Pembunuhan dan Sabotase: Praktik Kotor Israel Jaga Supremasi Nuklir di Timur Tengah
1 Juli 2011, dua pembunuh Mossad tiba-tiba muncul memberondongkan senjata ketika Dorioush Rezaei sedang mengendarai kendaraan dalam perjalanan pulang bersama isterinya. Sesaat setelah menghabisinya, dua pembunuh tersebut tancap gas melarikan diri di tengah kegelapan malam.
Rezaei tewas seketika dan isterinya mengalami luka parah.
Ini adalah salah satu cerita tim pencabut nyawa dinas rahasia Mossad yang bekerja keras untuk menggagalkan upaya Iran untuk -seperti yang dituduhkan Israel dan negara-negara Barat- menjadi negara penghasil senjata nuklir.
Iran seperti yang ditakutkan Israel sebagai ancaman eksistensial karena Presiden Ahmedinejad pernah mengancam akan menghapus negara Zionis tersebut dari peta dunia.
Dan respon Israel atas ancaman tersebut entah benar atau tidak sungguh mengerikan.
Rezaie dibunuh Israel karena menjadi pakar pemindahan neutron yang menjadi proses kunci dalam pembuatan senjata nuklir. Dia sejak lama menjadi target pembunuhan Mossad bersama para ilmuwan Iran lainnya.
Untuk itu, Israel merekrut para agen lokal untuk menjalankan pembunuhan tersebut. Tentunya, akan beresiko besar jika Mossad mengeksekusinya sendiri dalam lingkungan seperti itu.
Setahun sebelumnya, dua pakar nuklir Iran lainnya juga diserang di dua tempat berbeda di Teheran. Modusnya sama, ditarget saat dalam perjalanan menuju tempat kerja dan terjebak macet dengan bom magnet yang berkekuatan daya ledak 29.ooo mil per jam.
Satu bom menewaskan seketika Majid Shahriari, sedangkan isterinya yang duduk di kursi belakang lolos dari maut.
Untungnya, insinyur nuklir Dr Fereydoon Abbasi lolos dari ledakan maut serupa. Dr Abbasi adalah pakar pemisahan isotop, proses penting dalam pengayaan nuklir, yang dapat digunakan baik untuk reaktor maupun senjata.
Pada Januari, pakar lainnya, Masoud Ali Mohammadi tewas di utara Teheran ketika sebuah motor yang diparkir dekat rute perjalanannya menuju kantor meledak. Ledakan bom motor tersebut meluluhlantakkan mobil Mohammadi.
Mohammadi adalah target penting Mossad, selain sebagai pakar mekanis Quantum, dia dianggap sebagai tokoh penting Garda Revolusi Iran yang bertanggung jawab pengembangan senjata nuklir negara itu.
Namun beberapa tahun sebelumnya, pembunuhan atas ilmuwan nuklir Iran telah dilakukan sejak 2007, ketika Dr Ardeshir Hosseinpour yang bekerja di reaktor nuklir rahasia Iran di Isfahan ditemukan tewas secara misterius.
Kendati Israel membantah tuduhan atas keterlibatan dalam pelbagai pembunuhan tersebut, namun kalangan intelejen sepenuhnya yakin bahwa Mossad berada dibalik aksi tersebut dengan bantuan CIA.
AS sendiri selama 5 tahun menjalankan Proyek Brain Drain yang berupaya menyedot para pakar Iran untuk bergabung dengan AS sehingga gagal proyek nuklir mereka. CIA juga menjebak para pakar nuklir senior untuk melarikan diri ke AS. Namun, tidak banyak yang tertarik dengan jebakan AS ini.
Karena langkah lunak AS tidak banyak membawa perubahan, maka Israel beralih kepada cara yang lebih keras, yakni menghabisi mereka. Diluar itu, Israel menghendaki AS untuk membantu negara Zionis itu menyerang fasilitas nuklir Iran. Mereka ingin AS memasok senjata yang dapat menghancurkan bangunan di dalam tanah karena semua reaktor nuklir Iran didesain di bawah tanah. Namun sejauh itu, AS tidak berminat membantu Israel. Bahkan dalam skenario tersebut, Israel akan melakukan serangan atas reaktor nuklir Iran dengan bantuan atau tanpa bantuan AS.
