PENGAMAT: JIKA AHOK LOLOS, PICU PEOPLE POWER
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok diprediksi tidak dijadikan tersangka dalam kasus penistaan agama. Namun, jika mantan Bupati Belitung Timur itu tak juga ditetapkan sebagai tersangka sebelum 18 November 2016, berpotensi memicu kesabaran umat Islam. Jika ini terjadi, maka Indonesia diambang kerusuhan, chaos dimana-mana akibat people power yang jauh lebih besar targetnya. Selain itu, demo anti-Ahok dan anti-Jokowi akan terjadi terus menerus.
Pengamat intelijen The Community Of Ideological Islamic Analyst (CIIA), Harits Abu Ulya mengatakan, jika benar Ahok tidak menjadi tersangka dalam kasus penistaan agama sebelum tanggal 18 November 2016 maka dikhawatirkan akan berpotensi memicu kesabaran umat Islam hingga mencapai titik kulminasi. Jika ini terjadi, maka Indonesia diambang people power yang jauh lebih besar targetnya.
“Karena umat Islam tidak lagi sekedar melihat kasus Ahok sebagai penista agama tapi sebagai wayang dari kepentingan lebih besar yang harus dilawan. Dan saat itulah perlawanan ketemu momentumnya,” kata Harist kepada Harian Terbit, Selasa (8/11/2016).
Harist menilai, keponggahan Ahok, dan korporasi dibaliknya akan mengubah persepsi umat Islam yang tercederainya rasa keadilan plus tirani minoritas di berbagai sektor kehidupan sosial ekonomi politik hukum sudah saatnya diruntuhkan. Jika Ahok lolos itulah simbol dari tirani minoritas, yang tidak bisa dihentikan kecuali dengan goncangan dahsyat dengan segala implikasinya.
Melanggar
Lebih lanjut Harist mengatakan, setelah aksi damai 411, maka kekuatan politik dan korporasi dibelakang Ahok bisa jadi akan mendesign gerakan tandingan, baik via media TV/online/cetak atau gerakkan massa. Tetapi harus diketahui bahwa umat Islam bergerak atas dasar keyakinan, artinya nyawa siap menjadi taruhan.
“Sebenarnya pada faktanya Ahok potensial melanggar Pasal 156 Junto 156a KUHP, meskipun Ahok sebagai WNI juga punya hak untuk mendapat keadilan. Andaikan jadi tersangka namun Ahok lolos di pengadilan maka bisa melahirkan sikon bahaya besar bagi negara,” paparnya.
Harist mengungkapkan, sekarang ini umat Islam dalam posisi menunggu dan melihat, sebesar apa upaya rezim Jokowi melakukan penggembosan pada people power ini, yang justru itu akan membuat umat Islam makin massif. Rezim Jokowi bisa menelan buah simalakama, sangat pahit!. Sifat dan sikap adil itu sangat baik dimiliki semua orang, apalagi kalau dimiliki oleh seorang penguasa pasti akan jauh lebih baik.
“Jika kekuasaan telah hilang lonceng keadilannya maka runtuhnya Istana kekuasaan tinggal menanti masanya,” jelasnya.
Menurutnya, umat Islam harus terus melakukan konsolidasi karena pertarungan tidak akan pernah mati. “Kalau lewat tanggal 18Nov 2016 Ahok tidak jadi tersangka, sungguh saya khawatir dan kasihan pada dia,” tutupnya.
Sebelumnya, pengamat politik dari Universitas Negeri Jakarta, Ubedillah Badrun (Ubed) berpendapat, jika Ahok tidak jadi tersangka usai aksi 4 November, maka demo anti-Ahok akan terjadi terus menerus, lalu rusuh dan chaos dimana-mana.
“Negara dalam keadaan darurat. Situasi sosial ekonomi dan politik makin tak terkendali,” terang Ubed di Jakarta, belum lama ini.
Aksi protes besar-besaran akan terjadi di Jakarta jika Ahok tak kunjung ditetapkan sebagai tersangka. Situasi kacau ini dapat menular dan diikuti ke daerah-daerah lain. Di saat darurat sipil diterapkan, penguasa bertindak represif, kelompok kritis Islam dimarginalkan, secara sistemik disisir, maka situasi akan menjadi tidak menentuka.
“Negara diambil alih TNI dan konstitusi kembali ke UUD 45 yang asli. NKRI dalam situasi yang terkendali oleh kekuatan militer,” urainya.
Kebenaran Material
Sementara itu pengamat hukum dari Universitas Al Azhar Prof Suparji Ahmad mengatakan, jika prediksi Ahok tidak menjadi tersangka itu benar, mungkin hanya didasarkan kepada kebenaran formil semata yakni keterangan terlapor, keterangan ahli, saksi dan rekaman pidato Ahok. Karena penyidik memiliki kewenangan untuk menetapkan menjadi tersangka berdasarkan alat bukti. Namun hendaknya polisi mencari kebenaran material untuk menentukan apakah telah terjadi penistaan agama atau tidak.
“Ini bisa dilakukan dengan melakukan kontekstualisasi pidato Ahok. Apakah sebetulnya makna tersirat dan urgensi pernyataan tersebut. Aapakah dia punya otoritas untuk menggunakan ayat tersebut sebagai legitimasi untuk menyampaikan misinya,” jelasnya.
Suparji menilai, saat ini kasus Ahok telah menjadi bias dan menimbulkan dampak yang tidak produktif terhadap hukum sehinga membuat eskalasi dan kecurigaan politik meningkat. Langkah polisi perlu diapresiasi dan harus tetap dikawal supaya hukum bisa tegak di atas kebenaran dan keadilan bukan karena faktor lain.
MUI
Dihubungi terpisah, Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, KH. Cholil Nafis mengatakan, jika benar Ahok tidak menjadi tersangka penistaan agama itu merupakan kewenangan aparat penegak hukum. MUI hanya menyampaikan berdasarkan bukti-bukti yang didapat bahaw Ahok telah menistakan agama dengan ucapannya waktu mengadakan kunjungan di Kepulauan Seribu, Jakarta.
“Itu kita serahkan ke penegak hukum. MUI hanya menyampaikan bahwa berdasarkan aspek agama ada penistaan agama yang dilakukan Ahok,” kata KH Cholil Nafis saat dihubungi Harian Terbit.
Menurut KH Cholil, tidak ada upaya yang dilakukan MUI jika benar Ahok tidak menjadi tersangka dalam kasus penistaan agama. MUI hanya menyampaikan ada penistaa agama yang bisa membuat keresahan di masyarakat. Sehingga harus diproses hukum.
“Kalau dari aspek agama sudah selesai bahwa memang ad penistaan agama. Sementara dari langkah hukum itu dilakukan aparar penegak hukum,” ujarnya.
0 komentar:
Post a Comment