Keburukan PKS adalah Seperseribu dari Kebaikannya


PKS terbukti bukan partai yang superbody. Bukan kelompok yang segalanya pasti benar. Juga bukan kelompok yang tidak ada kekurangannya. Kalau ada yang kecewa dengan PKS itu sungguh teramat wajar. Karena memang tidak boleh ada satu lembagapun di muka bumi ini yang menganggap sebagai super power dan berhak atas penentuan baik buruknya keadaan pihak atau lembaga lain.

ICW tidak perlu menuduh anggota dewan melawan pemberantasan korupsi. Begitupun yang lain tidak perlu menuduh ICW sebagai pesanan asing untuk mengobrak-abrik demokrasi di Indonesia yang sudah berjalan dengan baik. Karena hidup bersama atau berpolitik dalam keadaan saling menuduh adalah sebuah keadaan yang akan terus memperburuk keadaan.

Kehidupan manusia sebenarnya disetting untuk lebih banyak kebaikan dari keburukan. Bila seseorang berniat baik, kejadian atau tidak; semuanya kebaikan. Bahkan dari niat buruk yang sampai tidak jadi dikerjakanpun, merupakan kebaikan.

Dunia ini sebenarnya diisi oleh kebaikan. Keburukan itu hanya seperseribu dari kebaikan. Begitupun argumen tentang politik itu kotor. Padahal kekotoran itu hanya sepeseribunya saja. Sehingga mereka yg selalu berpolitik kotor atau negatif akan terkucil dalam pikirannya sendiri. Perhatikan, niat baik atau niat buruk yg tidak terlaksanakan; itu tetap merupakan kebaikan. Jadi tidak ada dampak buruk disitu.

Hidup kita berada dalam limpahan kebaikan. Kebaikan sendiri mempunya politik untuk menjadi nyata dalam keseharian. Setiap rencana baik yang terealisasi, maka hasilnya berupa kebaikan itu bisa sampai 10 kali lipat, bahkan sampai 700 kali lipat, bahkan kebaikan itu bisa terus mengalami pelipat gandaan sistematis. Karena fitrah semesta adalah baik.

Anggap saja para politisi baik menggoalkan undang-undang yang lebih pro kepada lingkungan. Dalam kapasitas ilmiah dan niat baik. Maka ketika semuanya bergulir kita akan melihat dampak pelaksanaannya akan bermanfaat bagi manusia. Bahkan kemudian ketika alam semesta juga ikut merespon dengan fitrahnya alam tentang kebaikan, maka dampak keselarasan dengan alam membuat manusia semakin hidup nyaman secara berlipat-lipat.

Kehidupan yang dilingkupi kebaikan ini merupakan kabar gembira & harapan besar agar terus bekerja keras tanpa harus terganggu dengan kondisi buruk yang ada. Kebaikan inipun menjadikan para pelaku kebaikan terus mengawasi dirinya dari niat buruk dan pelaksanaannya.

Kehidupan politik bangsa ini yang masih ramai dengan pat gulipat dan tipu daya, seolah-olah menampakkan keburukan itu seolah-olah memenuhi bangsa ini. Padahal alam di negeri ini termasuk juga dunia politik bangsa ini, hakikatnya hanya mengandung keburukan sekitar seperseribunya saja. Sebagian besarnya masih berupa kebaikan.

Sehingga, ketika para politisi yang tetap memegang kebaikan, dia akan dimenangkan oleh keadaan. Terlepas jalan menuju kebaikan itu berputar-putar menempuh labirin yang rumit. Tapi percayalah, politisi yang memang tetap berjalan dalam rencana yang baik dan dalam memperjuangkan kebaikan, maka akan senantiasa mengalir dalam kemenangan-kemenangan politik.

Perbandingan kebaikan dan keburukan dalam hidup kita menurut sebuah referensi adalah 700:1. Bahkan angka 700 itu pun masih mengalami pelipat gandaan. Jadi para pelaku kebaikan tidak perlu merasa tertekan dengan adanya keburukan yang melingkupi. Karena itu hanya sebagai proses untuk membumikan kebaikan itu sendiri. Sehingga para politisi yang tetap memiliki integritas; tinggal secara fokus dan serius menyempurnakan terus rencananya menjadi realitas yg sempurna.

Dengan fitrah semesta yang mengandung unsur kebaikan dalam komposisi yang jauh lebih besar dari keburukan, maka ketika proses kebaikan itu mendapat tekanan; para politisi yang baik tidak perlu ada kekhawatiran sedikitpun. Bahkan bila mencontoh Muhammad saw rela melepas sematan Rasulullah agar kebaikan terus bergulir. Padahal Rasulullah itu adalah kebenaran tentang kemuliaan beliau.

Jadi, dalam dinamika politik yang terus berlangsung antara posisi mulia dan hina, bagi seorang politisi yang baik, itu hanya sebuah konsekwensi hidup berpolitik. Sebagaimana ulat yang harus mengalami proses menjadi kepompong dan hal-hal buruk lainnya, sampai agenda politiknya menjadi kupu-kupu kesampaian.

Ketika proses kebaikan itupun disembunyikan atapun ditutup-tutupi, ternyata kebaikan terus bercahaya dan semakin bersinar. Bahkan semakin terang benderang sebagaimana fakta yg ada pasca perjanjian hudaibiyah. Sekalipun perjanjian itu melemahkan kebaikan.

Kalau boleh menganalisa kasus PKS yang mengalami dinamika politik berada di dasar sumur, atas kasus LHI, maka perlu dan penting dibaca; mengapa dalam setiap pilkada yang strategis selalu menemukan kemenangan. Bahkan dengan kemenangan yang semakin fenomenal. Setelah di Jabar menang satu putaran, di Sumatera Utara pun satu putaran.

Bahkan kemudian disusul di kota strategis lainnya, yakni Bandung; bukan hanya satu putaran. Tapi menang telak sampai menyentuh angka 45%. Padahal kenyataannya pada saat itu kandidat yang bertanding sampai 8 pasangan. Sangat berat untuk memenangkan sekedar satu putaran. Ternyata kandidat yang diusung PKS dan Gerindra mampu memenangkan dengan meninggalkan lawan yang hanya di bawah 20%.

Terakhir calon yang diusung oleh PKS untuk di Maluku, Abdul Ghani Kasuba kembali memenangkan pilkada. Melengkapi kemenangan-kemenangan yang sudah terjadi di daerah-daerah strategis. Padahal orang sekaliber Jokowi membutuhkan dua putaran untuk memenangkan pertarungan pilkada ini.

Maka, mengapa para politisi dan partai tidak tertarik dengan politik tentang kebaikan?(kompasiana) DVD MURATTAL
Share on Google Plus

About MUSLIMINA

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Post a Comment