Tokoh Penghina Nabi: Jokowi Itu Anugerah Tuhan
Bos Kompas Gramedia Group, Jakob Oetama walau telah berusia tua namun masih gesit memainkan peran strategis kepentingan ideologi kelompoknya. Tokoh misionaris Katolik paling berpengaruh di dunia pers nasional ini , belakangan disebut-sebut sebagai aktor utama dalam "grand design" koalisi PDIP, cukong (kapitalis) dan jaringan Katolik.
Di balik layar, Jakob Oetama dan komplotannya bergerak rapi menyusun berbagai rangkaian opini mendongkrak popularitas Jokowi- Ahok. Melalui jaringan media dan relawan dari ratusan yayasan yang bernaung di bawah Kompas Gramedia Group mengusung tekat: "hadang kebangkitan Islam", ihwal operasi politik terselubung tersebut semakin agresif dilancarkan.
Hampir setiap hari, Kompas dan jaringan mitranya, menggulir serangkaian isu-isu yang bergerak dalam dua kanal opini: (pertama) Mendongkrak pencitraan Jokowi-Ahok sembari mengkonsolidasikan PDIP sebagai partai pemenang pemilu. (kedua) membenturkan para tokoh dan partai Islam, serta aktiv meredam pengaruh figur nasional dengan aneka stigma korupsi, pelanggaran HAM dan sebagainya.
Konspirasi Kompas Gramedia Group kian berlangsung efektif melibatkan komunitas Katolik yang terkenal solid serta dukungan cukong (kapitalis Tionghoa). Maka tak heran, rekayasa pencitraan Jokowi-Ahok kian melaju dan menggulung pengaruh para lawan politiknya di berbagai saluran pers dan jaringan media sosial.
Hampir dua tahun, Kompas tercatat telah mempublish lebih dari 10 ribu berita dalam upaya mendongkrak pencitraan Jokowi-Ahok (data survei google). Bayangkan, bila satu berita dihargai Rp. 5 juta, maka lebih dari lima puluh miliar dana cukong telah mengalir deras ke kantong redaksi Kompas. Itu belum terhitung sumber masukan dari iklan dan kucuran lainnya.
Kecurigaan derasnya aliran dana cukong ke Kompas Gramedia Group telah menjadi pembicaraan yang mengemuka di berbagai kalangan. Di media sosial, sejumlah nama pengusaha Tionghoa yang memiliki kekayaan triliun rupiah ramai dipersoalkan. Yakni, praktek politik uang dalam jumlah besar dan berlangsung rapi di balik penampilan dari kepalsuan pencitraan Jokowi-Ahok.
Apakah konsiprasi busuk itu akan berlangsung mulus?
Dinamika politik jelang Pemilu Legislatif dan Presiden seperti makin menimbulkan khewatiran. Berbagai kalangan masyarakat luas mulai mengambil sikap waspada terhadap kemunculan Jokowi-Ahok. Kedua boneka dari rekayasa politik Katolik, cukong dan PDIP itu kian menuai kecurigaan.
Bahkan di saluran media sosial mulai bermunculan suara-suara perlawanan dengan menegaskan bahwa jaringan Katolik, Cukong dan PDIP sedang bergerak memicu konflik sesama anak bangsa. Pasalnya, praktek politk uang dan persekongkolan ideologi di balik pencitraan Jokowi-Ahok dianggap telah mengarah pada pembodohan dan memporak-porandakan aspirasi ummat Islam.
Maklum Kompas sejak lama telah dikenal meluas sebagai media terdepan yang sangat getol melakukan upaya melemahkan harmoni ummat Islam. Di tahun 1990, media milik jaringan Katolik ini bahkan secara terbuka melancarkan penghinaan kepada Nabi Muhammad SAW dalam kasus Arswendo Atmowiloto. Yang kemudian memicu kemarahan ummat dan pelakunya dijebloskan ke penjara.
Rupanya kebencian itu masih membekas dan kini sedang dipamerkan melalui modus canggih pencitraan Jokowi-Ahok. Wajar bila kemudian ummat Islam kini mulai bergerak dan menggalang perlawanan.
Beberapa waktu lalu, mantan wartawan senior Kompas Arswendo Atmowiloto, sang penghina Nabi Muhammad tersebut melontarkan pernyataan bahwa: "Jokowi itu anugerah dari Tuhan, tinggal kita mau manfaatkan atau tidak. Jokowi dicalonkan, semuannya enggak penting lagi. Dia jawara," kata Arswendo di Din Tai Fung Restaurant Pacific Place, Jakarta, Senin (9/13/merdeka.com).
Ironi, pernyataan Arswendo Atmowiloto seolah menegaskan bahwa Kompas (komando pastor) jangan gentar memperjuangan boneka Jokowi sebagai jawara yang kelak diperalat bagi kentingan kelompok Katolik, PDIP dan Cukong.
Luar biasa: Bos kompas Jakob Oetama sukses menghadirkan kader-kader jurnalis sekaliber Arswendo Atmowiloto dengan cara pikir yang licik !
(vb/faizal.assegaf)
0 komentar:
Post a Comment