Rangkaian Penganiayaan, Paksa Muslim Rohingya Mengungsi ke Sejumlah Negara
Meletusnya kembali konflik bersenjata antara tentara Myanmar dengan pasukan pejuang Rohingya di provinsi Rakhine pada Jumat (25/8) memaksa penduduk sipil menyelamatkan diri dari lokasi baku tembak. Sebanyak 92 orang yang didominasi pejuang Muslim Rohingya dilaporkan terbunuh dalam konflik yang dilaporkan terus berlanjut hingga Sabtu (26/8) kemarin.
Menanggapi konflik tersebut, sejumlah pejabat otoritas Myanmar mendukung pengerahan militer yang diterjunkan langsung ke provinsi Rakhine, wilayah yang kebanyakan dihuni etnis Rohingya.
“Kelompok ‘ekstremis’ Bengali menyerang kantor Kepolisian di wilayah Maungdaw, bagian utara Rakhine, dengan bom rakitan dan melancarkan serangan yang terencana ke sejumlah kantor polisi,” ungkap pejabat Myanmar dalam keterangan resminya, lansir Aljazeera, Ahad (27/8).
Istilah “Bengali” yang digunakan oleh pejabat penguasa Myanmar diyakini bermaksud untuk merendahkan etnis Muslim Rohingya dan menyampaikan pesan kepada publik bahwa mereka merupakan imigran ilegal yang berasal dari Bangladesh.
Sebagaimana diketahui, warga Muslim Rohingya sudah sejak lama mengalami diskriminasi serta berbagai tekanan militer dari penguasa Myanmar. Menangnya partai yang dipimpin Aung San Suu Kyi pada pemilu terakhir di Myanmar pun tidak mengubah keadaan status warga Rohingya di mata rezim. Hingga saat ini, status etnis Rohingya tetap tidak diakui kependudukannya oleh otoritas Myanmar.
Beberapa jam sebelum berita kekerasan pada Jumat (25/8) lalu tersiar, mantan Sekjen PBB Kofi Annan mendesak Myanmar agar mencabut upaya pembatasan ruang gerak penduduk Muslim Rohingya serta mengakui mereka sebagai warga negara yang sah, meskipun warga Rohingya menyatakan bahwa wilayah yang mereka tempati saat ini merupakan warisan nenek moyang mereka beberapa abad lalu.
Diperkirakan ada sekitar 1,1 juta Muslim Rohingya yang masih berada di Myannmar. Rangkaian tekanan fisik dan psikologis terhadap mereka seringkali disebut-sebut sebagai bentuk penganiayaan, penyiksaan dan intimidasi terparah di dunia terhadap kelompok minoritas. Perlakuan ini juga menjadikan Myanmar sebagai negara pelanggar HAM terberat.
PBB meyakini, tentara Myanmar telah berulang kali melakukan kajahatan kemanusiaan terhadap Muslim Rohingya, sekalipun pihak militer menolak tuduhan tersebut. Komisi PBB yang secara khusus memerhatikan pelanggaran HAM di Myanmar merekomendasikan pemerintah Myanmar agar melakukan pendekatan non-militer dalam menangani isu ini.
Namun, hingga peraih nobel perdamaian sekaligus pimpinan partai penguasa di Myanmar Suu Kyi kembali menguasai pemerintahan, hampir tidak ada perubahan pendekatan penyelesaian konflik dalam menangani isu ini.
Jurnalis dan wakil dari PBB tidak diberikan akses oleh pemerintah untuk memasuki wilayah Rakhine utara yang saat ini menjadi wilayah konflik. Penolakan itu diduga lantaran para jurnalis dan anggota organisasi kemanusiaan tersebut bertujuan untuk mengabarkan situasi di lapangan dan mengobservasi adanya dugaan pelanggaran terhadap Muslim Rohingya.
Mengungsi ke Sejumlah Negara
Hingga saat ini, intimidasi serta tindakan represif rezim terhadap warga Muslim Rohingya memaksa kelompok minoritas di Myamnar ini melarikan diri ke sejumlah negara.
Pada Oktober 2016, dilaporkan sekitar 87.000 Muslim Rohingya melarikan diri ke Bangladesh setelah pasukan militer Myanmar melancarkan serangan besar-besaran ke Rakhine, wilayah yang didominasi etnis Rohingya.
Mohammad Nur, pimpinan kelompok Rohingya yang tinggal di lokasi pengungsian di Cox’s Bazar, Bangladesh, menyampaikan kepada kantor berita AP bahwa sekitar 100.000 penduduk Rohingya berupaya melintasi perbatasan Myanmar-Bangladesh paska serangan Jumat lalu. Meskipun angka tersebut belum dapat dipastikan, namun kabar mengenai upaya Muslim Rohingya memasuki perbatasan Bangladesh telah terkonfirmasi.
Sejak tahun 1970, hampir satu juta etnis Rohingya melarikan diri dari Myanmar untuk menghindari penganiayaan yang dilakukan penguasa. Bangladesh menjadi lokasi pengungsian terbesar dengan estimasi 500.000 orang etnis Rohingya, disusul Pakistan 350.000, Arab Saudi 200.000 orang, Malaysia 150.000 orang, India 14.000 orang, Uni Emirat Arab 10.000 orang, serta Thailand 5.000 orang. (al-Fath/Salam Online)
Sumber: Aljazeera
0 komentar:
Post a Comment