Kenapa Menteri Jonan Tak Berani Keras ke Lion Air?


Keterlambatan pemberangkatan penumpang dan pelayanan yang buruk oleh maskapai Lion Air jelas bertenatangan dengan UU 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Dalam UU tersebut jelas disebutkan bahwa konsunen berhak mendapatkan keamanan, kenyamanan, pelayanan yang baik dan jujur dan berhak mendapatkan informasi yang jelas. Konsumen juga berhak mendapatkan kompensasi atau ganti rugi jika ternyata dirugikan dalam pelayanan atau pun dalam kualitas barang dan jasa.

Menurut Sekjen Lembaga Perlindungan Konsumen Muslim (LPKM), Pedri Kasman, apa yang terjadi dengan Lion Air sudah melewati batas kewajaran. Sudah berkali-kali kasus ini terjadi namun tidak ada perbaikan.

"Kejadian kemaren adalah puncak dari kesemrautan pelayanan Lion Air, dimana ada delay yang sampai lebih satu hari dan itu terjadi pada banyak tujuan penerbangan," ungkap Pedri, Jumat, 20 Februari 2015.

Dia tidak bisa membayangkan berapa kerugian materil dan immateril yang dialami konsumen baik langsung atau tidak.

"Karena delay ini sudah sangat tidak wajar, pemerintah dalam hal ini Menteri Perhubungan Ignatius Jonan harus memberi sanksi keras pada Lion Air," ungkap aktivis Pemuda Muhammadiyah ini.

Dia melihat, sikap Menteri Jonan tidak seperti ketika Air Asia mengalami kecelakaan. Saat itu, mantan Bos PT KAI itu sangat reaktif, bahkan mengeluarkan statement yang macam-macam dan tidak proporsional.

"Kenapa sekarang Jonan diam? Apa karena Rusdi Kirana (pemilik Lion Air) seorang Wantimpres? Jika ini terjadi, maka Jonan yang harus dievaluasi," tegasnya.

Karena, katanya lagi menekankan, kepentingan perlindungan konsumen harus diutamakan. "Pemerintah harus turun tangan dan beri sanksi terhadap masaapai yang lalai, tanpa harus membedakan siapa pemilik maskapai itu," demikian Pedri Kasman. [rmol] DVD MURATTAL
Share on Google Plus

About Unknown

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Post a Comment