Inilah Nama Seorang Muslim yang Akan Bebaskan Al-Aqsha…


“HATI seorang mu’min bagaikan seekor burung, satu sayapnya adalah khauf (rasa takut) dan keputusasaan, sementara sebelah lagi sayapnya adalah raja’ (harapan) dan rahmat.” [Ibnul Qayyim]

Keputusasaan

Pada tahun 1099, sesudah pasukan salib pertama yang menyerbu Tanah Suci meluluhlantakkan Al-Quds dan Suriah, Qadi Abu Sa’ad al-Harawi di Damaskus segera menuju istana Khalifah di Iraq. Sejarawan Ibn al-Athir menuturkan:

Tanpa mengenakan turban, kepalanya bercukur sebagai tanda duka, meledak teriakan Qadi Abu Sa’ad al-Harawi di ruang majelis agung Khalifah al-Mustazhir Billah, sementara para sahabatnya, tua dan muda, berombongan di belakangnya.

“Berani benar kau tidur lelap dinaungi bayang-bayang rasa aman,” ujar sang Qadi, “hidup bersenang-senang bagai dalam taman-taman bunga sementara saudara-saudaramu di Syam (Suriah) dan al-Quds (Jerusalem) tidak bertempat tinggal kecuali di bawah-bawah pelana unta mereka dan di dalam perut-perut burung nasar? Darah sudah ditumpahkan! Gadis-gadis muda cantik dihinakan sehingga kini harus menyembunyikan wajah-wajah manis mereka di balik tangan-tangan mereka! Haruskah kaum Muslim pemberani ini menerima saja dihina dan direndahkan?” [The Crusades through Arab Eyes, Amin Maalouf]

Amarah sang Qadi meledak disebabkan oleh sebuah kondisi yang digambarkan oleh sejarawan Muslim Ibn Al-Qalinisi yang menggambarkan betapa jalan-jalan Al-Quds dipenuhi mayat bergelimpangan dan para penduduk kota bertekuk-lutut di bawah pedang-pedang pasukan salib yang menghabiskan waktu lebih dari seminggu lamanya membantai kaum Muslim. Lebih dari 70 ribu Muslimin dibunuh di dalam Masjidil Aqsha. Ribuan orang Yahudi dibakar di dalam sinagog-sinagog mereka – bau bangkai memenuhi udara selama berbulan-bulan, sementara jalan-jalan banjir darah hingga ke lutut. [The Damascus Chronicles of the Crusades of Ibn al-Qalinisi, H.A.R Gibb, 1932]

Sama seperti yang kini tengah kita saksikan dengan ditutupnya Masjidil Aqsha, demikianlah pula Baytul Maqdis ditutup saat perang salib pertama. Masjid ini diubah dijadikan kandang kuda oleh para tentara salib dan, sebagai penghinaan, babi-babi dimasukkan ke dalamnya. Seperti juga hari ini, ketika itu shalat dilarang ditegakkan dan tak pula terdengar adzan berkumandang di seluruh tanah Al-Quds, Baytul Maqdis, Baytul Muqaddas (tempat suci) selama hampir satu milenia.

Raja’

Fast forward 88 tahun kemudian, ke tahun 1187, salib-salib sudah tiada, lonceng-lonceng gereja tak lagi berdentang di seluruh penjuru negeri, babi-babi tak lagi nampak; para rahib, pendeta dan tentara salib sudah disingkirkan dari masjid suci ini dan kaum mu’minin pun memasukinya dan adzan dikumandangkan.

Makna adzan di sini sungguh tak dapat diambil enteng. Inilah sebuah ‘amal yang dengannya syaitan melarikan diri dari Tanah Suci untuk selama Allah kehendaki. Karena bukankah kita tahu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam telah bersabda, “Ketika adzan dikumandangkan, syaitan melarikan diri tunggang langgang…” [Al-Bukhari]

Sungguh kebenaran telah datang dan kebathilan pun takluk. Kegembiraan menyebar dan kepedihan terhapuskan. Tak seperti di bawah kebiadaban para tentara salib, kemenangan kaum Muslimin sungguh berbeda. Sejarawan Inggris, Sir Steven Runciman, mencatat:

