Dari Abu Nawas untuk Kader PKS
Mari mengenang Abu Nawas. Siang itu, ia mencari-cari anak kunci di sekeliling rumahnya. Sudah sekian lama mencari, gagal menemukannya. Seseorang pun bertanya, "Memangnya kunci itu hilang dimana ?". "Di dalam rumah", jawab Abu Nawas. Lho, mana bisa ketemu, sesuatu hilang di dalam rumah, dicari di luar rumah ?. Mustahil bin mustajab. Masalahnya, di dalam rumah itu gelap, bung. Di luar rumah benderang. Makanya saya cari di tempat terang, semoga ketemu.
Ketika makin banyak orang berkerumun menertawai, giliran Abu Nawas meluncurkan filosofi polahnya. Ia berorasi, "Sodara-sodara, beginilah fakta hidup. Banyak problema yang sesungguhnya bermukim dalam jiwa sendiri, malah mencari penyelesaian jauh di luar sana. Bahkan seringkali kita persalahkan jiwa-jiwa lain".
Kita boleh kagum dengan kisah ini. Pengandaian sangat bernas. Sungguh senafas dengan kandungan ayat 11 surat Ar Ra'd yang artinya, "Sesungguhnya Alloh tidak mengubah keadaan suatu kaum (maa biqoumin), hingga mereka sendiri yang mengubah apa yang ada di dalam jiwa mereka (maa bi-anfusihim)".
Salah satu aplikasinya begini : hari-hari ini Surabaya masih dominan panas, bikin gerah alias sumer. Kata orang, ini tandanya mau turun hujan. Daerah lain saja sudah mulai sering hujan. Lantas, bagaimana caranya merubah gerah dan sumer itu agar terasa nyaman ? Bisakah mulut komat-kamit menggerundel merubah cuaca ? Sekonyong-konyongkah turun hujan segar jika hawa sumuk dimaki-maki ? Apakah dengan mengamuk, atau sebaliknya : mogok alias mutung, segera berhembus hawa sejuk meliputi jasad ?
Cuaca memiliki kaidah dan prosedurnya sendiri, sodara-sodara. Tak ada sim salabim yang menukar sumuk menjadi sejuk dalam sekejap. Jika ingin menikmati cuaca hingga mak nyus nyaman rasanya, ikuti kaidah dan prosedurnya. Jika belum atau tak mampu, kembalilah ke sudut pandang jiwa sesuai settingan pabriknya untuk mempersepsi. Bahwa apapun fakta cuaca, adalah indah dan baik-baik saja. Bahkan segala apa yang terbencikan, kadangkala merupakan kebaikan semata.
Sebagian sedulur PKS juga merasa gerah. Bukan oleh cuaca Surabaya, tapi oleh tema di majelis tarbiyah mereka. Kok dominan soal politik plus tetek-bengeknya. Seolah semua hal dikaitkan dengan hajatan pemilu 2014. Beda dengan kemarin-kemarinnya yang aduhai sejuk dengan nutrisi keakhiratan. Menggali dalil-dalil lalu mereguk kepahaman syariat. Mendorong spirit berkebajikan tanpa pandang bulu kepartaian.
Sebagian sedulur PKS merasa partainya telah berubah. Majelis tarbiyahnya telah kerontang. Tetapi, menurut Abu Nawas bukan begitu, justru yang sesungguhnya berubah adalah jiwa-jiwa mereka sendiri. Jiwa yang telah gersang karena teledor merawat dan memupuknya hingga bergeser dari settingan pabrik. Akibatnya, ia lupa bahwa apapun fakta cuaca, termasuk cuaca pemilu yang merembesi majelis tarbiyah, adalah indah dan baik-baik saja.
Ustadz Achmad Fathony
0 komentar:
Post a Comment