Tamarrud, Duri dalam Tubuh Arab Spring
Harun Al Rasyid, Lc. *
Gerakan Tamarrud menjadi fenomena baru di tengah-tengah perguliran Arab Spring yang masih berusia belia. Gerakan ini muncul bagai hama yang siap merusak kecambah revolusi yang baru saja tumbuh. Hanya dalam waktu 2 bulan sejak munculnya, gerakan ini mampu menjadi ujung tombak perlawanan oposisi dalam upaya menggembosi gerakan Islam yang baru saja naik ke panggung pemerintahan Mesir.
Gerakan Tamarrud atau pemberontakan merupakan aksi pembangkangan kepada pemimpin. Bisa juga diartikan sebagai upaya untuk meruntuhkan sebuah rezim, melengserkan penguasa atau presiden. Dalam aksinya gerakan Tamarrud terkadang menggunakan cara anarkis, tapi terkadang tanpa menggunakan kekerasan, misalnya hanya menggunakan aksi “Pembangkangan Sipil” dan sejenisnya.
Sepanjang sejarah pemberontakan seperti ini sudah beberapa kali di beberapa negara untuk melawan penguasa tersebut dan mereka menyebutnya sebagai revolusi. Gerakan ini bertujuan untuk mengganti pemerintahan yang sedang berkuasa dengan pemerintahan yang baru yang tentunya sesuai dengan keinginan pihak pemberontak.
Tamarrud dan Arab Spring
Di negara-negara Arab Spring gerakan Tamarrud muncul pertama kali di Mesir setahun setelah gerakan Islam memegang tampuk pemerintahan. Gerakan pemberontak ini menjelma dalam wujud aksi massif yang diusung kelompok oposisi guna menghimpun dukungan dari berbagai kalangan untuk menyatukan suara menuntut lengsernya pemerintahan Mursi, menekan Ikhwanul Muslimin dan poros pro pemerintah serta menyerukan percepatan pemilu presiden.
Gerakan ini mulai muncul 26 April 2013 di Tahrir Square dan mendapat dukungan dari pimpinan Front Penyelamat Nasional (Jabhah Inqadz), diantaranya: Hamdeen Sabahi (pendiri Aliansi Politik Bangsa), Muhammad El Baradei (pimpinan Partai Dustur), Sayid Badawi (pimpinan Partai Wafd) dan yang lainnya.
Gerakan ini mengumumkan pada minggu-minggu pertama berdirinya telah berhasil mengumpulkan 200 ribu tanda tangan sebagai bentuk penarikan kepercayan terhadap Presiden Mursi. Hingga pada tanggal 30 Juni 2013, mereka mengumumkan telah berhasil meraih 22 juta tanda tangan dukungan untuk melawan pemerintah.
Gerakan ini didukung oleh beberapa poros oposisi kiri yang telah ada sebelumnya dan beberapa kekuatan aliran politik Islam. Di antaranya adalah gerakan Kifayah, Front Penyelamat Nasional (NSF), Asosiasi Nasional untuk Perubahan, gerakan 6 April, Asosiasi Pengacara Mesir dan beberapa gerakan lain. Selain itu ada juga poros politik Islam yang kemudian ikut merapat ke koalisi Tamarrud diantaranya adalah Partai An Nur.
Kesuksesan Gerakan Tamarrud Mesir
Ada beberapa faktor yang menjadikan sebab kesuksesan gerakan ini dalam aksinya di Mesir:
- Kampanye Gerakan Rakyat
Gerakan Tamarrud muncul dalam wajah gerakan rakyat yang tidak puas dengan pemerintahan Mursi yang dinilai tidak berhasil membawa Mesir keluar dari krisis. Gerakan ini juga muncul sebagai manifestasi frustasi yang melanda beberapa kalangan akibat gonjang-ganjing politik pasca revolusi yang kemudian mempengaruhi animo masyarakat untuk melakukan pemberontakan.
Dengan manuver-manuver ini banyak kalangan yang percaya bahwa gerakan ini murni perlawanan rakyat. Alasan ini juga yang akhirnya menjadi “mandat” bagi dewan militer untuk mengambil alih kekuasaan dan mengakhiri perseteruan politik antara pro pemerintah dengan oposisi.
-Dukungan dari Poros Oposisi
Setelah munculnya gerakan pemberontakan ini mendapat banyak dukungan dari faksi-faksi oposisi yang sejak lama berupaya mencari momentum yang pas untuk mendepak Islamis dari pemerintahan Mesir. Keberadaan Tamarrud ini menjadi angin segar sekaligus kesempatan emas bagi oposisi memainkan perannya mendukung apa yang mereka sebut dengan “Revolusi Penyempurna 25 Januari” ini.
Di jalanan juga bermunculan aksi Black Block yang melakukan perlawanan anarkis melawan pemerintah. Sementara tekanan politik juga terus dilancarkan poros oposisi “Jabhah Inqadz” atau Front Penyelamat. Pro status quo (rezim Mubarak) juga turut ambil bagian dengan menekan di sektor ekonomi dan hukum, sehingga menyebabkan dukungan atas pemberontakan terus bertambah.
