6 Dosa Shimon Peres
Shimon Peres, yang menemui ajal pada hari Rabu, 28 September 2016 lalu dalam usia 93 tahun setelah mengalami stroke berat melambangkan perbedaan sikap Barat terhadap Israel dan realitas berdarah penjajahan di Palestina dan wilayah-wilayah lainnya.
Peres lahir di zaman modern Belarus pada tahun 1923. Keluarganya pindah ke Palestina pada 1930-an. Sebagai seorang pemuda, Peres bergabung dengan Haganah, milisi yang paling bertanggung jawab atas tragedi Nakhba, pembersihan etnis dari desa-desa Palestina di tahun 1947-1949.
Meskipun kekerasan di Palestina telah menorehkan catatan sejarah yang buruk, Peres selalu bersikeras bahwa pasukan Zionis “menjunjung tinggi kesucian senjata”, tanpa pertumpahan darah selama pembentukan Negara Israel. Bahkan, ia mengatakan bahwa Palestina tidak pernah ada sebelum Israel berdiri, berdasarkan klaim wilayah.
Selama tujuh dekade, Peres dua kali menjabat sebagai perdana menteri dan sekali menjadi presiden, meskipun ia tidak pernah benar-benar memenangkan pemilihan nasional langsung. Dia adalah anggota dari 12 kabinet dan menjalankan tugas sebagai meneteri pertahanan, luar negeri dan keuangan.
Di kalangan masyarakat Barat, Peres mungkin paling dikenal berperan dalam perundingan Oslo tahun 1993 bersama Yitzhak Rabin dan Yasser Arafat. Sehingga dirinya mendapat hadiah Nobel Perdamaian.
Namun bagi Palestina dan negara tetangga di Timur Tengah, track record Peres jauh berbeda dari reputasinya di Barat. Secara ringkas, Middle East Monitor menyebutkan peran-peran Peres dalam kolonialisme atas bangsa Palestina.
Menjadi Arsitek Program Nuklir Israel
Antara tahun 1953 dan 1965, jabatan pertama Peres sebagai direktur umum kementerian pertahanan Israel dan kemudian sebagai Wakil Menteri Pertahanan. Karena tugasnya saat itu, Peres disebut-sebut sebagai “arsitek program senjata nuklir Israel” yang sampai hari ini masih berada dalam pengawasan Badan Energi Atom Internasional (IAEA).
Pada tahun 1975, terungkap bahwa Peres bertemu dengan Menteri Pertahanan Afrika Selatan PW Botha dan menawarkan hulu ledak nuklir kepada rezim yang membeda-bedakan ras saat itu. Pada tahun 1986, Peres merestui operasi Mossad yang menculik seorang teknisi nuklir Mordechai Vanunu di Roma karena dianggap sebagai pengkhianat. Diketahui, Israel melarang negara-negara Timur Tengah untuk memiliki nuklir, tetapi pada kenyataannya Israel sendiri terus mengembangkan program senjata nuklir.
Menggusur Pemukiman Palestina
Peres memiliki peran penting dalam rezim militer yang berdampak buruk terhadap warga Palestina hingga 1966, di mana pihak berwenang Israel melakukan perampasan tanah.
Salah satu aturan yang semena-mena dibuat Israel tertuang dalam Pasal 125, yang memungkinkan tanah Palestina dijadikan sebagai zona militer tertutup. Jika pemilik menolak, tanah secara paksa akan disita. Peres menjunjung tinggi Pasal 125 sebagai sarana untuk melanjutkan pembangunan pemukiman Yahudi dan migrasi Yahudi.
Salah satu dari tanggung jawab Peres sebagai direktur jenderal kementerian pertahanan adalah untuk melanggengkan kebijakan “Judaise” yang bermaksud meminimalkan bangsa Palestina atas bangsa Yahudi.
Pada tahun 2005, sebagai Wakil Premier dalam kabinet Ariel Sharon, Peres kembali menyerang warga Palestina untuk memindahkan Yahudi Israel Yahudi ke Galilea. Jumlah yang akan dipindahkan adalah 104 komunitas, 100 dari mereka Yahudi.
Mendukung Pemukiman Ilegal Isreal di Tepi Barat
Proyek pemukiman Israel di Tepi Barat dihubungkan dengan Partai Likud dan partai-partai nasionalis sayap kanan lainnya. Maksud sebenarnya akan hal itu adalah kolonisasi wilayah Palestina yang baru ditaklukkan. Dalam hal ini, Peres paling antusias.
