Kola dan atau Fried Chicken? Hmmm …
Oleh: Abu Umar
Seorang teman saya mengatakan prinsip saya dan keluarga saya lebay. Salah satunya karena saya dan keluarga saya—istri dan anak-anak saya—sejak tahun 2009, tak pernah lagi mau membeli semua produk yang dibuat oleh Yahudi.
“Lo ini cuman sendirian. Kagak ngaruh kali,” ujarnya ketika itu kira-kira. Tapi saya tidak terkejut. Di tahun 2001, Ketika masih jadi seorang wartawan sebuah majalah Islam di Ibukota, saya pernah mewawancarai seorang tokoh Islam, meminta pendapatnya bagaimana soal boikot produk Amerika (Yahudi), dan jawabannya: “Boikot produk Yahudi tidak realistis. Mau pake apa kita kalau tak memakai produk mereka? Dari mulai kamar mandi, sampai teras rumah, semua yang bikin orang Yahudi.”
Awalnya saya ketika itu masih merasa aman-aman saja membeli minuman kola. Namun ketika Gaza 2009 meletus dan anak-anak saya melihat sendiri lewat internet akan kebiadaban Israel kepada anak-anak Palestina, saya dan keluarga sepakat, kami memakai produk-produk dari mereka, hanya ketika itu sudah jadi opsi terakhir.
Banyak perjuangan yang kami rasakan ketika kami memulai hidup tanpa produk Yahudi. Misalnya saja, belanja bulanan. Jika sebelumnya kami hanya cukup pergi ke satu swalayan saja, tapi kemudian sekarang kami harus muter-muter berbagai toko, masuk ke pasar-pasar. Sepanjang kami bisa, kami melakukannya. Capek memang, kelihatannya. Dan ribet—di zaman seperti sekarang ini yang notabene belanjaan bisa didrop di satu tempat saja.
Tapi istri saya mengingatkan, “Capeknya kita tidak seberapa dibandingkan dengan perjuangan rakyat Palestina di sana. Ini juga akan menjadi sesuatu yang berkesan bagi anak-anak. Ini bukan semata-mata urusan boikot satu keluarga kita saja terhadap produk-produk Yahudi, tapi juga mudah-mudahan ada pembelajaran buat mereka dalam soal aqidah.”
Kalau sudah begitu, saya selalu bersemangat kembali.
Namun, yang membuat saya dan istri haru adalah sebuah peristiwa. Ketika kami berdua tengah berada di luar kota berhari-hari menunggui bayi kami di rumah sakit, dua orang anak kami diajak jalan-jalan oleh nenek, bibi-bibi, dan sepupunya. Mereka makan fried chicken yang sudah sangat terkenal. Semua orang yang mengajak mereka, makan freid chicken tersebut. Kedua anak kami, yang masih di bawah delapan tahun, dengan tegas menolaknya dan memilih makanan yang lain.
Ketika bibinya memberitahukan kami soal itu lewat telepon, istri saya diam-diam menangis.
Sekarang, empat tahun dari 2009 dari sejak Gaza diinvasi Israel, kami sekeluaga menyaksikan kembali bagaimana Palestina dibantai oleh Yahudi. Empat tahun dari 2009, Alhamdulillah kami masih tetap pada pendirian kami menolak membeli produk Yahudi. Kami masih bisa hidup. Ada beberapa hal lain yang memang tak bisa dihindarkan, namun seperti itulah kami menjalani hidup. Kami sama sekali tak merasa jadi orang besar karena ini. Namun kami yakin, sekecil apapun perjuangan kami, semoga bisa memberi arti untuk Palestina. Aamiin. [knrp]
good..cintailah produk - produk Indonesia :D
ReplyDeletesubhanallah.. saya juga ingin mulai mencoba prinsip bapak.. :") demi palestina !
ReplyDelete