Aher, Gatot dan Antitesa Sekularisme
Berita sangat menarik datang dari Solo, Jawa Tengah. Kamis (11/12) lalu, sebuah Koran nasional memberikan penghargaan Kepala Daerah Inovatif 2014 kepada para gubernur, bupati dan walikota di Indonesia. Dan dari sekian penerima penghargaan tersebut terdapat dua gubernur yang hapal Al-Quran: Ahmad Heryawan (Jawa Barat) dan Gatot Puji Nugroho (Sumatera Utara). Bagaimana kita membaca fenomena Aher dan Gatot ini?
Cukup mudah menjawabnya. Bagi saya, ini adalah antitesa dari sekularisme. Sudah cukup lama kita dipaksa untuk menerima pemikiran bahwa agama harus dipisahkan dari kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Agama (baca: Islam) menurut kaum sekuler tak memiliki peran dalam proses pembangunan bangsa. Alih-alih berkontribusi, agama justru menjadi pemicu konflik dan penghambat kemajuan. Akhirnya muncul pemikiran liar yang mempertanyakan sumbangsih agama bagi pembangunan.
Menurut kelompok yang getol menyuarakan peminggiran agama tersebut, kesalehan seseorang tidak berbanding lurus dengan aksinya di masyarakat. Mereka menuding kelompok atau orang yang membawa-bawa agama justru berkelakukan tidak sesuai dengan nilai-nilai agama yang dianutnya. Karena itu, sudah selayaknya agama atau orang sholeh tak mendapat tempat dalam pembangunan bangsa. Pendek kata: agama hanya di awang-awang, berjarak dari realitas sosial.
Untuk menguatkan cara berpikirnya itu, mereka lalu membuat perbandingan dengan orang-orang yang tak membawa-bawa agama dalam kehidupannya sehari-hari namun mempunyai prestasi kerja yang bagus. Tersebutlah nama Jokowi yang kemudian sukses dijadikan sebagai presiden. Kata mereka, Jokowi tak agamis tapi kinerjanya sebagai walikota Solo dan gubernur DKI Jakarta luar biasa. Sosok inilah yang dibutuhkan bangsa.
Tersebut pula nama Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Hobi merokok dan punya tato di kakinya menjadi sosok yang tepat untuk menegaskan sintesa sekularisme. Media pun memberitakannya dengan tone sangat positif sebagai fgur pengusaha sukses yang hanya mencicipi bangku SMP. Lalu sosok Susi disandingkan dengan Gubernur Banten Ratu Atut yang terjerat korupsi. Di media sosial disebutkan bahwa lebih baik tak berjilbab tapi tak korupsi dibandingkan berjilbab tapi korupsi.
Tapi Allah sepertinya mendengar rintihan umat Islam di Tanah Air yang tengah gelisah dengan kondisi di negerinya akhir-akhir ini. Tiba-tiba muncullah Aher dan Gatot menerima penghargaan sebagai Kepala Daerah Inovatif 2014. Fenomena ini seolah menjadi antitesa dari sintesa sekularisme yang terus digembar-gemborkan para pegiatnya.
Ternyata orang sholeh itu bisa berprestasi dan tidak korupsi. Ternyata Islam memiliki peran atau kontribusi dalam pembangunan bangsa. Ternyata orang sholeh dapat mengemban amanah masyarakat dan berpikir inovatif. Dan ternyata, Islam bukan tidak mengawang-awang, ia bisa membumi, dekat dengan masyarakat dan dapat membawa kesejahteraan.
Persis seperti pesan yang disampaikan. Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo saat menyerahkan trofi penghargaan secara langsung. “Saya berharap agar prestasi yang diterima para kepala daerah di sini mampu mendorong pejabat tertinggi daerah lain melahirkan kebijakan inovatif untuk mempercepat kesejahteraan rakyat.”
Masihkah Anda sekuler dan anti –Islam?
Erwyn Kurniawan
@Erwyn2002
0 komentar:
Post a Comment