Mengenang 26 Tahun Intifada, Syekh Ahmad Yasin Prediksi Israel Hancur Tahun 2027
Oleh : Ahmad Tirmidzi
8 Desember 2013 adalah peringatan 26 tahun Intifada Palestina. Intifada jilid I meletus 1987 dipicu oleh penabrakan sengaja truk Israel terhadap sebuah kendaraan Palestina yang ditumpangi buruh Palestina di kamp pengungsi Jabalia, Jalur Gaza. Akibatnya, empat warga Palestina gugur. Aksi massa dan perlawanan di jalan-jalan Palestina ini berkobar di seluruh wilayah Palestina secara spontanitas hingga tahun 1991. Aksi Intifada kemudian meredah setelah kesepakatan perundingan Oslo tahun 1993 digelar antara PLO dan Israel.
Intifadah jilid I ini lebih dikenal dengan Intifadah batu karena rakyat Palestina, sebagian besarnya dari kalangan anak-anak dan pemuda melakukan aksi perlawanan dengan batu, pisau dan bom molotov. Mereka menyerang kendaraan militer dan patroli Israel. Selama sekitar lima tahun Intifada jilid I, sebanyak 1162 warga Palestina gugur syahid, 241 di antaranya anak-anak dan 90 ribu luka-luka serta 15 ribu warga ditangkap, belum lagi infrastruktur Palestina yang luluh lantak. Sementara di pihak Israel sekitar 160 warganya tewas.
Aksi Intifadah jilid II kembali meletus di tahun 2000, tepatnya pada 28 Desember. Dipicu oleh penistaan terhadap kiblat umat Islam pertama yakni Masjid Al-Aqsha oleh PM Israel Ariel Sharon yang dikawal ketat oleh pasukan militer dan polisi zionis. Perlawanan dan bentrokan kembali berkobar. Konfrontasi kali ini lebih dahsyat dan berkobar hingga tahun 2005.
Intifadah jilid II ini lebih dikenal dengan Intifada Al-Aqsha. Kerugiaan di masing-masing pihak Palestina dan zionis meningkat di banding jilid I. Sebanyak 4412 warga Palestina gugur, 48.322 luka. Sementara di kalangan Israel sebanyak 735 tewas, 4500 luka-luka. Akibat kerugian inilah, Israel akhirnya memutuskan hengkang dan menarik diri dari wilayah Jalur Gaza.
Meski saat ini mereda, Intifada Palestina dipastikan tidak akan pernah mati selama kezhaliman, tirani, penjajahan, penistaan agama, tempat suci, ketidak adilan tetap berkuasa di bumi para nabi itu. Semua publik Palestina dan elit politik dan militer zionis sedang ramai membicangkan tetang meletusnya Intifadah jilid III. Persoalannya hanya soal waktu saja. Sebab pada dasarnya, pemicu Intifada I dan II seperti di atas hanyalah anti klimaksnya saja, sementara faktor lainnya sangat banyak.
Karena itu, deklarasi “Intifadah”, istilah pertama kali digunakan Hamas dalam pernyataannya pertama kali pada 11 Desember 1987 dengan judul “Intifadah” untuk menyebutkan aksi massa besar-besaran di jalan-jalan isinya sebagai berikut: “Intifadah rakyat Palestina meletus sebagai bentuk penolakan setiap aksi penjajahan dan tekanan-tekanan untuk membangkitkan nurani mereka yang menjilat di belakangan perdamaian yang ringkih dan konferensi-konferensi perdamaian internasional yang kosong tanpa makna.”
Tidak sedikit elit politik dan militer Israel dalam banyak kesempatan menegaskan, kebuntuan proses perundingan antara Otoritas Palestina dan Zionis Israel ditengarai sebagai pemicu lain Intifada jilid III. Tentu juga karena faktor-faktor lain seperti semakin represifnya Israel terhadap rakyat Palestina, pengusiran warga, penggusuran rumah, penyiksaan terhadap tawanan Palestina, penistaan terhadap tempt suci di terutama Al-Aqsha, aksi diskriminatif dan rasismenya.
Perundingan yang digelar sejak 1993 tidak memberikan manfaat dan hasil apapun terhadap bangsa Palestina. Semua perundingan hanya menguntungkan Israel. Bukan hanya nol atau sia-sia dan buang-buang waktu, tapi perundingan politik juga telah merugikan bangsa Palestina. Perundingan dinilai sebagai bentuk ketidak adilan dan praktik standar ganda Amerika dan barat sebagai mediator dalam perundingan. Perundingan hanya justru menjadi legitimasi atas kejahatan-kejahatan zionis atas bangsa Palestina berkedok solusi perundingan damai.
Semua poin-poin kesepakatan Oslo Agreement di tahun 1993 tidak ada satupun yang dipatuhi oleh Israel. Semua undang-undang internasional, piagam HAM Jenewa dan semua resolusi Dewan Keamanan PBB tidak pernah digubris oleh Israel.