Selama Peres menjabat sebagai menteri pertahanan pada 1974-1977, pemerintah Rabin mendirikan sejumlah pemukiman di Tepi Barat, termasuk Ofra. Sebagian besar dibangun di atas tanah milik pribadi warga Palestina.
Setelah memainkan peran kunci soal pembangunan pemukiman Israel, di tahun-tahun terakhir Peres telah melakukan intervensi untuk melemahkan tindakan apapun yang memberikan sanksi terhadap pemukiman ilegal atas nama perundingan damai.
Inisiator Pembantaian Qana
Insiden paling terkenal adalah pembantaian Qana, ketika Israel menyerang sebuah kompleks PBB dan menewaskan 106 warga sipil yang sedang berlindung. Sebuah laporan PBB menyatakan bahwa tidak mungkin penembakan adalah kesalahan teknis atau salah prosedur, dimana Israel mengklaim hal itu. Saat iut Peres menjabat sebagai Perdana Menteri.
Kemudian, penembak Israel mengatakan kepada televisi Israel bahwa mereka tidak menyesal atas pembantaian itu, dengan menyebut bahwa yang tewas “hanya sekelompok orang Arab”. Sedangkan Peres, menanggapi hal itu dengan mengatakan, “Semuanya dilakukan sesuai dengan logika yang jelas dan secara bertanggung jawab. Aku merasa damai.”
Memerintahkan Blokade Gaza
Peres adalah salah satu duta internasional terpenting bagi Israel dalam sepuluh tahun terakhir, dimana telah terjadi blokade dahsyat dan terjadi tiga serangan besar di Jalur Gaza. Meskipun masyarakat Israel mengutuk kebijakan tersebut, Peres secara konsisten mendukung hal itu.
Pada bulan Januari 2009, misalnya, meskipun Operasi Cast Lead diminta agar dihentikan, Peres menggambarkan hal itu sebagai “solidaritas nasional di belakang operasi militer” yang menjadi “jam terbaik Israel.” Menurut Peres, tujuan serangan untuk memberikan pukulan yang kuat kepada rakyat Gaza sehingga mereka akan kehilangan nafsu makan mereka untuk menembak Israel.
Selama “Operasi Pilar Pertahanan” pada bulan November 2012, Peres membantu upaya publik Israel dengan narasi yang dikatakan kepada para pemimpin dunia. Pada malam serangan Israel, Peres memberi peringatan kepada Hamas, bahwa jika rakyat Gaza ingin hidup normal, maka hentikan penembakan roket ke Israel.
Pada tahun 2014, dalam pemboman yang belum pernah terjadi sebelumnya di Gaza, Peres kembali menutupi kejahatan perang. Setelah pasukan Israel menewaskan empat anak kecil yang bermain di pantai, Peres tahu siapa yang harus disalahkan, yaitu Palestina. “Itu adalah daerah yang kami peringatkan akan dibom,” katanya. “Dan sayangnya mereka tidak menghindarkan anak-anak dari tempat itu.”
Blokade kembali mencekik rakyat Gaza pada tahun 2014. Dunia internasional pun mengutuk hal itu. Tetapi Peres tetap membela Israel bahwa itu sebagai hukuman kolektif, karena Gaza tidak menghentikan tembakan roket.
Pelopor Yahudisasi Palestina
Diketahui, Peres selalu menegaskan tujuan dari kesepakatan damai dengan Palestina. “Prioritas pertama adalah melestarikan Israel sebagai negara Yahudi. Itulah tujuan utama kami, itulah yang kita perjuangkan.” katanya pada tahun 2014. “Israel harus menerapkan solusi dua negara untuk kepentingan sendiri, agar kami tidak kehilangan komunitas Yahudi.” katanya.
Dalam perundingan Oslo sendiri, yang diinginkan Israel adalah pengurangan entitas Palestina. Dimana Yerusalem akan menjadi ibukota Israel dan Israel akan tetap berada di Lembah Yordania.
Beberapa tahun yang lalu, Peres menggambarkan Palestina sebagai “korban kesalahan mereka sendiri”. “Mereka mengorbankan diri mereka sendiri. Mereka adalah korban dari kesalahan mereka sendiri yang tidak penting,” katanya.
0 komentar:
Post a Comment