Kedatangannya, guna melengkapi data terkait pengaduan atas dugaan mark up proyek pengadaan bus transjakarta gandeng (articulated), single bus, dan medium (bus kota terintegrasi busway) yang dilakukan oleh Dinas Perhubungan DKI Jakarta.
Azas Tigor mengungkapkan, setelah dilakukan penghitungan ulang, dirinya mensinyalir telah terjadi dugaan mark up dalam proses pelelangan bus transjakarta, sebesar Rp53 miliar.
"Mark up yang sudah terdeteksi itu sebanyak Rp 53 miliar itu potensi yang bisa menjadi kerugian negara dalam proyek pengadaan bus seharga Rp 1 trilun itu," kata Azas Tigor disela-sela pelaporan pengaduannya, di kantor KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (3/3).
Menurut Azas Tigor, kerugian tersebut terjadi dikarenakan dalam proses lelang pihak Dinas Perhubungan (selaku panitia lelang) membuat klasifikasi melalui lima paket lelang dengan beberapa daftar harga yang berbeda-beda. Oleh karena itu, setiap perusahaan pengadaan bus transjakarta mendapatkan harga yang berbeda.
Sehingga, karena dalam pelelangannya dilakukan secara terpecah-pecah maka potensi mark up-nya terlihat.
"Berbagai opsi lelang sebenarnya bisa dilakukan, salah satunya adalah dengan hanya membuka lelang untuk satu paket per tipe bus (articulated, single, dan Medium). Dengan hanya membuka lelang satu paket saja, maka potensi keberagaman harga dapat hilang," paparnya.
"Sehingga, jika satu kali lelang saja dengan spesifikasi yang sama, dapat mengiirit keuangan sampai Rp 53 miliar," tandasnya.
Sebelumnya, Fakta melaporkan proyek pengadaan 656 bus Transjakarta tahun anggaran 2013. Proyek pengadaan yang dikerjakan oleh Dinas Perhubungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta itu diduga berbau korupsi.
Azas mengatakan, ada empat masalah serius di bus Transjakarta. Salah satunya adalah bus Transjakarta yang didatangkan seperti terlihat bekas dan banyak karat.
Juru Bicara KPK Johan Budi SP menyatakan, pihaknya akan menelaah laporan pengaduan proyek pengadaan bus Transjakarta. Penelaahan ini dilakukan untuk menentukan apakah ada unsur-unsur yang memenuhi tindak pidana korupsi atau tidak terkait pengadaan bus Transjakarta.
Wajar kiranya masyarakat curiga dan menduga, orang nomor 1 di DKI ini terkesan sangat bernafsu menjadi capres di 2014 meski dengan gaya malu-malu kucing, tapi tidak bisa disembunyikan. Mengingat tim suksesnya telah lama disiapkan dan terus bergerak di sosial media (misalnya Jasmev yang dulu kabarnya berjumlah 200 an orang), BaraJP terus bergerak dimasyarakat membuka posko pemenangan untuk Jokowi, dan tim sukses lainnya bergerilya memprovokasi parpol papan menengah agar mencalonkan Jokowi sebagai capres, sebagai perahu alternatif bila PDIP tidak mencalonkannya. Semua aktivitas itukan butuh dana besar dan tidak bisa gratis alias dibayar dengan doktrin akan munculnya "Ratu Adil" sang Penyelamat. Belum lagi kalau mau diaudit, biaya pilgub 2 puataran pada 2012 lalu juga wajar kalau menuntut pengembalikan modal.
Cara-cara mark up dalam mengembalikan dan mencari modal suksesi merupakan hal biasa di negeri ini, dari pemerintah pusat hingga daerah. Kasus BLBI, Bank Century, Simulator SIM, hingga HAmbalang dan Wisma Atlet sangat terkesan sebagai upaya pihak berkuasa mengumpulkan modal suksesi kepemimpinan.
Ayo KPK, jangan tebang pilih, meski kami kini tak sepenuhnya yakin padamu.
http://kanjengpresiden.blogspot.com/2014/03/cari-modal-capres-atau-kembalikan-modal.html
0 komentar:
Post a Comment