“Para Muslimin pemenang perang itu dikenal karena kelurusan dan sikap manusiawinya, sementara pasukan salib selama 88 tahun lamanya berenang-renang di genangan darah musuh-musuh mereka. (Di bawah penaklukan pasukan Muslim), tidak satu pun rumah yang dirusak dan dicuri perabotnya, tidak satu pun orang yang dicederai. Para polisi -bertindak di bawah instruksi Salahuddin- mulai mengawal jalan-jalan dan pintu-pintu gerbang untuk mencegah kemungkinan agresi apa pun terhadap orang-orang Kristen…

Salahuddin mengumumkan bahwa dia akan memerdekakan semua orang lanjut usia, lelaki atau perempuan. Ketika datang kaum wanita pasukan salib yang telah menebus diri mereka sendiri, dengan air mata bercucuran, dan bertanya bagaimana nasib mereka sesudah suami dan ayah mereka mati atau ditawan, Salahuddin menjawab dengan janji bahwa dia akan bebaskan semua suami mereka dan dia akan santuni semua janda dan yatim dari kekayaan pribadinya. Sikap rahmat dan kasih sayang yang ditunjukkan Salahuddin ini sungguh bertentangan dengan apa yang telah dilakukan para tentara salib saat mereka menginvasi (Al-Quds) di Perang Salib Pertama.” [History of the Crusades: Volume 1, The First Crusade and the Foundation of the Kingdom of Jerusalem, 1951]

Masjidil Aqsha penuh sesak dan semua mata berlinangan air mata yang terbit dari hati-hati yang dikuasai oleh emosi. Ini semua karena Al-Aqsha telah dimerdekakan oleh Salahuddin.

Hari ini, saat kita menunggu dimulainya khutbah Jum’at, saat kutulis ini, aku teringat pada khutbah pertama yang disampaikan Qadi Muhiy al-Din ibn al-Zaki di Al-Aqsha sesudah merdeka. [Salah al-Deen al-Ayubi, Dr Ali M. Sallabi]

Petikan-petikan Khutbah Kemenangan Al-Quds

Segala Puji bagi Allah

“Segala puji bagi Allah Yang telah menghinakan kemusyrikan dengan kemahakuasaanNya, Yang mengatur semua urusan dengan QadarNya, Yang mengalirkan terus menerus keberkahanNya bagi mereka yang bersyukur, Yang menghukum semua musuh Islam dari arah-arah yang tak mereka duga sebelumnya… Kami memuji Allah Yang telah menyebabkan kemenangan bagi hamba-hambaNya, (Allah) Yang telah memuliakan para sahabatNya dan menolong mereka yang menolong agamaNya, (Allah) Yang telah menyucikan rumahNya dari semua najis…”

Salawat bagi Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam

“Sungguh aku bersaksi bahwa Muhammad shallallahu ‘alayhi wa sallam adalah Hamba dan RasulNya, yang telah merontokkan keragu-raguan, yang mengalahkan kemusyrikan, yang meruntuhkan kebathilan, yang diperjalankan dalam sebuah Perjalanan Malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha ini, dan diperjalankan dari sini menembus langit tertinggi ke Sidratul Muntaha…”

Pujian kepada Para Mujahidin

“Wahai ummat, terimalah berita gembira berupa ridhanya Allah, yang adalah tujuan puncak dan kehormatan tertinggi yang telah Allah wujudkan di tangan kalian: direbutnya kembali kota yang pernah hilang ini dari tangan bangsa yang tersesat itu, kembalinya kota ini ke haribaan Islam, yang memang adalah pemiliknya yang sesungguhnya, sesudah dizhalimi selama hampir 100 tahun oleh para musyrikin… Selamat kepada kalian semua karena Allah telah menyebut kalian di antara mereka yang dekat kepadaNya; Dialah yang telah menjadikan kalian pasukanNya dan memuji kalian di depan para malaikatNya karena apa yang telah kalian berikan dan karena kalian telah bersihkan tempat ini dari bau busuknya kebathilan…”

Pujian bagi Salahuddin

“Kalaulah bukan karena engkau (Salahuddin) adalah salah satu dari hamba-hamba Allah terpilih dari antara para penghuni TanahNya ini, maka tak akan mungkin engkau memiliki semua kelebihan yang tak dapat orang lain tandingi ini, dan tak akan mungkin engkau memiliki semua kemuliaan yang kini telah engkau genggam.

