Akrobat Hukum ala KPK
Oleh : Uda Chaniago
Dari sidang pertama kasus dugaan suap kuota impor daging sapi, sepertinya tidak ada hal baru yang patut dicermati. Mungkin karena sebelumnya sudah diblowup sedemikian rupa, sengaja atau tidak oleh KPK, ke Media mainstream ataupun online. Boleh dibilang sampai kemarin, apa yang terungkap di sidang perdana LHI dan Fathonah tersebut cuma copy paste saja dari apa yang selama sudah terungkap (oleh KPK). Sekali lagi mungkin karena memang perhatian media yang intens pada kasus ini, sehingga (seperti kata Johan Budi) sulit menghalanginya dari kesan blowup oleh media yang terasa sedikit berlebihan.
Okelah, saya tidak terlalu mempermasalahkan dan membahas hal itu terlalu jauh. Namun ada satu pertanyaan yang masih menggelitik saya untuk mencari tahu jawabannya dalam sidang-sidang selanjutnya. Dari sisi hukum terasa sekali bahwa kasus ini sudah agak menyimpang dari relnya. Kasus utamanya di awal adalah suap kuota impor daging sapi. Dari sini, KPK punya keyakinan yang kuat sehingga dengan gagahnya menyeret Fathonah dan LHI (walaupun secara fakta tidak sampai menerima uang suap), menjadi tersangka dengan menggunakan kekuatan yang maksimal. Yang dimaksud dengan KPK menggunakan kekuatan secara maksimal dalam kasus ini, adalah cara KPK menggunakan wewenang dalam kasus ini tidak seperti yang kita lihat dalam kasus lainnya baik yang sejenis maupun yang lebih berat. Perlakuan terhadap LHI dan pelebaran sangkaan ke TPPU adalah sah-sah saja diterapkan oleh KPK karena saya kira masih dalam wewenangnya, walaupun tidak kita jumpai di beberapa kasus lainnya. Okelah, sampai di sini saya kira KPK punya alasan hukum khusus kenapa berbeda perlakuannya. Tapi, pertanyaannya adalah, kalau memang kasus yang mengikuti sangkaan utama (TPPU) adalah kasus yang patut dan layak, kenapa kekuatan maksimal tersebut sepertinya hilang begitu saja. Malah yang timbul terkesan hanya blowup dan cenderung hanya “merusak” nama baik tersangka dan lembaga yang pernah dipimpinnya (PKS).
Saya sungguh tidak mengerti ketika jaksa dengan lantang menyebut nama-nama dan kasus yang tidak ada kaitannya dengan kasus suap (secara hukum) dengan lancar di persidangan. Kalau memang itu sebuah kasus, kenapa KPK berhenti hanya sampai mengungkap saja, tanpa ada usaha maksimal menjadikan tersangka nama-nama yang diungkap (Yudi, Anis Matta dll). Tidak salah kalau sebagian pakar hukum menyebutkan KPK, terlalu dini melebarkan kasus ini ke TPPU, karena toh tidak ada tersangka berikutya walaupun nama2 baru terungkap.
Jadi, apakah ini memang, seperti disinyalir pihak PKS, hanya sebatas sebuah KPK-tainment. Wallahua’lam, semoga KPK tidak gegabah dalam hal ini.
0 komentar:
Post a Comment