Israel sukses menghancurkan reaktor nuklir Suriah yang dipercaya menjadi kepanjangan kepentingan Iran untuk pengayaan uranium pada 2007.
Israel tampaknya hendak mengirim pesan bahwa Iran tidak dapat membangun reaktor nuklirnya di luar negeri tanpa ketahuan.
Israel berhasil mengungkap rencana Iran lewat laptop petinggi keamanan Suriah yang berhasil disadapnya ketika berada di sebuah hotel di London Inggris. Dan tidak lama kemudian, kemudian seorang jenderal Iran hilang dalam perjalanannya di Istanbul. Hingga kini, Brigjen Ali-Reza Asgari, wakil Menhan Iran belum ditemukan.
Taktik pembunuhan dan sabotase ini pernah sukses dilakukan oleh Mossad kepada para pemimpin dan pembuat bom kelompok perlawanan Islam Hamas. Sejauh berkaitan dengan kepentingan kotor Israel sebagai penguasa tunggal senjata nuklir di Timur Tengah, maka apapun dilakukan.
Israel juga menjalankan program canggih lainnya melalui sabotase di dunia maya.
Untuk mendukung aksi tersebut, Israel mendirikan perusahaan samaran di Eropa dan Asia yang menawarkan diri sebagai pemasok kebutuhan peralatan instalasi nuklir kepada Iran. Alat-alat yang dibutuhkan bagi pengembangan reaktor dan senajata nuklir tersebut dirancang sedemikian rupa, ketika dipasang segera macet dan tidak dapat difungsikan.
Israel juga berupaya menyerang sistem operasi fasilitas nuklir Iran di Natnz dan tempat lainnya dengan memasukkan virus Stuxnet. Namun sialnya, sistem operasi nuklir didesain tidak terhubung dengan internet, sebagai upaya mencegah langkah musuh menghancurkan proyek nuklirnya.
Tidak putus asa, Israel memanfaatkan penggunaan USB yang digunakan para insinyur Iran. Israel melakukan penetrasi atas Perusahaan Siemens yang dipercaya Iran sebagai pemasok sistem operasi komputer mereka. Maka tidak lama, virus Stuxnet mengambil alih sistem operasi Siemens dan sukses memperlambat kerja sentrifugal Iran dalam memperkaya uranium.
Sukses Mossad ini diklaim membuat Iran harus mundur beberapa tahun dalam pengembangan industri nuklirnya.
Perang siber ini berhasil menggagalkan sistem operasi mereka dalam mengendalikan mesin, distribusi pangan dan lalu lintas udara. Konon, ada setidaknya 1000 sistem operasi Iran yang berhasi diporakporandakan.
Konon direktur Mossad, Meir Dogan dan penerusnya pada waktu itu menyatakan kepuasannya dan tidak berupaya lebih jauh menghajar Iran dalam upayanya untuk mendapatkan senjata nuklir.
Kembali untuk mempertahankan supremasi sebagai negara tunggal pemilik senjata nuklir di Timur Tengah dan menyingkirkan ambisi Iran, pelbagai upaya kotor Israel ini bukanlah hal baru.
Pada Juni 1981, angkatan udara Israel menghancurkan fasilitas nuklir Irak di Osirak, yang digunakan Saddam untuk memproduksi plutonium. Setahun kemudian, Israel membunuh kepala proyek nuklir Iran, Yahya El Mashad yang dipancing masuk hotel di Paris dan kemudian secara keji dieksekusi. Seorang pelacur yang menyatakan melihat pembunuhan tersebut juga tidak luput diekskusi Mossad dalam operasi tabrak lari sebelum secara resmi sempat bersaksi.
Bagi Israel, tidak boleh ada orang yang memiliki kemampuan yang sama dan berpotensi mengancam kepentingan Israel sebagai pemilik tunggal nuklir di Timur Tengah. Untuk itu, kematian para ilmuwan dan hancurnya infrastruktur mereka menjadi harga yang harus dibayar. Moralitas bagi mereka tidak penting sepanjang ambisi negara Zionis tersebut terpenuhi.
Berhasilkan rencana mereka? Kita lihat saja.
0 komentar:
Post a Comment