-Kampanye Media Massa
Media massa memiliki peran yang sangat besar dalam keberhasilan pemberontakan terhadap pemerintah di Mesir. Sejak Islamis berhasil memenangkan pemilu parlemen, pilpres dan referendum konstitusi media massa yang didominasi oleh hegemoni pro Mubarak dan oposisi sangat gencar menyebarkan propaganda perlawanan terhadap pemerintah. Bisa dikatakan bahwa selama naik ke panggung pemerintahan, Presiden Mursi dan poros Islamis –khususnya Ikhwanul Muslimin- telah babak belur dihajar oleh propaganda media.Situasi ini menyebabkan embrio pemberontakan kian besar dan mendapat tempat. Untuk selanjutnya mereka mencoba merebut simpati publik.
-Kegagalan Proses Dialog
Ditengah perguliran aksi pemberontakan yang dilancarkan oleh oposisi Tamarrud, pemerintah berupaya membuka jalur dialog dengan berbagai kekuatan politik termasuk oposisi dan Tamarrud. Namun upaya tersebut gagal karena tidak mendapat sambutan dari kubu pemberontak. Diantara tuntutan yang diajukan adalah pengunduran diri presiden dan percepatan pemilihan presiden baru. Namun Mursi tidak mengabulkan permintaan ini karena dinilai berbahaya bagi masa depan negara dan revolusi yang tengah terancam.
Kebuntuan politik ini yang disusul meningkatnya aksi huru-hara jalanan membuat ketegangan semakin meningkat antara pemerintah dengan oposisi hingga mencapai puncaknya sepanjang 30 Juni sampai 3 Juli 2013.
-Kudeta Militer
Kudeta militer menjadi kunci pamungkas kemenangan Tamarrud melengserkan pemerintahan Presiden Mursi berikut kabinet dan perangkat pemerintahan hasil pemilu pasca revolusi 25 Januari. Militer kemudian memutuskan mengambil alih kekuasaan pemgumuman Road Map Masa Depan pada 3 Juli 2013, atau apa yang dikenal dengan kudeta, setelah berlangsung kebuntuan antara kekuatan-kekuatan politik.
Persekongkolan antara petinggi-petinggi militer dengan pemberontakan Tamarrud baru muncul ke permukaan pasca 3 Juli ditandai dengan komunikasi aktif antara kedua kekuatan ini dan keberpihakan petinggi militer dan beberapa tokoh sentral untuk melengserkan pemerintahan Mursi.
Pengaruh Tamarrud di Kawasan
Keberhasilan pemberontakan Tamarrud di Mesir menjadi populer perlawanan terhadap pemerintah di berbagai negara kawasan Arab, khususnya bagi kekuatan negara-negara revolusi yang didominasi oleh poros gerakan Islam. Gerakan perlawanan ini satu persatu muncul ke permukaan dengan nama dan visi yang sama, menggembosi perjuangan Islamis di pemerintahan Arab pasca revolusi. Diantara aksi pemberontakan “Tamarrud” yang telah memproklamirkan diri antara lain:
· Tamarrud Tunisia
Di Tunisia gerakan Tamarrud ini muncul sebagai bentuk perlawanan atas penerintahan yang dipimpin oleh gerakan Islam “Renaissance” atau “An Nahdah”. Gerakan ini muncul sebagai reaksi terhadap realita perekonomian Tunisia pasca revolusi dan lambannya proses penyusunan undang-undang baru negara.
Gerakan ini mendapatkan momen terbesar aksi mereka pasca insiden pembunuhan seorang tokoh oposisi Mohammed Barahimi pada 25 Juli 2013. Mereka melemparkan tanggung jawab tidak langsung atas insiden ini kepada pemerintah yang sedang berkuasa dan menuding pemerintah transisi terlalu toleran dengan kelompok garis keras yang sebelumnya juga telah melakukan pembunuhan terhadap seorang tokoh kiri, Shokri Belaid.
Pada 3 Juli 2013 lalu Tamarrud Tunisia mengumumkan telah berhasil mengumpulkan 175 ribu tanda tangan bukti tidak percaya kepada pemerintah yang sedang berlangsung, sebagai langkah awal untuk melakukan aksi massa di jalan-jalan negara.
Juru bicara Tamarrud Tunisia Mohammed Bennour menyatakan bahwa mereka mengadopsi gerakan pemuda-pemuda Mesir yang telah sukses membersihkan revolusi dari monopoli kelompok tertentu (Islamis-red). Dalam tuntutannya Tamarrud Tunisia menuntut pembubaran Dewan Konstitaute Nasional yang telah dipilih sejak 23 Oktober 2011 lalu, berikut pembubaran seluruh institusi pemerintahan yang berkaitan dengannya seperti pemerintahan yang sekarang dipimpin oleh koalisi gerakan Islam An Nahdah dan melengserkan presiden Muncef Marzouqi. Kemudian mereka juga menyerukan pembentukan pemerintahan kosensus dan mengembalikan revolusi kepada rakyat.