Berbahagialah engkau karena (di bawahmu) sebuah pasukan yang di tangannya muncullah peperangan penuh keajaiban bagaikan Badr, keteguhan hati bagaikan keteguhan hati (Abu Bakr) As-Siddiiq, penaklukan-penaklukan bagaikan ‘Umar, tentara-tentara bagaikan tentara dalam komando ‘Utsman, kekuasaan bagaikan yang dimiliki ‘Ali.

Telah engkau kembalikan ke pangkuan Islam hari-hari gemilang bagaikan dahulu di masa al-Qadisiyah, Yarmuk dan Khaybar, dan serangan-serangan membelah musuh bagaikan dahulu di masa Khalid bin al-Walid.

Semoga Allah membalasmu dengan balasan terbaik sebagaimana (dijanjikan) NabiNya Muhammad shallallahu ‘alayhi wa sallam dan memberimu penghargaan karena apa yang telah engkau lakukan; semoga Allah membalas karena telah engkau ‘jual‘ jiwa-jiwamu melawan musuh, dan semoga Allah menerima darahmu yang telah engkau korbankan demi mendekat kepadaNya, dan menghadiahimu dengan surga karena itulah tempat istirahat sesungguhnya bagi mereka yang diberkahi.”

Persatuan

“Maka segala syukur bagi Allah yang telah menguatkan hati-hati kalian untuk melakukan apa yang Bani Israil menolak lakukan pada saat mereka dimuliakan (Allah) di atas bangsa-bangsa lain; Allah telah menolong kalian melakukan apa yang bangsa-bangsa lain tak mampu lakukan, dan menumbuhkan persatuan di antara kalian di jalanNya sesudah kalian berpecah-belah…”

Kemenangan Hanya Datang dari Allah

Demi Allah, “Dan kemenangan itu hanyalah dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” [Al-Anfal/8: 10]

“Hai Nabi, kobarkanlah semangat para mu’min untuk berperang. Jika ada dua puluh orang yang sabar di antaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan jika ada seratus orang yang sabar di antaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan seribu orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti.” [Al-Anfal/8: 65]

“Jika Allah menolong kamu, maka tak ada orang yang dapat mengalahkan kamu; jika Allah membiarkan kamu (tidak memberi pertolongan), maka siapakah gerangan yang dapat menolong kamu (selain) dari Allah sesudah itu?” [Ali-‘Imran/3: 160]

Butir-butir Catatan

Sejarah mencatat para pemberani dan mulia, dan melupakan para pengecut dan para pengkhianat lemah. Tanggapan dari si Khalifah terhadap pidato berapi-api Qadi al-Harawi yang kusebutkan di awal artikel, adalah dia berniat menghukum rombongan sang Qadi karena berani-beraninya datang ke Baghdad pada saat dia tengah menanti kedatangan istri keduanya dari Isfahan (Iran). Sejarah tak mengingat si Mustazhir Billah, namun terus mengenang Qadi al-Harawi dan sahabat-sahabatnya para penyair karena ikhtiar mulia mereka.

Kita pun seharusnya yakin bahwa sejarah telah membuktikan harapan akan adanya kemudahan sesudah kesulitan. Meyakini bahwa sesudah kehinaan dan kekalahan akan ada kemenangan dan kemerdekaan. Insya Allah.

Apa yang tengah terjadi dengan Al-Aqsha hari ini adalah tragedi dan kepedihan meluap di hati kita. Akan tetapi, kita harus memandang ujian ini dengan sudut pandang positif.

Kalaulah bukan karena ujian dan musibah, maka kita akan tidak pernah memiliki pejuang dan pahlawan, ksatria dan raksasa sejarah. Tanpa musibah bernama Firaun, kita tidak akan memiliki seorang Musa ‘alayhissalam; tanpa musibah perang salib, kita tidak akan pernah memiliki Salahuddin; tanpa musibah dan ujian bernama tentara Mongol, maka kita tidak akan pernah mengenal Saifuddin Qutuz dan banyak, banyak lagi orang-orang mulia, para raksasa sejarah Islam.

Demikian pula, tanpa musibah dan ujian berupa penjajahan zionis ini, kita tidak akan pernah memiliki _____________ (tempat ini kukosongkan untuk suatu saat nanti diisi nama seseorang yang akan datang dan pasti akan menorehkan namanya dalam semua catatan sejarah saat dia, dengan izin Allah, membebaskan Palestina).

Sumber: Islam21C Terjemahan: Sahabat Al-Aqsha DVD MURATTAL
Share on Google Plus

About MUSLIMINA

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Post a Comment