Sedikitnya 50 lembaga atau organisasi pemuda dan masyarakat siap menggelar aksi damai menuntut pembongkaran patung jenderal perang Cina di halaman depan DPRD Jawa Timur, Jalan Indrapura, Surabaya, Senin (7/8/2017).
Mengutip Swamedium.com, para oeserta aksi tersebut adalah : 1. FKPPI, 2. PPM, 3. PP, 4. KOKAM, 5. GNB (Gerakan Nusantara Bersatu),6. Bela Negara, 7. Patriot Garuda, 8. FUI Lamongan, 9. PENGABDIAN RAKYAT SEJATI, 10. FRAB (Forum Relawan Anak Bangsa), 11. LKRI (Lembaga Kedaulatan Rakyat Indonesia), 12. KBRS (Komunitas Bambu Runcing Surabaya), 13. Laskar Garuda Nusantara, 14. Komunitas Garuda Sakti, 15. GM. KOSGORO, 16. Pemuda Muslimin Indonesia, 17. PAGASA (Pergerakan Gajah Mada Sakti) Jatim, 18. Wira Karya Indonesia, 19. Baladhika Karya, 20. Garda Muda Merah Putih, 21. Satria Jatim, 22. Gema Kosgoro, 23. KNPI, 24. GM. FKPPI, 25. FAK (Front Anti Komunis), 26. Pemuda PUSURA, 27. FRONT PANCASILA, 28. Rumah Pancasila, 29. Wahana Parade Nusantara, 30. The Society of Maritime affairs and Fisheris Forum, 31. PII SDA, 32. Pemuda Bulan Bintang SDA, 33. LASBANDRA (Laskar Pemberdayaan dan Peduli Rakyat), 34. AKSIRA, 35. SAKTI, 36. Gema Al Ittihadiah, 37. Indonesia Law Enforcement Forum, 38. Perhimpunan BOEMI POETRA, 39. FOPNAS, 40. Perhimpunan Pergerakan Pribumi Indonesia (P3 I), 41. Perhimpunan Muslimin Indonesia, 42. Front Aliansi Umat Islam Bersaru Jateng – DIY, 43. Laskar Barisan Muda Klaten, 44. Gerakan Pemuda Islam, 45. Divisi Peta Jatim, 46. PEKAT Jatim, 47. BHOEMINDO (Bhoemiputera Nusantara Indonesia), 48. PKW (Paguyuban Kerukunan Warga), 49. PWMI (Persatuan Wartawan Mingguan Indonesia), 50. Kaum Fukoro & Masakin.
Perlu diketahui bahwa aksi damai menuntut pembongkaran patung jenderal perang Cina di halaman depan DPRD Jawa Timur, Jalan Indrapura, Surabaya, Senin (7/8/2017) Tidak diikuti oleh ormas kepemudaan dari PBNU yaitu BANSER dan ANSOR.Sampai saat ini ormas underbound dari NU, Banser dan GP Ansor terlihat diam membisu terhadap patung ilegal china tersebut.
“Bila satu lembaga saja mengirimkan sedikitnya 20 orang, maka kisaran 1.000 orang pemuda Boemiputera Nusantara Indonesia bakal memenuhi halaman depan Gedung Perwakilan Rakyat di seberang Masjid Kemayoran, seputar bilangan Tugu Pahlawan – monumen perjoangan arek-arek Surabaya, November 1945 dulu,” kata Koordinator Lapangan Didik melalui keterangan persnya, Sabtu (5/8).
Hajat demo, kata Didik. sebagai wujud hak menyatakan pendapat ini, dihadiri bukan saja gabungan pemuda dan masyarakat kota pahlawan Surabaya melainkan juga akumulasi aspirasi rakyat Jawa Timur, bahkan komunitas pemuda dari tlatah Kerajaan Sultan Hamengku Bhuwono X, DI Yogyakarta.
Didk melanjutkan, tak menutup kemungkinan berduyun-duyun pemuda dan masyarakat bergabung di latar DPRD Provinsi Jawa Timur, dari Sabang sampai Merauke, dari Rote hingga Talaut akan menyatakan : SUMPAH PEMOEDA Ke-2.
“Kami semua bahu membahu, bertekad untuk menyatakan hak berpendapat kepada Para Wakil kami di gedung DPRD Jatim yang terhormat ini, menuntut dan mendesak, agar segera dilakukan Pembongkaran dan Robohkan Patung Dewa Perang Cina, Kwan Sing Tee Koen, di Tuban”, tegas Didik.
Lebih lanjut, Prihandoyo dari Komunitas Rumah Pancasila yang ikut mengawal demo ini menguraikan, bahwa upaya membongkar dan merobohkan patung kebanggaan negara asing, yakni Tiongkok (RRC) tersebut dilatarbelakangi oleh pertimbangan sebagai berikut :
1. Bukan bagian dari ritual pemujaan suatu agama yang diakui di Indonesia.
2. Bukan bagian dari sejarah perjoangan bangsa Indonesia.
3. Tidak mencerminkan kebudayaan bangsa Indonesia yang sesuai dengan Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika.
4. Tidak mencerminkan rasa nasionalisme dan pateiotik bangsa Indonesia.
5. Tidak mengindahkan rasa kearifan terhadap Budaya Lokal dan Boemiputera Nusantara.
6. Tidak mengandung nilai pendidikan sejarah bagi putra-putri generasi penerus bangsa Indonesia.
7. Karakter dan ukuran patung 30,4 m mengindikasikan kekuasaan, penindasan, dan penjajahan terhadap bangsa Indonesia.
8. Sebagai lambang keangkuhan bangsa asing (Cina) di Boemi Pertiwi Persada Indonesia.
9. Menandingi sekaligus sebagai bentuk penghinaan terhadap tokoh perjuangan pendiri bangsa Indonesia.
10. Sebagai bentuk pengkhianatan terhadap jatidiri dan ciri khas Warga Negara Indonesia.
Karena itu, kata Prihandoyo, demo yang diharapkan juga dihadiri oleh tokoh-tokoh Jawa Timur, termasuk bakal calon Gubernur, ini adalah bentuk riil bela negara dan menjunjung tinggi kebudayaan asli Boemiputra Nusantara.
