Lho? Sama-Sama Ahli Bahasa, Dua Saksi Ahli Kasus Ahok 'Gontok-Gontokan', Ini Buktinya
Sidang ke-15 dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dalam kasus dugaan penodaan agama digelar di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan pada Selasa (21/3/2017).
Dilansir dari Tribunnews, dalam sidang hari ini, ada tiga orang saksi yang dihadirkan guna meringankan terdakwa.
Ketiga saksi yang dihadirkan tersebut adalah KH Ahmad Ishomuddin yang merupakan seorang Rais Syuriah PBNU (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Jakarta dan dosen di IAIN Raden Intan, Lampung, Prof. Rahayu Surtiati Hidayat yang merupakan seorang guru besar Lingusitik di Universitas Indonesia, dan C Djisman Samosir yang merupakan dosen dari Universitas Katolik Parahyangan, Bandung.
Namun, pada sidang ini, saksi ahli yang diperiksa pertama kali adalah Prof. Rahayu Surtiati Hidayat.
Dilansir dari Tribunnews, ahli bahasa ini mengatakan bahwa Ahok menggunakan Bahasa Indonesia dialek Jakarta ketika ia menyampaikan pidato di Kepulauan Seribu, September 2016 lalu.
Menurutnya, kalimat yang diucapkan oleh Ahok bermakna bahwa ada orang yang menggunakan Al Maidah 51 untuk membohongi orang.
"Karena itu, surat dalam Alquran tidak mengandung kebohongan, tetapi orang bisa gunakan apa pun untuk membohongi, jelasnya.
Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa kata pakai yang diucapkan Ahok dalam pidato tersebut memiliki arti yang signifikan.
"Justru (kata pakai) berpengaruh besar. Kalau enggak ada kata pakai berarti surat Al Maidah-nya bohong," kata Rahayu kepada wartawan usai menjadi saksi meringankan untuk terdakwa di Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Selasa (21/3/2017), seperti dikutip dari Tribunnews.
Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa frasa pakai surat Al Maidah merupakan keterangan alat.
"Pakai surat Al Maidah adalah keterangan alat. Sementara pelaku tak disebutkan. Kita tak tahu siapa yang dibohongi kan, tapi kita tau alat yang digunakan," kata Rahayu.
Pernyataan yang dilontarkan oleh Rahayu ini terlihat bertentangan dengan penjelasan saksi ahli bahasa yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), Mahyuni.
Dilansir dari Kompas.com, dalam sidang sebelumnya, saksi ahli yang didatangkan oleh JPU adalah Prof. Mahyuni.
Ia adalah seorang ahli Bahasa Indonesia yang menjadi pengajar di Universitas Mataram, NTB.
Dalam persidangan tersebut, ia menjelaskan bahwa tidak ada perbedaan makna apabila menggunakan kata "pakai" atau tidak di dalam pidato tersebut.
"Tetap alat untuk membohongi itu adalah Surat Al-Maidah karena kalau bicara dibohongi, berarti ada alat yang digunakan untuk berbohong, ada yang dibohongi, ada yang berbohong. Kata bohong itu sendiri, sebelum melihat konteks (kalimatnya), sudah negatif," kata Mahyuni.
0 komentar:
Post a Comment