Ikuti Saran Pengusaha, Jokowi Naikan BBM Rp3000/Liter


Presiden terpilih Joko Widodo alias Jokowi mematuhi saran Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) sebesar Rp 3.000 per liter pada tahun pertama kepresidenannnya. Jokowi berdalih, kenaikan itu tidak membebani rakyat karena ia hanya mengalihkan subsidi BBM bersubsidi ke belanja lain yang lebih produktif. Sebagaimana saran pengusaha yang tergabung dalam Apindo, kenaikan harga BBM bersubsidi tahun ini sebesar Rp 3.000 per liter.
“Kalau kami bisa mengalihkan ke sana (belanja produktif), kami (naikkan) Rp 3.000 akan memberikan ruang tahun depan Rp 150 triliun, angka yang besar,” kata Jokowi dalam acara "Launching Roadmap Perekonomian Apindo" di Jakarta, Kamis malam (18/9).

Jokowi mengatakan, saat ini Indonesia mengalami dua defisit sekaligus, yakni defisit anggaran dan defisit neraca perdagangan. Defisit ini terjadi karena beban subsidi yang harus ditanggung pemerintah. Dalam RAPBN 2015, lanjutnya, sebanyak Rp 433 triliun anggaran pemerintah dihabiskan untuk subsidi. Ditambah lagi, ada anggaran yang bersifat mengikat, seperti anggaran pendidikan yang mencapai 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

“Lihat APBN, ruang fiskal memang betul-betul sempit, tidak mungkin kami bisa kejar pembangunan infrastruktur dengan ruang fiskal ini,” katanya. Untuk itu, lanjutnya, hanya ada dua cara yang akan ditempuh pemerintah untuk melonggarkan ruang fiskal. Pertama, mengalihkan subsidi BBM kepada belanja produktif, seperti infrastruktur dan pertanian. Kedua, melakukan efisiensi anggaran.

Jokowi mencontohkan, saat menjadi gubernur, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berhasil menghemat anggaran administrasi kantor hingga Rp 4,2 triliun.

Ini juga bisa dilakukan dalam mengelola angggaran negara. “Saya beri contoh saja, perjalanan dinas Rp 30 triliun untuk apa? Anggaran rapat Rp 18 triliun, rapat apa? Yang kecil-kecil kalau dikumpulin banyak sekali. Oleh sebab itu, penghematan itulah yang bisa kita lakukan untuk mendapat ruang fiskal yang lebih besar,” katanya.

Dalam kesempatan itu, Djisman Simanjuntak dari Tim Roadmap Ekonomi mengatakan, Presiden RI periode 2014-2019 akan bekerja dalam keadaan ekonomi yang lebih sulit, baik domestik maupun internasional. Jumlah penduduk diperkirakan naik 11 juta jiwa, jumlah angkatan kerja naik 8-10 juta, biaya logistik tinggi, sumber daya membaik namun masih tertinggal dibanding negara lain, pertumbuhan ekonomi cenderung melemah seiring melemahnya perekonomian global, biaya uang tinggi, walaupun inflasi terkendali.

Transaksi berjalan masih mengalami defisit, kemiskinan menurun namun penduduk rentan masih besar. Agar Produk Domestik Bruto (PDB) tetap tumbuh rata-rata 7% per tahun atau mendekati 8% pada masa jabatan pertama berakhir, pemerintah mendatang harus menjaga keseimbangan neraca pembayaran. Perlu dibangun stabilisasi makro dan penciptaan ruang fiskal. “Siapa pun pemerintahan yang akan datang tidak bisa bergerak kecuali ada ruang fiskal, sekarang ruang fiskal sangat terbatas di negeri ini,” katanya.

Tim Roadmap mengusulkan pemotongan konsumsi subsidi BBM, dengan menaikkan harga BBM bersubsidi Rp 3.000 per liter segera setelah presiden baru dilantik. Dengan kenaikan itu, dalam dua bulan terakhir di tahun 2014, pemerintah akan menghemat Rp 17 triliun dan pada 2015 penghematan mencapai Rp 150 triliun.

Anggaran hasil penghematan itu bisa dialihkan untuk proteksi sosial kepada masyarakat dan mempercepat pembangunan infrastruktur. “Kami usulkan pemerintah harus bisa menaikkan anggaran infrastruktur sedikitnya 1,5 persen dari PDB,” kata Djisman.

Sekadar info, Sofyan Wanandi, Ketua Apindo, tercatat sebagai pengusung, pendukung, dan donatur utama kampanye Jokowi selama Pemilu Presiden 2014.

Sementara itu, dalam kesempatan berbeda, Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia, Mirza Adityaswara memprediksi, kalau harga BBM bersubsidi naik Rp1.000 per liter, inflasi diperkirakan juga naik, pada 1%-1,5%. "Setiap kenaikan harga BBM Rp 1.000 akan menyumbang inflasi 1 persen-1,5 persen pada akhir 2014 sehingga, jika kenaikkannya Rp 3.000, sumbangan terhadap inflasi mencapai 3 persen-4,5 persen," ujar Mirza Adityaswara di Jakarta, Jumat (18/9).

Kalau harga BBM bersubsidi naik Rp 3.000 per liter, menurut Mirza, total inflasinya 4,4% ditambah 3%-4,5% menjadi 7,4%-8,9%. Namun, tambahnya, angka inflasi tersebut dapat ditekan dengan skema menetapkan harga jual sesuai dengan harga internasional plus tetap ada subsidi yang nilainya fix. Misalnya, harga internasional Pertamax sebesar Rp 11.500 dengan subsidi tetap Rp 2.500, maka harga jualnya adalah Rp 9.000. "Namun jika harga minyak dunia naik dan harga internasional menjadi Rp 12.000, harga jual juga naik menjadi Rp 9.500 per liter," tutur Mirza.

Ia mengungkapkan, Indonesia pernah menerapkan skema tersebut, namun tidak bertahan lama. Karena, beberapa tahun kemudian, skemanya kembali seperti semula dan berjalan hingga saat ini. "Hanya bertahan setahun-setahun setengah, kemudian dibatalkan dan kemudian malah memberatkan. Kalau ada subsidi fix ini sebenarnya inflasi lebih terkendali daripada disubsidi penuh lantas kemudian dicabut, inflasinya akan parah," ujarnya.
DVD MURATTAL
Share on Google Plus

About MUSLIMINA

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

1 komentar:

  1. EFEK DOMINOnya yang membebani rakyat...BBM naik otomatis harga kebutuhan pokok jg naik...emang untuk distribusi kebutuhan pokok ga pake transpor ?

    ReplyDelete