Selain itu, gelar aksi pemuda yang menyedot perhatian nasional dan internasional kali ini, juga bermakna perlawanan Rakyat Indonesia terhadap dominasi dan penguasaan Cina dalam berbagai bidang kehidupan.
Karenanya, sangat disayangkan, ditengah keprihatinan bangsa Indonesia terhadap pelanggaran etika dan budaya, atas dibangunnya Patung Dewa Perang Cina, Kwan Sing Tee Koen, di Tuban, yang menelan biaya hingga 2,5 M dan diduga sebagai patung terbesar atau tertinggi se-Asia Tenggara setinggi 30.4 meter itu.
“Tentu saja hal ini semakin mendulang protes dari berbagai pihak, dan dari segala penjuru Nusantara serta viral di media sosial,” kata Prihandoyo.
Berbagai protes datang dari beberapa pihak, salah satunya dari Presiden GEPRINDO Bastian P Simanjuntak, Sabtu (29/7).
“Saya mengecam keras didirikannya patung Jendral Perang Cina, Kwan Sing Tee Koen yang tingginya 30,4 meter yang berada di klenteng Kwan Sing Bio, Tuban Jawa Timur,” katanya.
“Bangsa Indonesia tidak mengenal panglima perang yang bernama Kwan Sing Tee Koen, sebab panglima perang bangsa indonesia adalah panglima besar Jendral Sudirman,” dengan nada Geram.
“Saya mencurigai ada maksud lain dibalik pendirian patung sebesar itu, oleh karena itu sebaiknya Badan Intelijen Indonesia turun tangan mengumpulkan informasi apa alasan sebenarnya dibalik pendirian patung sebesar itu, ada tidak aliran dana dari negara komunis Cina ?,” sambungnya.
Rakyat Indonesia sangat paham, Negara Cina memiliki kepentingan strategis terhadap Indonesia, ada rencana menghidupkan kembali jalur sutra, ada pembangunan proyek-proyek infrastruktur, pengakuisisian tambang energi dan mineral, perkebunan, ada pembelian hunian oleh warga cina di pulau reklamasi dan kota Meikarta, ada proyek kereta api cepat Bandung-Jakarta, ada pencurian ikan, penyelundupan narkoba, kejahatan IT dan banjirnya produk-produk Cina di pasar Indonesia.
Pemerintah harus segera bertindak dengan menerbitkan peraturan yang tidak memperbolehkan pembangunan simbol-simbol bangsa lain di Indonesia yang bisa memupuk rasa nasionalisme asing, sebaliknya melemahkan nasionalime bangsa Indonesia.
Panglima TNI berkali-kali berpidato tentang perang asimetris, perang proxi, namun mengapa patung jendral perang Cina setinggi 30 meter tidak dianggap sebagai ancaman kedaulatan ? Coba kita pikir, bolehkah kita mendirikan patung Jendral Sudirman setinggi 30 meter di Cina sana ?
Ada lagi Arukat, aktivis gaek Jawa Timur juga menyatakan “Ya, pendirian patung tersebut telah mencederai rasa Nasionalime Boemiputera dan lebih besar bermuatan politis daripada nilai-nilai keagamaannya, sama sekali tak ada hubungan langsung dengan ritual dalam klenteng itu“.
Juga Susi dari FKPPI menambahkan : “Ingat! Ini negara Indonesia, didirikan oleh bangsa Indonesia, dimiliki dan dikuasai oleh Bangsa Indonesia, oleh karena itu sungguh tidak etis, ada bangsa lain yang sok kuasa di Republik ini dengan mendirikan patung jendral perangnya di negara orang lain”.
Sementara, menurut aktivis Gerakkan Aliansi Laskar Anti Korupsi (GALAK), Muslim Arby, beberapa pernyataan kaum pendatang seperti : NKRI bukan Ayah Kandung tapi Ayah tiri, dan kesetiaan kepada Tanah Leluhur, yang pernah di contoh oleh om Liem (Liem Sioe Liong), adalah fakta.
“Terasa semakin rapuh rasa nasionalisme kita sebagai bangsa sejak amandemen UUD 1945 dan diamandemennya kaum pribumi yang punya hak atas negara bangsa ini dan pupus pula kedaulatan sebagai bangsa,” tutur Muslim.
Prihandoyo juga menambahkan, “Di negara manapun didunia ini, tidak ada orang mendirikan patung pahlawan bangsanya di negara orang lain, bahkan Amerika yang paling liberal pun apa mengijinkan patung pahlawan bangsa lain berdiri di Amerika?”
Ternyata, patung Cina ini bukan yang pertama, sebelumnya telah dibangun lebih dulu di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) patung Po An Tui dan di Kenjeran Surabaya, patung Dewi Kwan Im.
“Fenomena apa yang terjadi dengan bangsa ini, mana para Ulama di kota Wali Tuban ? Mana TNI, mana Polri, mana penjaga persada negeri ini, mana yang biasa teriak NKRI harga mati, ternyata kita semua telah mati rasa,” pungkas Prihandoyo.[arrahmah/fatur]
- Blogger Comment
- Facebook Comment
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
0 komentar:
Post a Comment