dari jama’ah tersebut.
Semenjak perdebatan itu, Ikhwan di Al-Khalil mulai tercerahkan dan mulai percaya diri. Salah seorang rekan Yusuf Qaradhawi, yang bernama Fauzi Natsyah memberikan komentar terhadap perdebatan tersebut dengan membacakan sebuah syair;
“Jika Musa telah datang dan melemparkan tongkatnya, maka gugurlah kekuatan sihir dan para penyihirnya.”
Setelah itu Yusuf Qaradhawi melanjutkan lawatannya ke Nablus, Jenin, dan mengunjungi Al-Quds. Ia berkunjung pula ke Kamp Pengungsi Al-karamah dan Uqbah Jabar. Setelah itu kembali ke Amman Yordania. Disana ia terserang penyakit malaria dan terpaksa harus masuk RS Dr. Mulhis.
Kunjungan Syaikh Taqiyyudin An-Nabhani
Banyak sekali yang menjenguk Yusuf Qaradhawi di rumah sakit. Tapi diantara kunjungan yang terpenting adalah kunjungan seorang syaikh yang mengenakan jubah dan sorban. Syaikh tersebut banyak menanyakan kunjungan Yusuf Qaradhawi ke Tepi Barat dan Timur, yang dijawab oleh Yusuf Qaradhawi dengan ekspresi yang menggambarkan kepuasan dan rengkuhan faedah. Mereka berdua juga berdiskusi ringan mengenai beberapa masalah ilmiah.
Pada akhir kunjungan, syaikh tersebut memeluk Yusuf Qaradhawi dengan sangat erat. ternyata beliau adalah seorang da’i yang bernama Taqiyyudin An-nabhani.
“Kami sangat berterima kasih dan sangat bahagia dengan kunjungan beliau. Bagi kami kunjungan beliau adalah sebuah kehormatan…” Ujar Yusuf Qaradhawi mengenang. Beberapa murid Syaikh An-Nabhani nampaknya memberitahu beliau mengenai keberadaan Yusuf Qaradhawi di sana dan perdebatan yang pernah terjadi di antara mereka, sehingga syaikh sangat penasaran ingin menjumpai dan mengenal Yusuf Qaradhawi secara pribadi.
Pertemuan Yusuf Qaradhawi dengan Syaikh Taqiyyudin An-Nabhani tersebut merupakan pertemuan pertama kali sekaligus yang terakhir.
Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat dan berkah kepada dua ulama kita ini. Semoga murid-murid mereka berdua dan kita semua menjadi benteng-benteng kebenaran sampai akhir zaman. Amin…
Sumber: Perjalan Hidupku, DR. Yusuf Qaradhawi, Pustaka Al-Kautsar, Hal. 460 -464
http://www.al-intima.com/harakatuna/dialog-yusuf-qardhawi-dengan-aktivis-ht-tahun-1953-bag-2
0 komentar:
Post a Comment