Kisah Keluarga Penghafal Qur'an yang Luar Biasa
Di sebuah masjid telah terjadi sebuah dialog antara seorang guru Al-Quran dengan seorang anak kecil yang ingin mendaftarkan dirinya dalam halqah Quran.
Guru Al-Quran (GQ) : “Apakah ada yang kamu hafal dari Al-Quran?”.
Anak Kecil (AK) : “iya”.
GQ : “Silahkan baca juz ‘amma!”. (Anak itu pun membacanya dengan baik)
GQ : “Apakah kamu hafal juz Tabarak (juz 29)?”.
AK : “iya”. (Akupun kagum dengan hafalannya walaupun dia masih kecil, lalu akupun memintanya untuk membaca surat An-Nahl, ternyata dia juga telah menghafalnya, sehigga membuat aku bertambah kagum. Kemudian aku minta kepadanya untuk membaca surat yang panjang)
GQ : “Apakah kamu hafal surat Al-Baqarah?”.
AK : “Iya”. (Diapun membacanya tanpa salah, lalu aku bertanya kembali)
GQ : “Hai anakku, apakah kamu hafal Al-Quran?”.
AK : “Iya”
GQ : “Subhanallah, masya Allah, tabarakallah”. (Lalu aku pun memintanya untuk datang besok beserta ayahnya. Saat itu aku terheran-heran dengan peristiwa tadi, bagaimana ayahnya bisa mengajarkannya demikian. Kemudian yang membuat aku tambah tekejut adalah pada saat ayahnya tiba, aku melihat dari penampilannya tidak seperti orang yang suka melaksanakan sunnah Rasululllah SAW), maka diapun serta merta berkata kepadaku : “Saya tau anda tercengang kalau aku adalah ayahnya, tapi saya akan hapus kebingungan anda, sesungguhnya di balik anak ini ada seorang wanita yang sebanding dengan 1000 laki-laki, dan saya beri kababr gembira kepadamu bahwa di rumah ada 3 anak yang semuanya hafal Al-Quran (30 juz), dan saya mempunyai seorang putri yang baru berusia 4 tahun sudah hafal juz ‘Amma (Juz 30). Aku pun bertambah heran, bagaimana itu bisa terwujud??!!
Sang ayah anak kecil itu pun berkata : “Sesungguhnya sang ibu ketika anaknya mulai bisa berbicara, dia memulainya dengan hafalan Al-Quran terus memberi motivasi untuk menghafal, siapa diantara mereka yang hafal terlebih dahulu, maka dia yang paling berhak untuk memilih hidangan makan malam pada malam itu, dan barang siapa yang mengulang hafalan terlebih dahulu, dialah yang paling berhak untuk memilih tempat liburan pekanan, dan barang siapa yang khatam terlebih dahulu dialah yang berhak untuk memnentukan ka mana akan melakukan safar dihari liburan nanti. Dengan demikian terciptalah suasana saling berlomba dalam meghafal dan murajaah diantara mereka. (th/tas/ii)
0 komentar:
Post a Comment