Tamarrud Tunisia menetapkan 30 September 2013 sebagai hari demonstrasi besar-besaran mengakhiri kekuasaan gerakan Islamis di negara Arab Spring pertama itu.Mereka menyerukan hari kemarahan rakyat terhadap pemerintahan yang dipimpin oleh gerakan Islam An-Nahdah ini.
Namun pimpinan gerakan, Syaikh Rashid Gannouchi menegaskan bahwa pemerintahan saat ini tidak akan mundur sebelum ada alternatif pengganti yang sudah benar-benar siap. Dalam pernyataannya kepada surat kabar Al Akhbar, Aljazair beberapa waktu lalu, Gannouchi menegaskan bahwa pemerintahan tidak akan mundur karena ini tidak termasuk dalam inisiatif dialog. Tapi ini merupakan permintaan yang bisa diajukan sebagai opsi dalam pembahasan dialog.
· Tamarrud Gaza
Di jalur Gaza, Palestina gerakan ini juga muncul sebagai upaya perlawanan menjatuhkan pemerintahan Hamas. Beberapa waktu lalu beredar sebuah video yang berisi pernyataan Tamarrud Gaza terkait penentangannya terhadap Hamas. Mereka memberikan batas waktu 11 November kepada Hamas untuk melepaskan kekuasaan karena dituding telah melakukan kekerasan dan penyiksaan.
Namun dalam waktu yang cukup singkat konspirasi gerakan yang mengaku berbasis rakyat sipil Gaza ini terungkap. Intelijen Hamas berhasil membongkar keterlibatan Zionis yang mendalangi gerakan pemberontakan ini. Belakangan diketahui mereka ternyata binaan Mossad. Seperti dilansir Info Palestina, mereka yang tertangkap mengaku bekerja sebagai mata-mata penjajah Zionis dan bekerja atas arahan langsung dari dinas intelijen Zionis di samping dari dinas intelijen Ramallah.
Selain di Mesir, Tunisia dan Gaza gerakan serupa juga mulai dirasakan bereaksi di beberapa negara kawasan Arab Spring Libiya dan Maroko yang muncul sebagai bentuk perlawanan terhadap gerakan Islamis dan pemerintah.
Terdapat beberapa kemiripan karakter setiap gerakan ini. Diantaranya adalah sama-sama menyatakan tidak memihak kepada salah satu kekuatan politik yang berseteru, walaupun dalam kenyataannya mereka tidak bisa mengelak dari ikatan kepentingan yang anti pada gerakan Islam. Gerakan ini sama-sama muncul dan bergejolak pada saat gerakan Islam mendominasi pemerintahan dan mereka ingin melawan dan mengakhirinya dengan kampanye keadilan sosial dan politik.
Dari satu wajah ide persamaan ini bagus dan logis untuk sebuah komunitas yang sudah “kenyang” dengan diktatorian rezim yang telah berkuasa puluhan tahun. Namun ide ini bertentangan dengan kecenderungan mayoritas rakyat yang memutuskan untuk memilih Islam sebagai solusi. Hal ini terbukti dengan kemenangan gerakan Islam di negara-negara yang sedang bergejolak. Hamas di Palestina, An-Nahdah di Tunisia, Ikhwanul Muslimin di Mesir dan beberapa negara yang masih berjuang. Bahkan Turki yang masih kuat dengan paham sekulernya tidak mampu menemukan alasan untuk menjatuhkan AKP dan PM Recep Tayip Erdogan yang terang menunjukkan sikap dukungannya terhadap gerakan Islam, bahkan secara perlahan tapi pasti ia mulai mengikis doktrin-doktrin sekuler yang ditanam sejak Daulah Islamiyah runtuh di Turki.
Ini merupakan pelajaran bagi gerakan-gerakan Islam yang tengah berjuang bersama revolusi bahwa perjalanan mereka tidak akan mulus. Kesuksesan revolusi mengakhiri rezim diktator yang sudah mengakar puluhan tahun tidak serta merta menandakan bahwa Islamis akan terus mendapatkan dukungan dari publik.
Fenomena Tamarrud yang kian populer di kawasan Arab Spring mengisyaratkan bahwa gerakan Islam tidak akan “diizinkan” besar dan kokoh walaupun mereka menang di kotak-kotak pemilihan. Namun demikian sunnatullah tidak akan berubah. Islam akan mengembalikan kejayaannya, hanya saja menunggu waktu dan memilih di tangan siapa ia akan dimenangkan.[]
*Redaktur SINAI Online, Analis Pusat Studi Informasi Alam Islami, SINAI
Editor: Muhammad Zakaria D
Tidak semua gerakan tamarrud berhasil jika mereka tidak didukung oleh militer yang serakah dan kejam seperti di Mesir. Memang langkah awalnya seharusnya dengan secepatnya reformasi ditubuh militer dalam negara yang sudah bobrok seperti yang dilakukan oleh AKP Turki. Ada sedikit keterlambatan reformasi militer di Mesir.
ReplyDeleteHanya sekedar sharing