Ironi Antara Proton dan N-250
Tak berlebihan, Anwar Ibrahim, saat dipuji atas keberhasilan Malaysia memproduksi Proton menatap balik dengan heran. ”Tahukah adinda, sebanyak apapun Proton yang kami produksi, itu belum ada apa-apanya jika dibandingkan satu N-250 yang telah diproduksi Indonesia”, kata Anwar kepada KH Hasanain Jaini.
Beliau benar. Beliau jujur.
Anwar baru bicara N-250, yang berkapasitas 50 penumpang.
Kini, Ilham Habibie, putra dari satu putra terbaik bangsa, tengah sibuk memenuhi 125 order pembuatan pesawat R-80. Pesawat modern yang lebih canggih dan 15-20% lebih efisien bahan bakar dibandingkan pesawat termodern kini di dunia. Tak pelak, meski dibanderol Rp 300 miliar per-pesawat, pesawat yang seluruh lini produksinya dirancang sendiri oleh putra-putri bangsa besar ini, kebanjiran order.
Apakah kehebatan ini belum cukup membuat pemimpin bangsa ini berdecak kagum?
Apakah masih menatap rendah dan tidak percaya diri dengan kapasitas putra-putri Indonesia?
Apakah bangsa ini masih harus menatap lebih tinggi bangsa lain, ditelan mentalitas Indon yang sering mereka gambarkan dalam visualisasi ART?
Apakah bukan kini saatnya kita bangkit menata harga diri sebagai bangsa terhormat?
Sungguh kita, saya dan kamu-kamu, juga dikau wahai pemimpin,
telah berdosa dan bersalah,
tidak memberi apresiasi setinggi-tingginya atas jerih payah anak bangsa.
Mana dukungan all out kita memfasilitasi putra-putra terbaik bangsa ini menelurkan karya-karya masterpiece, yang monumental untuk kemajuan bangsanya?
Bahkan satu sahabat karib, Ricky Elson, telah berkorban kehilangan pekerjaan di negeri Sakura, demi membangun mobil listrik yang unggul, tanpa mendapatkan apresiasi dan dukungan. Membangun pembangkit listrik tenaga angin, yang memang penting untuk rakyat kita di seantero pelosok negeri, tanpa sentuhan keberpihakan dari pemerintah.
Ironisnya, 2 hari yang lalu, kita dihenyakkan kenyataan, MoU "Indonesia National Car" antara PT ACL, perusahaan otomotif lokal yang konon belum dikenal Gaikindo dengan Proton, perusahaan jiran yang diambang kebangkrutan.
Tidakkah terpikir, bila harus kendaraan berbahan bakar fosil,
kenapa tidak menggandeng perusahaan asing terbaik sekalian?
kenapa tidak memilih mitra lokal perusahaan yang telah memiliki reputasi?
Contohnya, PT Adiputro, yang berdiri tahun 1975 dan terbukti sukses memasarkan mobil dan bus bermesin eropa ke mancanegara dengan kualitas karoseri yang patut kita banggakan.
Atau bahkan lebih baik dengan BUMN seperti PT. Pindad, yang sejak tahun 2013 tengah menyiapkan mobil sekaliber hummer yang canggih itu untuk versi sipil?
Jika untuk kerjasama berkualitas tinggi seperti ini, presiden dan rombongan menghabiskan APBN melawat keluar negeri, kita tentu akan memuji. Tapi bila demi balas budi, bagaimana rakyat merasa dihargai?
(Prayudhi Azwar)
0 komentar:
Post a Comment