Mengapa China Menindas Muslim Uighur Xinjiang?
Provinsi otonom Uighur Xinjiang adalah wilayah luas yang terletak di pojok barat laut China. Wilayah ini menjadi tempat tinggal kelompok minoritas Uighur yang berbicara bahasa Turki, atau dulunya disebut Turkistan Timur. Para pejabat China mengklaim bahwa Xinjiang menjadi bagian Xinjiang sejak Dinasti Han. Penduduk Uighur adalah salah satu dari banyak kelompok disana yang berbicara bahasa Turki dan secara kesejarahan terhubung dengan Asia Tengah dan tidak menganggap diri mereka sebagai bagian China. Secara resmi, Xinjiang menjadi bagian China setelah negara komunis tersebut menginvasi wilayah itu pada tahun 1949, berbarengan dengan pendudukan Tibet. Kebanyakan penduduk Uighur adalah Muslim dan Islam menjadi bagian penting dari kehidupan dan identitas mereka. Dari 55 minoritas yang diakui China, 10 kelompok lainnya adalah Muslim Sunni. Mayoritas mereka mendiami provinsi barat laut China, Gansu dan Ningxia, dengan kawasan terpadat berada di Provinsi Yunan. Kawasan Xinjiang adalah daerah kaya sumber daya alam sehingga menarik kedatangan para migran dan juga menjadi penghubung strategis negara-negara Asia Tengah. Pada abad 19, kawasan ini dikenal sebagai produsen garam, soda, tambang dan jamrut. Xinjiang adalah jalur perdagangan dan pipa gas ke Asia Tengah. Xinjiang berbatasan dengan 8 negara lainnya seperti Mongolia, Rusia, Kazakhstan, Kyrgyztan, Tajikistan, Afghanistan, Pakistan dan India. China menjadikan Xinjiang sebagai tempat uji coba nuklir pada masa lalu.
Ekonomi Xinjiang sebagian besar bersumber kepada pertanian dan perdagangan pada masa lalu, dimana beberapa kotanya seperti Kashgar berkembang sebagai penghubung jalur perdagangan Sutera. China, melanjutkan proyek infrastruktur transportasinya membangun 12 jalan raya baru di Xinjiang yang menghubungkan dengan Rusia, Kazakhstan, Tajikistan dan Pakistan. Jalan terpanjang mereka membentang sepanjang 1,687 km dari Xinjiang ke Uzbekistan, Iran, Turki dan akhirnya Eropa. Proyek infrastruktur lainnya diselesaikan pada 2007 termasuk pengalihan sungai dari selatan ke utara, jalur pipa gas dari barat ke timur, pembangkit listrik dari barat ke timur serta jalur kereta api Qinghai-Tibet.
China dan Turkemenistan menandatangani perjanjian kerjasama pembangunan jalur pipa minyak pada 2006, sejak 2009. jalur pipa gas dari Turkmenistan dan Uzbekistan ke China sedang dalam pengerjaan. Semua jalur pipa yang memhubungan dengan jalur pipa gas Xinjiang-Shanghai menyumbang besar kebijakan pembangunan China. Cadangan gas Turkmen menjadi cadangan terbesar di Asia Tengah. Industri minyak dan petrokimia menyumbang 60 persen ekonomi lokal Xinjiang. China dan Kazakhstan menandatangani proyek jalur minyak Atasu Transnasional pada 2004 dan menyelesaikannya pada November 2005. Perjanjian ini berisi eksplorasi bersama sumber minyak dan gas di laut Kaspia. China dan Kazakhstan juga melanjutkan rencana pembangunan jalur pipa gas yang menghubungkan China dengan ladang gas di laut Kaspia. Perjanjian lain dengan Kazakhstan adalah pembangunan jalur transportasi penumpang dan barang internasional dalam upaya mendorong perdagangan dan penyelesaian rute ke Eropa. Dua negara juga membuka zona perdagangan bebas di perbatasan mereka untuk meningkatkan hubungan ekonomi.
China menjadi tempat tinggal banyak etnik Muslim minoritas yang menjadi target kebijakan asimilasi negara. Menurut Administrasi Negara untuk Urusan Agama (SARA), ada lebih dari 21 juta Muslim di negara itu. Sementara Pusat riset Pew berdasarkan sensus China mendapati 21,6 juta Muslim di China, atau sekitar 1,6 persen total penduduk. Menurut sensus 2011, etnik Muslim terbesar adalah suku Hui, atau dikenal sebagai Dungans dengan total 12 juta jiwa dan terbesar kedua adalah Uighur sekitar 10 juta jiwa. Sisanya adalah Kazakhs, Kryrgyz, Uzbek,Tajiks dan sejumlah kecil etnik Tibet Muslim yang secara klasifikasi masuk penduduk Tibet. Pemerintah China menerapkan pembatasan kelahiran etnik minoritas Muslim di Xinjiang sejak 2014. Menurut pejabat pemerintah, kebijakan tersebut penting sebagai upaya “memerangi terorisme”. Pada 2015, Xinjiang mendobelkan pembayaran bagi pasangan Uighur yang memiliki anak lebih rendah dari kuota mereka sebesar 6000 yuan (950 dollar). Etnik China Han dipaksa pindah ke Xinjiang sejak 1776. Menurut sensus dari awal abad 19. 75 persen penduduk Xinjiang adalah Uigur. Namun berdasar HRW (Human Rights Watch), diawal reformasi ekonomi China pada 1978, setelah pemaksaan KB, jumlah penduduk Uighur anjlok menjadi 42 persen.
Uighur sejak lama menderita diskriminasi etnik, kontrol yang menindas atas praktik beribadah serta kemiskinan dan pengangguran yang terus berlangsung di Xinjiang. Selama bertahun-tahun, para pejabat China melarang pegawai negeri, siswa dan anak-anak berpuasa selama bulan Ramadhan. Pada 2015, partai komunis China melancarkan kampanye anti terorisme di Xinjiang menyusul serangkaian serangan mematikan di Beijing yang dituduh dilakukan ekstrimis Uighur yang hendak mendirikan negara merdeka. Menurut laporan Uighur Human Rights Project, 700 orang tewas karena aktivitas politik pada 2015. Mereka yang ditahan meningkat 95 persen atasu sebesar 27 ribu dibandingkan pada 2014. Jumlah mereka yang dieksekusi mati atau dihukum seumur hidup meningkat 50 persen tahun lalu. Pemerintah China juga menyensor media di kawasan itu seperti halnya di wilayah lain. 26,3 juta ditaksir tewas pada 1949 ketika China merebut wilayah itu dan 8,7 juta jiwa dalam Program Lompatan Besar Mao Zedong sejak 1965. Sekitar 35 juta juga tewas karena operasi militer atau kelaparan.
Memakai jilbab di ruang publik, termasuk di kendaraan umum dan ketika menikah dengan upacara agama dilarang di beberapa tempat sejak 2014 dengan denda sebesar 353 dollar. Perilaku radikal dalam definisi pemerintah China dilarang, seperti tidak mau minum alkohol, tidak merokok atau tidak mau makan makanan non halal. 5 penduduk Uighur yang memiliki “jenggot yang berbentuk bulan sabit” dipenjara di Xinjiang karena dianggap sebagai bentuk ekstrimisme agama.
0 komentar:
Post a Comment