BARU TERJADI DI REZIM INI, LAPORAN MUI TERKAIT PENISTAAN AGAMA TERKESAN DIABAIKAN POLISI
Baru kali ini, di bawah rezim Presiden Jokowi dan Gubernur Ahok, laporan Majelis Ulama Indonesia (MUI) terkesan "diabaikan" polisi.
Di Sumatera Barat tahun 2012, ada seorang PNS-cum-Atheis bernama Alexander Aan (lahir 1982) memposting status di Facebook. Alex berkomentar "Tuhan itu tidak ada". Layaknya seorang filsuf, Alex mempertanyakan eksistensi Tuhan, sifat-sifat Maha Pengasih Tuhan dan relasi Tuhan dengan kejahatan.
Alex menjadi seorang Atheis sejak usia 11 tahun. Sebelumnya ia adalah muslim.
Sebagai atheis, Alex menyatakan surga, neraka, malaikat dan setan adalah mitos. Yang fatal dari ulah si Alex ini adalah ia mengunggah artikel fitnah terhadap Nabi Muhammad. Itu bikin masyarakat resah dan marah.
Masyarakat Padang mengeluh kepada MUI. Para ulama mempelajari manuver dunia maya Alex. Akhirnya Alex dilaporkan ke polisi. Dia kena pasal penistaan agama.
Massa yang marah menyerang Alex di tengah jalan. Saat ia hendak pergi bekerja. Polisi diharuskan mengambil tindakan pengamanan. Alex diciduk.
Nggak pake lama, dua hari kemudian, Alex didakwa sebagai penyebar kebencian agama, melakukan penistaan agama, dan mengajak orang lain menjadi ateis.
Kepala polisi setempat juga menuduh Alex berbohong saat mendaftar menjadi pegawai negeri karena menyatakan diri sebagai seorang Muslim.
Pada tanggal 14 Juni, Pengadilan Muaro Sijunjung menyatakan Alexander bersalah karena menyebarkan kebencian agama. Ia divonis dua setengah tahun penjara dan denda sebesar seratus juta rupiah.
Saat divonis, hakim menyatakan bahwa tindakan Alexander Aan telah mengakibatkan keresahan dalam masyarakat dan menodai Islam.
Dalam perspektif hukum pidana tentang penodaan agama, disebutkan siapa saja yang menodai Agama sehingga menimbulkan keresahan dan mangganggu ketertiban Umum, maka orang tersebut bisa dikenai pidana.
Ahok memenuhi syarat itu. Ucapannya dinyatakan MUI (sebagai lembaga resmi), masuk kategori menista Alquran dan ulama. Ulah verbal Ahok di Pulau Seribu memicu reaksi "demonstrasi" di berbagai daerah. Puncaknya aksi besar 2,3 juta umat tanggal 04 November 2016. Tentu saja, ini berarti, Ahok memicu keresahan dan mengganggu ketertiban umum.
0 komentar:
Post a Comment