Guyonan Tentang Penghapusan Kolom Agama pada KTP


Gerombolan kaum liberal yang membonceng di belakang gerbong pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla, benar-benar menggunakan ajang Pilpres 2014 kali ini untuk merealisasikan semua cita-cita busuk mereka. Salah satunya adalah upaya penghapusan kolom agama dalam kartu tanda penduduk (KTP).

Adalah anggota Tim Ahli Tim Pemenangan Jokowi-JK, Siti Musda Mulia, yang menjanjikan hal itu. Gembong liberal yang dikenal sebagai pendukung kaum homo dan lesbi itu menjanjikan penghapusan kolom agama pada KTP jika pasangan ini terpilih. Sebab, keterangan agama pada kartu identitas dinilai justru dapat disalahgunakan. Hal tersebut ia ungkapkan saat diskusi mengenai visi dan misi capres, bertajuk "Masa Depan Kebebasan Beragama dan Kelompok Minor di Indonesia", di Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (18/6/2014).

Banyak tokoh Islam termasuk pejabat negara khususnya dari kementrian agama menentang ide konyol ini. Namun yang menarik, beberapa waktu lalu ada guyonan yang beredar dengan menggunakan cara berfikir kaum liberal. Berikut guyonan yang dibuat dalam bentuk dialog:

DIALOG : Perlukah Kolom Agama di KTP Dihapus?

A : “Bro, tahu belum? Ada wacana kolom agama di KTP mau dihilangkan lho.”

B : “Emang kenapa? Katanya negara berketuhanan, kok malah hilangkan agama?”

A: “Katanya sih, kolom agama itu bisa mengakibatkan diskriminasi. Lagian agama juga urusan pribadi. Nggak usahlah dicantumkan di KTP.”

B : “Nah, ntar ada juga orang yang ngaku mendapat perlakuan diskriminasi gara-gara jenis kelamin ditulis. Berarti kolom jenis kelamin juga harus dihapus dong. Laki-laki dan perempuan kan setara. ”

C : “Eh, jangan lupa. Bisa juga lho perlakuan diskriminasi terjadi karena usia. Jadi hapus juga kolom tanggal lahir.”

D : “Eit, ingat juga. Bangsa Indonesia ini juga sering fanatisme daerahnya muncul, terlebih kalau ada laga sepak bola. Jadi mestinya, kolom tempat lahir dan alamat juga dihapus.”

B : “Ada juga lho, perlakuan diskriminasi itu gara-gara nama. Misal nih, ada orang dengan nama khas agama tertentu misalnya Abdullah, tapi tinggal di daerah yang mayoritas agamanya lain. Bisa tuh ntar dapat perlakuan diskriminasi. Jadi kolom nama juga wajib dihapus.”

B: “Kalau status pernikahan gimana? Perlu gak dicantumkan?”

A : “Itu harus dihapus. Nikah atau tidak nikah itu kan urusan pribadi masing-masing. Saya mau nikah kek, mau pacaran kek, itu kan urusan pribadi saya. Jadi kalau ada perempuan hamil besar mau melahirkan di rumah sakit, nggak usah ditanya KTP-nya, nggak usah ditanya sudah nikah belum, nggak usah ditanya mana suaminya. Langsung saja ditolong oleh dokter.”

D : “Sebenarnya, kolom pekerjaan juga berpotensi diskriminasi. Coba bayangkan. Ketika di KTP ditulis pekerjaan adalah petani/buruh, kalau orang tersebut datang ke kantor pemerintahan, kira-kira pelayanannya apakah sama ramahnya jika di kolom pekerjaan ditulis TNI? Nggak kan? Buruh biasa dilecehkan. Jadi kolom pekerjaan juga harus dihapus.”

C: “Kalau golongan darah gimana? Berpotensi diskriminasi nggak?”

A : “Bisa juga. Namanya orang sensitif, apa-apa bisa jadi bahan diskriminasi.”

E : “Lha terus, isi KTP apa dong? Nama : dihapus. Tempat tanggal lahir : dihapus. Alamat tinggal : dihapus. Agama : dihapus. Status perkawinan : dihapus. Golongan darah : dihapus. Berarti, KTP isinya kertas kosong doang….”

A, B, C, D : (melongo)

(suara-islam) DVD MURATTAL
Share on Google Plus

About MUSLIMINA

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

1 komentar:

  1. namanya identitas diri, ya harus komplet dong. masak hrs dihapus hapus gitu. ada2 aja dan ndak ada kerjaan dan program tu team Jokowi-Jk

    ReplyDelete