Bambang Widjajanto dan Mantan Pimpinan KPK Diancam 15 Tahun Penjara


Terkait penyadapan ilegal oleh oknum pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada sekitar Januari - Mei 2011 lalu, pimpinan KPK dan pejabat KPK dimaksud terancam pidana penjara maksimum 15 tahun. Demikian disampaikan Irwandi Lubis, mantan Aktivis Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan, kepada Asatunews di Jakarta, Rabu 19 Februari 2014.

Paska merebaknya informasi skandal kolusi antara MK dan KPK yang dimotori oleh Bambang Widjajanto yang diungkap oleh politisi Fahri Hamzah Senin (17/2/14) kemarin, berbagai kalangan mendesak nama - nama yang disebut Fahri agar memberikan penjelasan dan klarifikasi terhadap tuduhan itu.

Bambang Widjajanto adalah Koordinator Pengacara KPK pada saat dirinya melakukan kolusi mengatur putusan MK terkait atas gugatan uji materi Pasal 34 UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK yang dimohonkan oleh ICW, TII, Pukat UGM dan YLBHI, yang diajukan pada Desember 2010 lalu. Saat itu KPK dan Polri sedang terbelit konflik yang dikenal dengan kasus Cicak vs Buaya, dimana dua Wakil Ketua KPK yakni Chandra Hamzah dan Bibit Samad Rianto ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri.

Lebih lanjut Irwandi mengatakan, Berdasarkan UU Telekomunikasi Nomor 36 tahun 1999,  penyadapan adalah perbuatan pidana. Secara eksplisit ketentuan Pasal 40 undang-undang a quo menyatakan, Setiap orang dilarang melakukan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan telekomunikasi dalam bentuk apa pun. Pasal 56 menegaskan, Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 40, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.

"Pasal 12 ayat 1 huruf (a) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK yang memberi kewenangan untuk melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan telah melahirkan ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu. Seperti halnya dalam putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan Pasal 31 ayat 4 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik bertentangan dengan UUD 1945," tegas aktifis Jaringan Advokat Publik (JAP) itu.


Irwandi menambahkan, dengan mengacu pada pertimbangan hukum MK maka harus ada undang-undang khusus tentang penyadapan. Karena, hingga saat ini undang-undang maupun peraturan hukum terkait penyadapan dimaksud belum ada, dan KPK hanya mendasarkan penyadapannya pada SOP (prosedur operasi dasar) yang dibuatnya sendiri.

Terkait Penyadapan, KPK juga dikualifisir dapat melanggar hukum, dalam hal penyalahgunaan wewenang atau dengan sewenang-wenang memakai kekuasaannya untuk membuat, tidak membuat, atau membiarkan barang sesuatu, sebagaimana diatur dalam pasal 23 UU Tipikor jo 421 KUHP. (asn) DVD MURATTAL
Share on Google Plus

About MUSLIMINA

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Post a Comment