Ahok dan Pengkhianat Itu!


By: Nandang Burhanudin
****

(1)
Tahun 1998, kenaikan BBM oleh Pak Harto memicu reformasi dan melengserkan penguasa 32 tahun tersebut.

(2)
Hampir 20 tahun, para pemain waktu itu, Jenderal Wiranto, Jenderal Prabowo, Megawati, Luhut Binsar masih berperan hingga kini.

(3)
Saya tak paham, mengapa para pemain utama hanya mereka? Jikapun ada pemain lain, hampir lebih jahat dari Pak Harto.

(4)
Jahat korupsinya. Jahat penistaannya. Jahat bengisnya. Jahat diktatornya. Bahkan dilakukan oleh polisi anak bawang, baru kemarin sore. Sikap Pak Harto soal penista agama, sangat jelas bukan?

(5)
Tanpa sadar, menjelang 20 tahun reformasi, Indonesia semakin terbelakang. Alat komunikasi canggih, tapi rasa kemanusiaan ringkih.

(6)
Anehnya, segenap pengkhianatan atas bangsa, Pancasila, UUD45, dibiarkan merajalela seakan tak bisa dihentikan.  Manusia penista dimuliakan bak raja. Ada apakah?

(7)
Pengkhianat! Ya, para pengkhianat itu! Menurut Prof. Dr. Musthafa Mahmud dalam bukunya Al-Mu’amarah Al-Kubra, ada 4 tipe pengkhianat.

(8)
Tipe pertama, tipe yang memiliki kemampuan melawan, tapi enggan melakukannya. SBY dan para ketua umum partai contohnya. Diam dan memilih netral. Ada yang bersuara, malah dimarjinalkan!

(9)
Netral terhadap kebatilan dan keangkaramurkaan adalah seburuk-buruknya pilihan. Termasuk ormas Islam antidemokrasi di antaranya. Pun partai politik yang tak tergugah dengan hiruk pikuk kesewenangan.

(10)
Kedua: Orang kaya yang enggan membelanjakan hartanya untuk kebenaran. 9 naga bisa mengucurkan triliyunan rupiah, Muslim? Kita belum mendengar triliyuner Muslim yang seberani jor-joran seperti 9 naga.

(11)
Hampir semua aksi 411, 212, 303, 505 dilakukan tanpa backup sponsor. Jutaan muslim melakukannya dengan ongkos masing-masing. Jumlahnya memang triliun juga, tapi dari gabungan 7 juta peserta.

(12)
Ketiga: Para pemilik waktu luang yang tidak bersegera merespon dan melawan segala kebatilan. Waktu luang banyak, tapi lebih banyak diam.

(13)
Alhamdulillah, HRS dan tim GNPF MUI segera merespon kepongahan Ahox dan Polri. Tanpa mereka, apa jadinya kota Jakarta?

(14)
Keempat: Pemilik kemampuan bicara, menulis tidak berani berpendapat membela kebenaran. Malah ormas sebesar NU (Banser) memilih bergabung dengan Ahox.

(15)
Alhamdulillah, medsos membuat pertarungan vs 9 naga semakin seru. Setelah semua TV dikangkangi, Polri berpihak pada perusak negeri, medsos cukup ampun menjadi media perlawanan.

(16)
Oleh karena itu kawan, kendati kita bukan ketua umum Partai. Bukan anggota DPR, bukan pejabat terhormat, tegaskan dalam hati: Kita adalah pelopor, pelanjut perlawanan itu! DVD MURATTAL
Share on Google Plus

About Muslimina

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Post a Comment