Kisah Masjid dan Warga yang Selamat dari Banjir Bandang Garut
MALAM itu hujan turun cukup deras. Jam menunjukkan pukul 22.00 WIB, ketika Zainal Musthofa bergegas kembali ke rumahnya. Tahu-tahu, rumahnya yang terletak hanya 30 meter dari bibir Sungai Cimanuk sudah tergenang air setinggi betis.
“Airnya cepat sekali, satu menit bertambah satu meter,” tuturnya.
Hari itu, Selasa (20/09/2016), banjir bandang melanda sejumlah kawasan di Daerah Aliran Sungai Cimanuk, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Tempat tinggal Zainal di Kampung Cimacan, Desa Haur Panggung, Kecamatan Tarogong Kidul, turut digerus banjir.
Zainal pun segera menyelamatkan anak tunggal dan istrinya dengan menaikkan mereka ke atas atap rumah. Rupanya air terus meninggi, sehingga Zainal dan keluarganya pindah ke atap rumah tetangga yang lebih tinggi.
“Saya terus berlari ke atas atap menggendong anak saya,” tutur pria berusia sekitar 27 tahun ini saat ditemui kontributor hidayatullah.com di lokasi bencana, Sabtu (24/06/2016).
Akhirnya mereka sampai di sebuah bangunan yang cukup tinggi. Di sana sudah ada 6 orang dari keluarga lain yang juga menyelamatkan diri. Dari atas atap bangunan itu, mereka menyaksikan langsung saat air dan lumpur menggerus apa saja yang dilalui.
“Dari atap tersebut kami melihat pemandangan yang mengerikan. Banyak tetangga kami juga yang sempat menyelamatkan diri ke atas atap. Namun nahas, rumah mereka roboh dan hanyut terbawa arus. Mereka berteriak meminta tolong, namun apa daya kami tidak bisa berbuat apa-apa. Akhirnya kami pasrah dan hanya berzikir,” tutur Ketua DKM Masjid Al-Hikmah ini.
Masjid itu, yang terletak di dekat rumahnya, sempat terendam banjir. Namun atas kuasa Allah, masjid yang sudah diurus turun-temurun oleh keluarga Zainal ini tetap berdiri kokoh tanpa mengalami kerusakan berarti.
“Padahal sebelumnya ada 15 rumah di sekitar masjid, namun habis di terjang banjir,” ujarnya.
Terletak di wilayah Bojong Sudiki, RT 04 RW 19, masjid ini hanya berjarak sekitar 20 meter dari bibir Sungai Cimanuk. Padahal rumah-rumah yang berjarak 30 meteran dari sungai pada roboh dan rusak parah.
Pengamatan di lapangan, Masjid Al-Hikmah yang berusia cukup tua itu saat ini tampak masih berdiri kokoh. Namun banyak asetnya yang hanyut dan rusak di terjang banjir, seperti mushaf al-Qur’an, karpet, dan lain-lain.
Dua hari pasca bencana itu, tim relawan gabungan dari pemerintah dan swasta sudah turun membantu pembersihan Masjid Al-Hikmah. Saat ini Zainal membuka posko bantuan untuk masjid tepat di depan bangunannya.
Hanya Bisa Berzikir
Ini kisah lainnya dari lokasi banjir tersebut. Salah satu korban selamat dari bencana alam di Garut ini adalah Jamal, 30 tahun. Bapak tiga anak ini menyaksikan langsung musibah mengerikan itu dengan mata kepalanya sendiri.
Ketika Tim SAR Nasional Hidayatullah menemui Jamal di lokasi baru-baru ini, kondisinya masih dalam keadaan trauma. Dia menceritakan bagaimana air bah masuk dan dengan cepat membanjiri seisi rumahnya.
“Ketika saya sedang menonton TV bersama keluarga, air dengan cepat masuk ke dalam rumah saya. Saya segera membawa keluarga saya ke atap rumah (atap cor-coran datar).
Sampai di atap rumah, saya melihat air sudah membanjiri daerah perkampungan saya. Banyak rumah yang sudah roboh terseret derasnya banjir. Air berputar kencang di bawah rumah saya.
Saya mendengar jeritan minta tolong dari tetangga-tetangga saya. Bagaimana saya bisa menolong, padahal saya sendiri sangat ketakutan. Malam itu saya hanya bisa pasrah dan berzikir kepada Allah Subhanahu Wata’ala,” tuturnya. * Bilal Tadzkir
0 komentar:
Post a Comment