Kasus Hambalang Distop agar Demokrat Menangi 2 Pilkada
LSM Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) mensinyalir ada kejanggalan penyelidikan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menangani kasus korupsi Hambalang dan kasus suap impor daging di Kementerian Pertanian.
Fitra menduga hal ini terlihat dari mandeknya pemeriksaan KPK terhadap para tersangka Hambalang yang melibatkan kader Partai Demokrat. Namun kasus suap impor daging yang melibatkan kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS) gencar diselidiki. Demokrat dituding campur tangan dalam kasus Hambalang agar kandidatnya bisa menang dalam Pilkada Jawa Tengah dan Pilkada Jawa Timur.
“Saat ini, kasus Hambalang distop dulu demi Pemilihan Gubernur Jawa Tengah, dan Jawa Timur agar Partai Demokrat bisa memenangkan untuk 2 provinsi ini,” kata Direktur Investigasi dan Advokasi Fitra, Uchok Sky Khadafi melalui keterangan tertulis kepada Liputan6.com di Jakarta, Selasa (21/5/2013).
Ia menilai cagub-cawagub incumbent yang dicalonkan Demorat tidak layak mencalonkan diri lagi. Karena, sejak tahun 2008 sampai 2012, pengelolaan keuangaan Provinsi Jawa Timur sangat jelek. Hal ini masih ada dugaan korupsi Jatim yang merugikan negara sebesar Rp 997 juta atas 68 kasus belum ditindaklanjuti. Begitu juga dengan Provinsi Jawa Tengah, kasus dugaan korupsi yang merugikan negara yang belum ditindaklanjuti sebesar Rp 22,9 miliar dengan 110 kasus.
“Kemudian, demi memenangkan pilkada kedua daerah itu, kasus Hambalang disimpan dalam meja dulu,” jelas Uchok.
Ia menambahkan, tudingan ini bisa dilihat dari 2 indikasi. Pertama, kalau kasus Hambalang dibuka dengan pemanggilan para tersangka dan saksi oleh KPK, maka dampak kepada kekalahan Partai Demokrat lagi, seperti yang alami oleh Demokrat pada Pilgub Jabar.
“Karena itu, KPK saat ini disuruh fokus kepada korupsi impor sapi untuk mengalihkan perhatian publik hanya kepada korupsi PKS, bukan korupsi Demokrat,” imbuh Uchok.
Selanjutnya, alasan KPK juga aneh, bahwa sampai sekarang kasus Hambalang masih menunggu hasil audit BPK. Dan KPK tidak bisa melanjutkan penyidikan Hambalang kalau belum ada hasil audit BPK.
Kedua, Uchok menambahkan, sanksi pidana hukum yang diberikan kepada PKS dan Partai Demokrat sangat berbeda. PKS diberikan sanksi pidana pencucian uang. Sedangkan Demokrat, para pelakunya, paling-paling hanya diberikan penyalahgunaan kekuasaan atau sebatas suap. Dan, hal ini dinilai tidak adil bagi PKS. Dan partai dakwah itu menjadi partai yang dikorbankan, dan menderita. Sedangkan Demokrat hanya mendapat hukum ringan.
“Kalau mau adil, KPK seharusnya menerapkan juga pidana pencucian uang kepada Partai Demokrat. Kalau KPK tidak berani, bilang atau wacana saja publik, biar publik menilai siapa sebetulnya KPK,” tegas Uchok.
Karena itu, ia menegaskan, dari gambaran tersebut, pihaknya minta BPK segera membuka hasil auditnya atas Hambalang. Belum selesainya hasil audit BPK menjadi preseden buruk buat BPK dan DPR, serta menjadi alasan yang tidak rasional yang diutarakan oleh KPK.
0 komentar:
Post a Comment