Inilah Wajah Ketua PDIP Surabaya yang Menolak Dolly Ditutup 19 Juni
Ketua PDIP Surabaya yang juga merupakan Wakil Wali Kota Surabaya Whisnu Sakti Buana termasuk tokoh yang tidak sejalan dengan rencana penutupan yang akan dilakukan 19 Juni 2014 itu, sesuai tenggat yang ditetapkan bersama Wali Kota Rismaharini bersama Gubernur Jatim Soekarwo.
“Tanggal 19 Juni 2014 itu terlalu cepat,” tegas Whisnu kepada Surya , Kamis (1/5/2014) kemarin.
Di pemkot, sosialisasi dan persiapan belum matang benar. Bahkan Whisnu mengaku belum pernah diajak bicara oleh Risma seputar rencana penutupan Dolly.
Padahal rencana memulangkan 1.022 pekerja seks komersial (PSK) dari Kelurahan Putat Jaya tersebut tinggal 37 hari lagi.Whisnu juga mengaku tidak tahu pasti skema dan rencana pemberian kompensasi yang diputuskan Risma.
“Kami tahu justru dari terjun beberapa kali ke Kelurahan Putat Jaya. Intinya warga merasa belum diajak bicara soal penutupan Lokalisasi Dolly,” kata Whisnu.
Berbagai skema dan kompensasi telah disiapkan Risma. Misalnya, memberikan pesangon untuk PSK dan mucikari. Untuk kebutuhan ini, Pemprov Jatim menganggarkan Rp 1,5 miliar.
Dijelaskan Whisnu, warga Kelurahan Putat Jaya akan banyak menerima dampak dari penutupan Dolly, karena perputaran uang di sana terkait erat dengan aktivitas prostitusi.
Menurut Wisnu, objek kebijakan Pemkot Surabaya tidak boleh hanya fokus pada PSK, mucikari, dan pemilik wisma. Alasannya mereka mayoritas bukan warga Surabaya.
Menurut Wisnu, objek program penanganan lebih penting lagi adalah kelangsungan hidup warga Putat Jaya, yang selama ini bergantung pada sepi-ramainya lokalisasi.
“Jadi penutupan itu tidak bisa hanya bicara wisma Dolly. Yang harus dijadikan perhatian utama adalah warga Surabaya (Putat Jaya). Kalau PSK-nya, itu bukan warga Surabaya sehingga tidak wajib mendapat penanganan kecuali dipulangkan,” tandas Whisnu.[fimadani/surya/im]
0 komentar:
Post a Comment