Waduh, Dakwaan Jaksa Ngawur, KPK Terancam Digugat
Tim kuasa hukum terdakwa Luthfi Hasan Ishaaq (LHI) menilai dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terkait kasus yang membelit kliennya ngawur.
Menurut salah satu tim kuasa hukum Luthfi, Mohamad Assegaf, ngawurnya isi dakwaan itu terekpos di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Luthfi diduga akan menerima suap berawal dari penangkapan Ahmad Fathanah di Hotel Le Meridien, Jakarta, bersama seorang perempuan bernama Maharani Suciyono.
Kata Assegaf, saat itu, ada uang dalam mobil Fathanah, yang diduga akan diberikan kepada Luthfi. Padahal, tidak ada uang hasil korupsi yang beralih dari Fathanah ke Luthfi. KPK justru meyakini telah memiliki dua alat bukti yang cukup atas temuan itu.
"Kemudian, soal pencucian uang, uang sebesar Rp1,3 miliar yang dipotong Rp10 juta buat perempuan itu (Maharani). Tapi dia (Luthfi) malah dikenakan Pasal Pencucian Uang oleh KPK," kata Assegaf dalam diskusi membedah dakwaan LHI di sebuah restoran di Jakarta, Kamis (27/6/2013).
Menurutnya, letak predict crime-nya untuk menjerat Luthfi dengan Pasal Tindak Pidana Pencucian Uang belum ada, tapi KPK menyita kendaraan dan aset lainnya milik Luthfi.
Kedua, lanjut dia, kasus yang menjerat LHI seperti festivalisasi. Sejumlah perempuan dimunculkan lalu dikaitkan dengan Luthfi. "Jadinya peristiwa ini semakin menonjol ketimbang kasus hukumnya," tukasnya.
Setelah itu, munculnya nama Yudi Setiawan, seorang narapidana pembobol Bank Jawa Barat, yang menyebut bila Luthfi atau PKS menargetkan bisa mendapat Rp2 triliun dari tiga Kementerian, yakni Kementerian Sosial, Kementerian Pertanian, dan Kementerian Komunikasi dan Informatika. Tudingan itu tidak pernah dipaparkan KPK ke mata publik.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Hukum Acara Universitas Indonesia (UI), Chaudry Sitompul mengatakan, proses peradilan itu harus berjalan baik. Tetapi, bukan berarti bisa melanggar hak-hak seseorang.
"Saya kira si terdakwa itu harus melakukan (perlawanan), karena jangan hanya karena Penuntut Umum itu memiliki kekebalan (tidak melawan). Tetapi bila (dakwaan penuntut umum) tidak ada kaitannya dengan persoalan itu bisa saja dituntut," tukasnya.
Kemudian, mengenai Pasal Tindak Pidana Pencucian Uang yang diterapkan kepada Luthfi, dia menilai, Jaksa seperti menebar jala.
"Istilahnya kan Jaksa main nebar jala saja, seperti jaman supersif. Tapi sekarang kan itu tidak bisa, karena sekarang kan harus menyatukan negara hukum yang beradab," tukasnya.
Artinya, sambung Chaudry, bila KPK tidak bisa membuktikan isi dakwaannya, maka bisa saja KPK digugat atau dituntut balik. Pasalnya, dengan menyebut nama-nama perempuan ikut terlibat dampaknya lebih besar ketimbang uang yang diterima perempuan itu.
"Intinya, KPK harus bisa lebih wise dan bijaksana," terangnya.(Ok)
0 komentar:
Post a Comment