Rencana Kubah Besi Baru Zionis Hadapi Terowongan Hamas
Penemuan jaringan terowongan perlawanan di Gaza telah membuat bingung pimpinan Zionis “Israel”. Mereka tahun bahwa gerakan Hamas, paling tidak pada tahap ini, tidak konsen melakukan eskalasi terhadap ‘Israel’. Namun Hamas tidak luput dari perhitungannya bahwa aksi terakhir yang terjadi di daerah perbatasan selatan, merupakan bagian dari upaya Hamas untuk keluar dari krisis yang dihadapinya menyusul perselisihan dengan Mesir dan Iran, melalui aksi-aksi terbatas.
Meski presdiksi ‘Israel’ bagitu, namun para pimpinan militer dan politik tidak pernah berhenti mengancam kepastian melakukan aksi yang akan datang. Indikasinya adalah jatuhnya pesawat tanpa awak di Gaza, yang sedang melakukan aksi mata-mata di Jalur Gaza. Ini merupakan operasi yang belum pernah dihentikan ‘Israel’ di wilayah perbatasan, namun mereka kadang sering melakukannya secara intensif di sebelum melaksanakan aksi perang dan atau aksi pembunuhan.
Melalui penilaian mereka terhadap masalah ini, orang-orang ‘Israel’ membandingkan antara situasi saat ini di Jalur Gaza dengan daerah utara ketika ‘Israel’ menguasai daerah sabuk keamanan di selatan Libanon menjelang penarikan diri ‘Israel’ tahun 2000. Saat menguasai wilayah tersebut, kala itu ‘Israel’ berbicara tentang perang urat syarat antara Hizbullah Libanon dengan para pakar militer ‘Israel’. Mereka mengingatkan bahwa Hizbullah menciptakan pihak baru untuk menghadapi pos-pos dan konvoi-konvoi militer di daerah sabuk keamanan di selatan Libanon dengan kontinyu.
Ketika militer Zionis menemukan solusi pertahanan dan serangan secara konkrit, Hizbullah membalasnya dengan merubah sarana-sarana dan rencananya. Sampai di sini, situasinya seperti “permainan catur yang panjang dan melelahkan” atau “permainan pengejaran yang tidak pasti hasilnya”. Hari ini militer Zionis meneriakkan penyebutan ini dalam menghadapi terowongan-terowongan yang berhasil dibangun oleh kelompok-kelompok Palestina, yang sebagian besarnya berisi peralatan dan sarana canggih dan sampai ke pinggiran permukiman-permukiman Yahudi di wilayah selatan.
Situasi di Jalur Gaza berbeda karenaa kondisi strategis regional, yang mulai meninggalkan dampak sangat serius pada Hamas, dimulai dengan agresi Zionis terakhir ke Jalur Gaza pada bulan November 2012 dan mengambil dimensi baru dengan jatuhnya kekuasaan Ikhwanul Muslimin di Mesir, dan sampai pada penghancuran sebagian besar terowongan yang menghubungkan antara Gaza dan Sinai, yang dinilai sebagai urat nadi kehidupan ekonomi dan militer bagi gerakan Hamas (karena bisa memberikan keuntungan mencapai 230 juta dolar dalam sebulan). Demikian juga bagi warga Jalur Gaza, agresi tersebut merupakan pukulan – menurut ‘Israel’ – terhadap sisi infrastruktur gerakan dan mencegahnya melanjutkan perlawanan dan memerangi ‘Israel’ dengan kemampuan yang dimilikinya. Sementara itu perselisihan dengan Mesir telah menyebabkan krisis yang mencekik di semua sektor kehidungan, bagi gerakan itu masih mengancam stabilitasnya.
Demikian juga perselisihan antara Hamas dan Iran, menyusul sikap yang diambil dalam kasus Suriah, juga telah berdampak pada kekuatan gerakan Hamas dan potensinya serta memasukkan Hamas dalam krisis. Hari ini, lebih dari waktu-waktu sebelumnya, sangat mendesak untuk keluar dari krisis tersebut. Menghadapi situasi seperti ini, datangnya proyek terowongan. Di kalangan ‘Israel’, mereka menghadapi Hamas dengan bahasa ancaman dan teror terang-terangan. Dalam laporan-laporan internalnya, mereka membicarakan tentang Hamas sebagai gerakan yang lemah, terutama dengan memburuknya hubungan Hamas dengan Mesir dan Iran.
Dalam analisi orang-orang ‘Israel’ terhadap situasi Hamas, seperti dilansir surat kabar Zionis Ma’arev, mereka mengatakan bahwa krisis politik Hamas tidak terpisah dari krisis ekonomi. Karena kerugian yang dialami pemerintah Hamas sekitar 230 juta dolar setiap bulan akibat penghancuran terowongan-terowongan dan bekunya perdagangan dengan Mesir telah meninggalkan dampai secara jelas pada keadaan pemerintah. Bahwa ekonomi Jalur Gaza, yang setengahnya bergantung pada terowongan, tidak mampu mendirikan lapangan kerja baru dan tidak memiliki pemasukan dana yang mencukupi untuk membayar sekitar 40 ribu pekerjanya. Hanya bisa mengekspor 9% saja dari produksi. Data ini ditambah dengan pengumuman Badan Bantuan dan Pemberdayaan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) yang akan terpaksa memotong bantuan terhadap sekitar 10 ribu pengungsi. Di ranah propaganda, banyak beredar kenaikan harga produk kebutuhan pokk dan berkurangnya bahan bangunan serta kesulitan besar yang dihadapi ribuan penduduk dalam keluar dari Jalur Gaza akibat penutupan gerbang perbatasan Rafah, satu-satunya pintu yang bisa menghubungkan warga Jalur Gaza dengan dunia luar. (asw/pip/muslimina)
0 komentar:
Post a Comment