Kenapa Emirat Sokong Kudeta di Libya?
Pada tanggal 13 Februari yang lalu, mantan panglima angkatan darat militer Libya, Khalifa Haftar, mengumumkan dalam sebuah rekaman video tentang road map berisi penggulingan pemerintah dan pembubaran dewan legislatif kemarin.
Namun sehari berikutnya, perdana menteri Ali Zaidan mengumumkan bahwa kondisi Libya bisa dikendalikan, dan pimpinan menyatakan bahwa seluruh anggotanya dalam kondisi loyal dan solid. Pengumuman dan pernyataan itu menunjukkan bahwa percobaan kudeta itu bisa dikatakan gagal.
Perkembangan berikutnya, organisasi revolusi Libya menyatakan bahwa Saudi dan Emiratlah yang mendukung dan mendalangi kudeta tersebut. Dr. Shalah Jumairy, menulis sebuah artikel di elmarsad.org, Kamis (20/2/2014) hari ini berjudul “Apa yang diingnkan Emirat dengan mendukung kudeta gagal di Libya?”
Setelah Revolusi Musim Semi Arab, negara-negara diktator di Arab memikirkan dua hal; bagaimana menggagalkan agenda Revolusi Musim Semi Arab, atau kalau tidak, bagaimana meloloskan pemimpin baru yang benar-benar bisa bekerja sama dengan mereka.
Emirat banyak berkorban secara politis, ekonomi, dan lainnya, demi menghabisi mimpi buruk “Islam politik”. Ketika Emirat mendukung anti-revolusi di Mesir, tujuannya sudah jelas, karena jika revolusi berhasil maka Ikhwan akan semakin kuat, dan membahayakan kelanggengan kekuasaan mereka di Teluk. Namun pertanyaannya, apakah di Libya ada Ikhwanul Muslim yang kuat dan perlu ditakuti setelah berpuluh-puluh tahun Muammar Qaddafi berkuasa?
Memang sebenarnya menjatuhkan Libya tidak memerlukan kudeta, karena kondisi Libya sudah sangat kacau. Tapi kekacauan ini tidak akan berlangsung lama. Ketika mereka berhasil menjatuhkan diktator yang bersedia menghabisi setengah rakyatnya demi kelanggengan kekuasaannya, ini adalah sebuah keberhasilan yang sangat besar. Mereka akan bisa cepat membuat perbaikan.
Di Libya saat ini terdapat sekitar 30 brigade yang turut dalam peperangan melawan militer pemerintah. Jumlah ini sangat besar, tidak mudah ditaklukkan.
Sedangkan komposisi keagamaan di Libya, ada Ikhwanul Muslimin, Salafi Jami, dan Jihadi. Karakter rakyat Libya sangat sederhana, tidak begitu membedakan antar gerakan tersebut. Sehingga bisa dikatakan bahwa arah perbaikan yang mereka lakukan adalah arah perjuangan Ikhwanul Muslimin.
Ikhwanul Muslimin sudah ada di Libya sejak tahun 1968. Tapi perkembangannya mandeg karena diktatorisme dan kriminalisasi yang dilakukan Qaddafi. Aktivitas mereka bisa dikatakan berhenti hingga lima tahun sebelum jatuhnya Qaddafi. Sekarang, aktivitas mereka sangat kencang. Mereka memperbaiki struktur jaringan, membentuk partai politik, membangun koalisi-koalisi di legislatif. Saat ini Ikhwanul Muslimin menjadi kekuatan kedua dalam dewan legislatif, sehingga mereka sangat berpengaruh. (msa/dakwatuna/elmarsad)
0 komentar:
Post a Comment