Menjadi juara adalah harapan banyak orang, golongan, partai dan juga negara. Namun bagaimana jika juara yang diraih bukanlah dalam hal kebaikan, bukan pula membawa manfaat, bukan juga membawa nama baik. Haruskah dikejar? Atau haruskah dipertahankan?
PDI Perjuangan adalah sebuah Parpol yang ikut menikmati demokrasi di alam Indonesia. Partai dengan lambang mocong putih ini, selain jadi pemenang di Pileg 2014, juga telah “berhasil” menghantarkan kadernya menujur RI-1.
Dibalik itu semua, ternyata ada yang menarik untuk dijadikan ulasan, yaitu mengenai PDIP dinobatkan menjadi partai juara satu sebagai partai yang banyak politisinya terseret kasus korupsi. Kasusnya pun beraneka ragam, ada kasus klub sepakbola Persiba Bantul, ada juga terseret kasus dugaan korupsi proyek puskesmas di Dinas Kesehatan Tangerang Selatan.
Bahkan ada juga jadi tersangka korupsi kasus impor sapi. Seperti dilansir laman Tempo, Rabu (14 Maret 2007), bahwa Kejaksaan menetapkan Widjanarko sebagai tersangka karena semua saksi menunjukkan bahwa Widjanarko termasuk yang melakukan, turut serta melakukan, dan menyuruh melakukan dalam dugaan korupsi dengan kerugian negara sebesar Rp 11 miliar ini.
Siapa Widjanarko Puspoyo ? Beliau adalah seorang politikus dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan di era reformasi. Ia adalah mantan Kepala Bulog periode 2001-2003 dan Direktur Utama Perum bulog periode 2003-2007.
Anehnya, cuma Luthfi Hasan Ishaq (LHI) dari Partai Keadilan Sejahtera yang di bully sama media-media di Indonesia. Untuk siapa media bekerja?
Oke, kembali ke laptop!
Rupanya selidik punya selidik ditemukan rahasia mengapa PDIP bisa menjadi juara dalam hal korupsi. Berikut ini ulasannya.
#1. Dalam hal seleksi Calon Legislatif (Caleg), PDIP tidak selektif, artinya kader yang sudah menjadi tersangka korupsi pun diperbolehkan untuk menjadi Caleg. Hal ini adalah sebuah pelanggaran etika. Bagaimana wajar Legislatif mau bersih, jika orang yang nanti duduk adalah orang yang menjadi tersangka korupsi. Bukannya korupsi makin bersih, namun malah bisa menjadi ngeri.
Sistem penyaringan para Caleg di tubuh PDIP dinyatakan lemah, buktinya orang yang sudah menjadi tersangka korupsi pun masih bisa lolos. Diduga rawan permainan dalam hal tersebut. Jika sistem ini tidak dirubah, maka akan jadi blunder kepada PDIP sendiri.
#2. Di PDIP, tersangka korupsi yang terpilih menjadi Aleg “dibela” untuk dilantik. Hal ini seperti pernyataan berikut ini:
“Kalau baru tersangka belum bisa ditangguhkan pelantikannya,” kata Ketua Bidang Hukum DPP PDI Perjuangan, Trimedya Panjaitan saat dihubungi wartawan, Ahad (21/9), dilansir Republika.
Trimedya mengatakan seorang tersangka kasus korupsi belum tentu bersalah, selama belum ada keputusan yang bersifat tetap dari pengadilan. Ia menegaskan pelantikan Idham dan Herdian bisa dibatalkan apabila keduanya telah berstatus terpidana.
Sebenarnya bukan masalah dasar hukum lemah atau tidak, namun ini masalah etika. Bagaimana perasaan rakyat melihat orang yang sudah menjadi tersangka korupsi masih menghiasi wajar di senayan. Dan untuk masalah hukum tentunya, KPK dan KPU juga mempunyai dasar argumentasi hukum juga.
Selain itu, semangat pemberantasan korupsi yang disepakati sebagai musuh bersama, ternyata tidak dimiliki oleh PDIP. Toh, dengan begitu kader atau politisi PDIP yang sudah menjadi tersangka korupsi akan dengan percaya diri dilantik jadi DPR RI. Karena partainya sendiri juga “melindunginya”.
Nah, kini publik seperti tahu tentang rahasia mengapa PDIP bisa jadi partai juara satu korupsi. Dua alasan diatas rasanya sudah lebih dari cukup. Walau tidak menepis kemungkinan ada lagi faktor yang lain.
Jika kedua hal diatas masih terus dilakukan oleh PDIP, maka wajar saja partai-partai politik lain akan terus “kalah” untuk menjadi pemenang dan didaulat menjadi partai juara satu dalam hal korupsi.(silontong)
- Blogger Comment
- Facebook Comment
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
0 komentar:
Post a Comment