Revolusi Keuangan Ngara, Megawati Harus Tanggung Jawab Kasus BLBI


Sekretaris Jenderal Asosiasi Pembayar Pajak Indonesia (APPI) yang juga Ketua Lembaga Penyidikan Ekonomi dan Keuangan Negara, Sasmito Hadinegoro, mengatakan siapapun Presiden Indonesia yang terpilih melalui Pilpres 2014, harus menuntaskan kasus besar yang menyengsarakan seluruh rakyat yakni revolusi keuangan negara dalam hal ini kasus BLBI.

”Revolusi tidak harus berdarah dan bisa diselesaikan dengan tempo sesingkat-singkatnya. Masalah kasus hutang bodong yang membebani negara dan akan terus bergulir hingga 2033 yang angkanya membengkak menjadi Rp3.000 trilliun akan menjadi beban rakyat,” kata Sasmito Hadinegoro kepada wartawan Jumat (1/8/2014).

Menurutnya, ia bersama dengan Prof Edi Swasono dan Kwik Kian Gie, telah memperjuangkan agar penegak hukum baik KPK juga Kejaksaan Agung atau Polri mengusut tuntas Mega Skandal BLBI ini.

Sebenarnya Presiden SBY pada kesempatan Raker Kejaksaan Agung, 25 Juli 2012 telah memberikan perintah kepada Jaksa Agung Basrie Arief untuk menuntaskan kasus ini. Tapi, toh perintah itu tidak ditindaklanjuti. Padahal SBY mengatakan kasus ini sangat penting untuk dan bisa meningkatkan beban sejarah yang akan menjadi beban generasi mendatang,” ujarnya.

Ia mengatakan, mega skandal ini bermula dari hutang konglomerat yang sebenarnya hanya Rp210 triliun tapi di mark-up menjadi Rp640 trilliun itu pada 2003 di rezim Pemerintahan Megawati, dan Boediono sebagai Menteri Keuangan ketika itu. Yang lebih parah lagi, katanya, di cover menjadi Obligasi Rekapitalisasi pemerintah dengan diberi bunga dan diperdagangkan.

Bahkan oleh Kementrian Keuangan kemudian’disulap’ bentuknya menjadi Surat Utang Negara (SUN) seri baru. Menurutnya, ini adalah bentuk intellectual fraud dalam pengelolaan tata keuangan negara yang membohongi rakyat.

Megawati waktu itu mengeluarkan Inpres 2002 untuk para obligor-obligor itu yang bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 14 ayat 1 dan 2 yang bunyinya pemerintah hanya berhak memberikan amnesti, abolis, serta rehabilitasi. Padahal jika memang akan diselediki KPK dasar hukumnya saja sudah bertentangan.

Utang BLBI rezim Suharto ketika itu Rp.130 trilliun kemudian satu setengah tahun kemudian menjadi Rp210 trilliun di era Habibie. Namun, di era Megawati menjadi bengkak menjadi Rp640 trilliun.

“Hingga kini, bunga dari hutang bodong di zaman Megawati itu terus membengkak. Dan para konglomerat hitam yang mengambil keuntungan dari bunga itu terus berpesta pora diatas penderitaan rakyat. Yang menjadi pertanyaan kenapa di jaman Megawati 2001 hingga 2004 hutang itu membengkak. Padahal riilnya hanya Rp210 trilliun,” paparnya.

Secara pribadi, Sasmito mengaku geram, karena perintah Presiden SBY yang jelas-jelas meminta agar segera menuntaskan kasus ini kepada Jaksa Agung, Basrief Arief tapi tidak digubris.

“Anehnya Presiden SBY juga tidak mempersoalkan anak buahnya yang tidak menindaklanjuti perintahnya. Ada apa ini? Padahal Partai Demokrat tidak terlibat dalam kasus skandal ini,” ungkapnya.

Kasus BLBI lebih besar dari kasus Century dan Hambalang. Namun ia menyayangkan korupsi sistemik ini harus dibiarkan. ” Sampai saat ini 70-80 persen pendapatan negara berasal dari pajak. Namun mengapa pajak yang dibayarkan dari seluruh rakyat Indonesia tidak digunakan maksimal untuk kepentingan rakyat. Berkali-kali saya katakan, pajak itu ibarat iuran RT. Kalau iuran RT uangnya dipakai dan disalahgunakan pengurus, boleh dong kita mempertanyakannya? ” ujar Sasmito yang juga Ketua Gerakan Hidupkan Masyarakat Sejahtera (HMS) itu

Sumber: Inilah DVD MURATTAL
Share on Google Plus

About MUSLIMINA

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

1 komentar:

  1. nanti ujung-ujungnya rakyat di tekan bayar pajak berlipat guna bayar utang negara

    ReplyDelete