Di tengah perundingan berlangsung pun, Israel semakin ekspansif menjajah dan mencaplok wilayah Palestina. Wilayah Tepi Barat (jajahan tahun 1967) kini dipenuhi dengan apartemen dan pemukiman Yahudi, padahal itu melanggar hukum internasional. Masjid Al-Aqsha dibawahnya digali terowongan sebagai usaha merobohkannya dan membangun kuil Solomon mitos Yahudi tak peduli lagi norma agama dan perjanjian internasional.
Karena itu, jalan perlawanan, Intifadah dan jihad diyakini bangsa Palestina sebagai jalan satu-satunya yang bisa membebaskan Palestina dan mengembalikan hak-haknya dari penjajah zionis Israel. Tak ada jalan lain. Meskipun harus menelan nyawa, menghancurkan infrastruktur, menela dana tidak sedikit tapi itulah perjuangan. Tapi sejarah membuktikan bahwa hanya dengan jihad dan perlawanan kejayaan dan izzah umat akan kembali.
Tidak jauh-jauh ke jaman Rasulullah atau Shalahuddin, baru kemarin 2005, Israel hengkang dari Jalur Gaza bukan karena perundingan tapi karena perlawanan. Kini di Jalur Gaza tak ada satupun tapak Yahudi setelah bertahun-tahun dijajah Israel.
Kini Jalur Gaza menjadi duri paling berbahaya bagi Israel. Karena itu, dengan berbagai upaya militer, Israel ingin menjatuhkan Jalur Gaza, termasuk dengan operasi militer Cast Lade di tahun 2008-2009 atau operasi Pillar of Claud. Namun usaha mereka gagal menjatuhkan Gaza yang dikuasai Hamas. Itu perlawanan dan Intifada.
Sebagai bangsa merdeka, konstitusi Indonesia jelas-jelas menolak penjajahan di muka bumi. Ini berarti, sebenarnya, Indonesia tidak mengakui negara yang namanya Israel.
Lantas, di tengah kepongahan, keunggulan militer zionis serta dukungan penuh Amerika baik sisi dana dan militer kepada zionis, adakah harapan bagi Palestina mengembalikan tanah air dan hak-haknya? Apalagi di situasi sulit saat ini. Di saat bangsa Arab sedang disibukkan oleh revolusi dan peralihan kekuasaan yang sangat sulit. Di tambah lagi dukungan Mesir tidak lagi diharapankan karena berada di bawah kekuasaan junta militer Al Sisi yang tidak berpihak kepada Palestina. Kemudian Suriah yang selama ini mendukung perlawanan Palestina sedang didera oleh konflik dalam negeri yang tidak kunjung padam selama dua tahun lebih. Iran yang selama ini memberikan dukungan kepada perlawanan Palestina juga memangkas habis dukungannya.
Tak ada kata putus asa untuk membebaskan Palestina. Hal itulah yang ditanamkan oleh Syaikul Intifada Syekh Ahmad Yasin. Bahkan ketika ditanya TV Aljazeera masa depan penjajah zionis, maha guru perjuangan Palestina yang mengobarkan semangat perjuangan di atas kursi roda ini meyakinkan timing hancurnya Israel.
Setelah menjelaskan bahwa perjuangan perlawanan adalah pilihan strategi bangsa Palestina , Syekh Ahmad Yasin mengatakan, “Diawal abad 21 tepatnya di tahun 2027 Zionis akan hancur. Sebab perubahan dan peralihan sebuah bangsa dari satu fase ke fase lain terjadi setiap 40 tahun. Angka ini yang disebutkan oleh Allah di Al-Quran terkait nasib Yahudi ketika mereka tersesat (kehancuran). Demikian halnya dengan kasus Zionis Yahudi di Palestina, yang terjadi perubahannya setiap 40 tahun. Intifadah pertama meletus setelah kurang lebih 40 tahun sejak negara Israel didirikan. Setelah itu, generasi Palestina yang lahir di Intifadah I akan mengalami kematangan selama 40 tahun berikutnya.”
Bukti akan hancurnya zionis Israel itu diawali dengan berbagai kelemahan yang mendera mereka. Dalam setiap pertempuran besar, sejak 2005, zionis tidak pernah memenangkan dalam setiap peperangan dengan Palestina dengan kata lain, tidak pernah mewujudkan target mereka. Hal itu terlihat dalam operasi Cast Lade di akhir 2008 awal 2009 atau yang lebih dikenal pejuang Palestina dengan peperangan Al-Furqan. Selama 22 hari pejuang Palestina bertahan meski hanya mengorbankan ribuan nyawa. Kemudian disusul disusul operasi Pillar of Claud di tahun 2012 atau peperangan Hijarah Sijjil.
Sementara di sisi lain, pejuangan perlawanan Palestina semakin baik sisi persenjataan dan mampu memproduksi senjata sendiri. Di tambah lagi beban mental zionis yang semakin kehilangan dukungan dan pamor dunia internasional. Yahudi semakin dibenci dimana-mana. Dukungan dana Amerika semakin menipis karena krisis ekonomi yang menerpa Amerika.
Kita mengenang Intifadhah untuk memupuk harapan bahwa Palestina tidak akan selamanya terjajah. Kekuatan kezhaliman pasti akan musnah melawan kekuatan kebenaran. (Ahmad Tirmidzi/ Infopalestina/muslimina)
0 komentar:
Post a Comment